Disusun untuk memenuhi mata kuliah Ekologi Pedesaan
Disusun
oleh :
Hana
Hunafa Hidayat 140410100036
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Universitas Padjajaran
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Konservasi adalah segenap proses pengelolaan
suatu tempat agar makna cultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik
(Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap
sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan
dengan cara pengawetan (Peter Salim dan YennySalim, 1991). Kegiatan konservasi
selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai
pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU
No. 24 Tahun 1992).
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan.(Sofa, 2008) Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi
didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
- Konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
- Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial.
- Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.
- Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
Ruang Lingkup Sumber Daya alam
Sifat atau ciri-ciri sumber daya alam di
Indonesia yang menonjol ada dua macam,yaitu penyebaran yang tidak merata dan
sifat ketergantungan antara sumber daya alam. Sumber daya alam sendiri dapat di
klasifikasikan berdasarkan kemampuannya menjadi dua golongan, yaitu sumber daya
alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih. Sumber daya
alam buatan adalah hasil pengembangan dari sumber daya alam hayati dan atau
sumber daya alam non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas,
kuantitas, dan atau kemampuan daya dukungannya, antara lain hutan buatan,
waduk, dan jenis unggul.
Konservasi Sumber Daya Alam di
Indonesia
Mulai tahun 1970-an konservasi sumber daya alam
di Indonesia berkembang dan memiliki suatu strategi yang bertujuan untuk:
- Memelihara proses ekologi yang penting dan sistem penyangga kehidupan.
- Menjamin keanekaragaman genetik.
- Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Peranan kawasan konservasi dalam pembangunan
meliputi:
- Penyelamat usaha pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
- Pengembangan Ilmu Pendidikan.
- Pengembangan kepariwisataan dan peningkatan devisa.
- Pendukung pembangunan bidang pertanian
- .Keseimbangan lingkungan alam.
- Manfaat bagi manusia.
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan
Strategi Konservasi Dunia kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya meliputi kegiatan:
- Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem penyangga kehidupan.
- Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
- Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Strategi Konservasi Alam Indonesia
Strategi Konservasi Alam Indonesia sebagai tindak lanjut dari
pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(sekarang UU No. 23 Tahun 1997). Strategi konservasi sumber daya
alam disusun dengan maksud untuk memberikan pedoman kepada para pengelolaan
sumber daya alam dalam menggunakan sumber daya alam tersebut untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain.
Kewenangan lain yang dimaksud meliputi kebijaksanaan tentang antara lain
pendayagunaan sumber daya alam serta konservasi.Kebijakan ini dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 25 Tahun 2000
tentang Tugas Pemerintah yang berkaitan dengan konservasi sumber daya
hayati.
Strategi
Konservasi Alam Dunia
Sasaran Strategi Konservasi Dunia adalah untuk mencapai tiga tujuan utama:
Sasaran Strategi Konservasi Dunia adalah untuk mencapai tiga tujuan utama:
- Menjaga berlangsungnya proses ekologis yang esensial.
- Pengawetan keanekaragaman plasma nutfah.
- Menjamin kelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Strategi Konservasi Alam Dunia meliputi:
- Konservasi sumber daya hayati untuk pembangunan berkesinambungan.
- Perlindungan Proses Ekologi yang terutama dan Sistem Penyangga Kehidupan.
- Pengawetan Keanekaragaman Plasma nutfah.
- Pemanfaatan Jenis dan Ekosistem secara lestari.
Kawasan dan Kegiatan Konservasi Hayati
Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Kawasan Suaka Alam
adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga
kehidupan.Kawasan Suaka Alam terdiri dari:
- Cagar Alam.
- Suaka Margasatwa.
- Hutan Wisata.
- Daerah perlindungan Plasma Nutfah
- Daerah pengungsian satwa.
Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
di darat maupun di perairan yang mempunyai
fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya. Dalam kegiatan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi insitu) atau pun di
luar kawasan (konservasi exsitu). Konservasi insitu adalah konservasi
jenis flora dan fauna yang dilakukan di habitat aslinya baik di hutan, di laut,
di danau, di pantai, dan sebagainya.Konservasi exsitu adalah konservasi jenis
flora dan fauna yang dilakukan di luar habitat aslinya. (Sofa,
2008) Adapun Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan
cagar alam :
- Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;
- Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunanya;
- Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
- Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;
- Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi, dan atau mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan,dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
- Perlindungan dan pengamanan kawasan
- Inventarisasi potensi kawasan
- Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat
mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam adalah :
- Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
- Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
- Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
- Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan.
Sejarah Konservasi di Indonesia
Sejarah konservasi Sumber Daya Alam Indonesia
secara sederhana dibagi menjadi tiga periode, yaitu : zaman kerajaan nusantara,
zaman colonial, dan zaman kemerdekaan.Pada zaman kerajaan nusantara,
sebelum abad ke-15, tradisi sakral sangatmewarnai segenap kehidupan masyarakat.
Kehidupan masyarakat waktu itu
sangat kental dengan kepercayaan mistis dan kekuatan alam, yang terwujud dalam
penabuhan benda-benda, pendirian
situs-situs, dan tindakan tertentu. Alam dianggap sebagai sesuatu yang suci
(sacred ), yang dapat memberikan
berkah bagi kehidupan.Di zaman kolonial Belanda, praktek pelestarian alam tidak
dapat terlepas dari dua peristiwa kecil. Pada 1714, Chastelein mewariskan dua
bidang tanah persil seluas 6 ha di Depok kepada para pengikutnya untuk
digunakan sebagai Cagar Alam (Natuur
Reservaat ).
