Tuesday, January 5, 2016

KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN




Petani pada umumnya memperoleh pengetahuan tentang berbagai sistem usaha tani melalui pewarisan leluhur serta trial and error di lapangan dalam kurun waktu sangat lama. karena itu, mereka menghasilkan sistem pertanian yang sesuai dengan kondisi ekosistem lokal dan sistem sosial ekonomi setempat.
Contohnya, di Tataran Sunda telah dikenal bermacam-macam sistem agroforestri tradisional, seperti sistem huma, kebon campuran dan kebon tatangkalan yang sngat khas, antara lain memiliki keanekaragaman jenis dan varietas tanaman yang tinggi. Jadi, struktur vegetasinya menyeruapai hutan alami (Terra,1958; Reijntjes dkk,1992). Macam-macam sistem agroforestri tradisional tersebut memberikan fungsi ekologis dan sosial ekonomi penting bagi penduduk.
Fungsi ekologis antara lain konservasi plasma nutfah, habitat satwa liar, konservasi tanah, mengatur tata air (Hidrologi) daerah aliran sungai dan memberikan kesejukan serta keteduhan. adapun fungsi sosial ekonomi antara lain menghasilkan produksi tambahan bahan pangan pokok karbohidrat: bumbu masak : sayur /lalap; serta bahan obat-obatan, kerajinan,industri,upacara adat,kayu bakar dan bangunan.
Selain itu, penduduk juga memiliki kearifan dalam mengawetkan,mengolah dan mengonsumsi aneka produksi tanaman. Contohnya, untuk memasak umbi gadung, biasanya umbi tersebut dikupas , diiris-isis, dimasukan dalam karung, dan direndam dalam air sungai yang mengalir cukup deras agar racun gadung tidak membahayakan kesehatan manusia.
Sementara itu, untuk mengolah umbi ketela pohon agar tahan lama, biasanya umbi tersebut dikupas, diiris-iris dan dijemur di terik matahari hingga kering menjadi singkong gaplek. gaplek tersebut biasa dibiarkan berhari-hari di simpan di atap rumah terkena embun sehingga menjadi gatot Pada umumnya gaplek dan gatot dapat disimpan cukup lama sebagai persediaan pangan penduduk dalam rumah tngga dan penambah produksi beras.
KEANEKARAGAMAN PANGAN
pada masa silam, urang Sunda di pedesaan memiliki kebiasaan pola makan yang dinamakan tuang dan ngaleueut. tuang diartikan sebagai mengonsumsi nasi, biasanya tuang enjing (makan pagi)dan tuang sonten (makan sore) adakalanya pula kebiasaan itu ditambah ngawadang, makan siang dengan mengonsumsi nasi sisa sarapan.
Sementara itu, ngaleueut biasanya terdiri dari ngaleueut enjing-enjing (minum pagi),ngaleueut siang (minum siang) dan ngaleueut sonten /ngaleueut wengi (minum sore/malam),  tetapi biasa pula disajikan aneka sajian penganan non-beras contohnya beuleum sampeu dan bubuy sampe.
Pada umumnya penganan ngopi mempuntai nilai gizi yang penting bagi kebutuhan penduduk. Sebab, penganan tersebut mempunyai kandungan kalori cukup tinggi kendati tidak sebesar kandungan kalori pada beras. Misalnya kandungan kalori 100 gram singkong gaplek mencapai 363,00 kal, gangyong 95,00kal, ubi jalar/hui 136,00 kal, taleus 98,00 kal, suweg 69,00 kal, gadung 101,00kal, hui manis 101,00 kal, sukun 302,40 kal, dan kacang suuk 136,00 kal. adapun kandungan kalori beras merah sebesar 354,00 kal dan beras giling 360,00 kal (Suhardi dkk,2002).
Jadi aneka ragam bahan pangan kalori/karbohidrat nonberas untuk ngaleueut mempunyai peranan penting dalam mengurangi konsumsi penduduk terhadap beras. Disamping itu, penting pula diketahui bahwa aneka ragampangan nonberas tersebut biasanya diperoleh dari berbagai tata guna lahan nonsawah. Misalnya, talas, singkong, ganyong, suweg, pisang dan sukun biasa ditanam penduduk secara campur baur dengan tanaman lain diberbagai sistem agroforestri tradisional.
Oleh karena itu, keanekaragaman bahan pangan nonberas tersebutg memiliki peran penting untuk mendukung ketahanan pangan di pedesaan. Tananman padi di sawah sangat rawan terhadap berbagai gangguan , seperti kelangkaan pupuk, pestisida, kemarau panjang, banjir dan ledakan hama serta penyakit. ini berbeda dengan tanaman pangan nonpadi pada macam-macam agroforestri tradisional yang pada umumnya tidak/kurang terpengaruh oleh kelangkaan pupuk,pestisida,serta lebih tahan terhadap kekeringan, banjir dan hama tanaman.
RAWAN PANGAN
Pengaruh modernisasi dankomersialisasi sistem pertanian sawah, antara lain melalui program Revolusi Hijau, telah menyebabkan perubahan pada ekosistem sawah dan sistem sosial penduduk pedesaan. Programpemerintah dengan mengupayakan swasembada pangan cendeung lebih diartikan secara sempit sebagai swasembada pangan beras. Akibatnya, usaha tani penduduk lebih ditekankan pada sistem usaha tanai sawah dengan mengabaikan sistem agroforestri tradisional, seperti pekarangan,huma,kebon campuran dan kebon tatangkalan
Padahal, pada masa silam urang Sunda dengan kearifan ekologinya telah mempu mengelola sistem agroforestri tradisional dengna kekhasan menanam aneka jenis dan varietas tanaman.Penduduk pun telah membiasakan pola konsumsi dengna aneka bahan pangan nonberas. Contohnya ialah kebiasaaan ngaleueut pada pagi,siang, dan sore/malam dengan menyajikan minuman dan penganan nonberas yang dibuat secara mandiri dalam keluarga tanpa harus membeli dari warung,toko atau pasar.
Akan tetapi, kebiasaan usaha tani dengan sistem agroforestri tradisional itu kuran g mendapatkan perhatian seksama dari pemerintah. Beragam bahan pangan tradisional pedesaan cenderung kurang mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak. Pengaruhnya, pola konsumsi penduduk desa terhadap aneka ragam bahan pangan lokal nonberas cenderung kian berkurang.
Selain itu, kue-kue tradisional tersebut kian terdesak oleh kue dan minuman ringan (soft drink) dari kota. Akibatnya, masyarakant pedesaan cenderung makin bergantung pada bahan pangan beras,kue, serta minuman ringan dari warung dan pasar di kota. Konsekuensinya, ketahanan pangan pedesaan untuk menanggulangi kemiskinan penduduk sangat rawan.

No comments:

Post a Comment