Tuesday, January 5, 2016

MANUSIA DAN KONSERVASI ALAM DI INDONESIA




Disusun untuk memenuhi mata kuliah Ekologi Pedesaan




Disusun oleh :
Hana Hunafa Hidayat 140410100036

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjajaran
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna cultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan YennySalim, 1991). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU  No. 24 Tahun 1992).
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.(Sofa, 2008) Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
  1. Konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
  2. Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial.
  3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.
  4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang. 




BAB II
PEMBAHASAN


Ruang Lingkup Sumber Daya alam
Sifat atau ciri-ciri sumber daya alam di Indonesia yang menonjol ada dua macam,yaitu penyebaran yang tidak merata dan sifat ketergantungan antara sumber daya alam. Sumber daya alam sendiri dapat di klasifikasikan berdasarkan kemampuannya menjadi dua golongan, yaitu sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih. Sumber daya alam buatan adalah hasil pengembangan dari sumber daya alam hayati dan atau sumber daya alam non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan atau kemampuan daya dukungannya, antara lain hutan buatan, waduk, dan jenis unggul. 
Konservasi Sumber Daya Alam di Indonesia 
Mulai tahun 1970-an konservasi sumber daya alam di Indonesia berkembang dan memiliki suatu strategi yang bertujuan untuk:
  • Memelihara proses ekologi yang penting dan sistem penyangga kehidupan.
  • Menjamin keanekaragaman genetik.
  • Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Peranan kawasan konservasi dalam pembangunan meliputi:
  • Penyelamat usaha pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
  • Pengembangan Ilmu Pendidikan.
  • Pengembangan kepariwisataan dan peningkatan devisa.
  • Pendukung pembangunan bidang pertanian
  • .Keseimbangan lingkungan alam.
  • Manfaat bagi manusia. 
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan Strategi Konservasi Dunia kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meliputi kegiatan:
  • Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem penyangga kehidupan.
  • Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
  • Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 

Strategi Konservasi Alam Indonesia
Strategi Konservasi Alam Indonesia sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup  (sekarang UU No. 23 Tahun 1997). Strategi  konservasi sumber daya alam disusun dengan maksud untuk memberikan pedoman kepada para pengelolaan sumber daya alam dalam menggunakan sumber daya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain. Kewenangan lain yang dimaksud meliputi kebijaksanaan tentang antara lain pendayagunaan sumber daya alam serta konservasi.Kebijakan ini dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang Tugas Pemerintah yang berkaitan dengan konservasi sumber daya hayati. 


Strategi Konservasi Alam Dunia 
Sasaran Strategi Konservasi Dunia adalah untuk mencapai tiga tujuan utama:
  1. Menjaga berlangsungnya proses ekologis yang esensial.
  2. Pengawetan keanekaragaman plasma nutfah.
  3. Menjamin kelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem. 
Strategi Konservasi Alam Dunia meliputi:
  1. Konservasi sumber daya hayati untuk pembangunan berkesinambungan.
  2. Perlindungan Proses Ekologi yang terutama dan Sistem Penyangga Kehidupan.
  3. Pengawetan Keanekaragaman Plasma nutfah.
  4. Pemanfaatan Jenis dan Ekosistem secara lestari. 

Kawasan dan Kegiatan Konservasi Hayati 
Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.Kawasan Suaka Alam terdiri dari:
  • Cagar Alam.
  • Suaka Margasatwa.
  • Hutan Wisata.
  • Daerah perlindungan Plasma Nutfah
  • Daerah pengungsian satwa. 
Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam kegiatan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi insitu) atau pun di luar kawasan (konservasi exsitu). Konservasi insitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di habitat aslinya baik di hutan, di laut, di danau, di pantai, dan sebagainya.Konservasi exsitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di luar habitat aslinya. (Sofa, 2008) Adapun Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam :
  1. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;
  2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunanya;
  3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
  4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;
  5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi, dan atau mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan,dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan   pemanfaatan kawasan. 
Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
  1. Perlindungan dan pengamanan kawasan
  2. Inventarisasi potensi kawasan
  3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam adalah :
  1. Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
  2. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
  3. Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
  4. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan. 