Chastelein mengharapkan agar kawasan tersebut
bisa dipertahankan, tidak dipergunakan sebagai arela pertanian. Selanjutnya,
pada 1889 berdasarkan usulan Direktur Lands Plantentuin (Kebun Raya) Bogor,
kawasan hutan alam Cibodas ditetapkan sebagai tempat penelitian flora
pegunungan, yang kemudian diperluas hingga pegunungan Gede dan Pangrango pada
1925.
Wacana konservasi kembali muncul pada akhir
abad 19, tepatnya pada 1896,dimana saat itu pemerintah colonial belanda
mendapat tekanan dari luar Hindia Belanda tentang penyelundupan burung
cendrawasiih secara liar.Pada saat itu, seorang entomology amatir M.C. Piepers
yang juga mantan pegawai Departemen hukum Hindia Belanda mengusulkan agar
tindakan perlindungan burung cendrawasih serta beberapa flora dan fauna lainnya
yang terancam punah. Ia menyarankan agar
dibuat suatu taman nasional seperti Yellowstone National Park yang secara resmi
melindungi spesies-spesies terancam punah.Pada 1912 pernah didirikan Nederlands
Indische Vereniging tot Natuur
Bescherming (perhimpunan Perlindungan Alam Hindia Belanda)
oleh Dr. S.H. Koorders dkk.
Kemudian,pada 1913 perhimpunan ini berhasil menunjuk 12 kawasan yang perlu
dilindungi di PulauJawa. Setelah dilanjutkan dengan penunjukan kawasan lindung
di pulau jawa hingga Sumatra dan Kalimantan.Tonggak sejarah baru dimulai pada
1932, dengan di undangkannya
Natuur Monumenten Ordonatie atau
Ordonasi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Ordonasi ini kemudian diterbitkan oleh Peraturan Perlindungan Alam. Pada tahun
tersebut mulai dimungkinkan adanya kegiatan di kawasan konservasi dengan izin,
misalnya berburu di taman alam.Selama pendudukan Jepang (1942 ± 1945) secara
umum kondisi perlindungan alam di Indonesia kurang diperhatikan. Namun pada
saat pendudukan Jepang, telah terjadi eksploitasi besar-besaran dan merugikan.
Tercatat pada tahun 1944, kayu jati telah ditebang
Mencapai 120.000 ± 150.000 m3 untuk membuat
kapal. Kayu-kayu dari hutan juga banyak dibakar untuk guna mendukung
pabrik-pabrik yang menggerakkan kereta api. Pada masa tersebut, Jepang banyak
menguras hutan jati di Jawa untuk keperluan perang Asia Timur Raya.
Setelah kemerdekaan, pada 1947 upaya
perlindungan alam dimulai kembali, yakni dengan penunjukan Bali Barat sebagai
suaka alam baru atas prakarsa dari Raja-raja Bali Sendiri. Setelah itu, pada 1950 Jawatan Kehutanan RI mulai menempatkan
seorangpegawai yang khusus diserahi tugas untuk menyusun kembali urusan-urusan
perlindungan alam.
Perhatian pemerintah mulai timbul lagi sejak
tahun 1974, diawali oleh kegiatan Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam
yang berhasil menyusun rencana pengembangan kawasan-kawasan konservasi di
Indonesia dengan bantuan FAO/UNDP(Food
and Agriculture Organization of the United Nations Development Programme),
dana usaha penyelamatan satwa liar yang
diancam kepunahan dengan bantuan NGO.
Pada tahun 1982 di Bali diadakan Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3
yang melahirkan Deklarasi Bali. Terpilihnya
Bali sebagai tempat kongres mempunyai dampak yang positif bagi
perkembangan pengelolaan hutan suaka alam dan taman nasional di Indonesia. Pada tahun 1978 tercatat tidak kurang
dari 104 jenis telah dinyatakan sebagai satwa liar dilindungi. Pada tahun 1985,
keadaannya berubah menjadi 95 jenis mamalia, 372 jenis burung, 28
jenis reptil, 6 jenis ikan, dan 20 jenis serangga yang dilindungi.
Pada tahun 1983 dibentuk Departemen Kehutanan,
sehingga Direktorat Perlindungandan Pengawetan Alam statusnya diubah menjadi
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) yang tugas
dan tanggung jawabnya semakin luas. Di fakultas-fakultas kehutanan dan biologi
sudah mulai diajarkan ilmu konservasi alam dan pengelolaansatwa liar. Bahkan di
beberapa fakultas kehutanan sudah dikembangkan jurusan Konservasi Sumber Daya
Alam.
Dari segi undang-undang dan peraturan tentang
perlindungan alam juga banyak mengalami kemajuan, beberapa undang-undang dan
peraturan peninggalan pemerintah Hindia Belanda, telah dicabut dan diganti
dengan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Dan pada tahun 1990-an mulai banyak berdiri LSM di Indonesia yang menangani tentang konservasi alam.
(Singerali, 2008.)
No comments:
Post a Comment