Sejarah Konservasi di Indonesia 
Sejarah konservasi Sumber Daya Alam Indonesia secara sederhana dibagi menjadi tiga periode, yaitu : zaman kerajaan nusantara, zaman colonial, dan zaman kemerdekaan.Pada zaman kerajaan nusantara, sebelum abad ke-15, tradisi sakral sangatmewarnai segenap kehidupan masyarakat.
 Kehidupan masyarakat waktu itu sangat kental dengan kepercayaan mistis dan kekuatan alam, yang terwujud dalam penabuhan benda-benda, pendirian situs-situs, dan tindakan tertentu. Alam dianggap sebagai sesuatu yang suci (sacred ), yang dapat memberikan berkah bagi kehidupan.Di zaman kolonial Belanda, praktek pelestarian alam tidak dapat terlepas dari dua peristiwa kecil. Pada 1714, Chastelein mewariskan dua bidang tanah persil seluas 6 ha di Depok kepada para pengikutnya untuk digunakan sebagai Cagar Alam (Natuur Reservaat ). 

Chastelein mengharapkan agar kawasan tersebut bisa dipertahankan, tidak dipergunakan sebagai arela pertanian. Selanjutnya, pada 1889 berdasarkan usulan Direktur Lands Plantentuin (Kebun Raya) Bogor, kawasan hutan alam Cibodas ditetapkan sebagai tempat penelitian flora pegunungan, yang kemudian diperluas hingga pegunungan Gede dan Pangrango pada 1925.
Wacana konservasi kembali muncul pada akhir abad 19, tepatnya pada 1896,dimana saat itu pemerintah colonial belanda mendapat tekanan dari luar Hindia Belanda tentang penyelundupan burung cendrawasiih secara liar.Pada saat itu, seorang entomology amatir M.C. Piepers yang juga mantan pegawai Departemen hukum Hindia Belanda mengusulkan agar tindakan perlindungan burung cendrawasih serta beberapa flora dan fauna lainnya yang terancam punah. Ia menyarankan agar dibuat suatu taman nasional seperti Yellowstone National Park yang secara resmi melindungi spesies-spesies terancam punah.Pada 1912 pernah didirikan Nederlands Indische Vereniging tot Natuur Bescherming  (perhimpunan Perlindungan Alam Hindia Belanda) oleh Dr. S.H. Koorders dkk.
 Kemudian,pada 1913 perhimpunan ini berhasil menunjuk 12 kawasan yang perlu dilindungi di PulauJawa. Setelah dilanjutkan dengan penunjukan kawasan lindung di pulau jawa hingga Sumatra dan Kalimantan.Tonggak sejarah baru dimulai pada 1932, dengan di undangkannya 

Natuur Monumenten Ordonatie atau Ordonasi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Ordonasi ini kemudian diterbitkan oleh Peraturan Perlindungan Alam. Pada tahun tersebut mulai dimungkinkan adanya kegiatan di kawasan konservasi dengan izin, misalnya berburu di taman alam.Selama pendudukan Jepang (1942 ± 1945) secara umum kondisi perlindungan alam di Indonesia kurang diperhatikan. Namun pada saat pendudukan Jepang, telah terjadi eksploitasi besar-besaran dan merugikan. Tercatat pada tahun 1944, kayu jati telah ditebang 

Mencapai 120.000 ± 150.000 m3 untuk membuat kapal. Kayu-kayu dari hutan juga banyak dibakar untuk guna mendukung pabrik-pabrik yang menggerakkan kereta api. Pada masa tersebut, Jepang banyak menguras hutan jati di Jawa untuk keperluan perang Asia Timur Raya. 

Setelah kemerdekaan, pada 1947 upaya perlindungan alam dimulai kembali, yakni dengan penunjukan Bali Barat sebagai suaka alam baru atas prakarsa dari Raja-raja Bali Sendiri. Setelah itu, pada 1950 Jawatan Kehutanan RI mulai menempatkan seorangpegawai yang khusus diserahi tugas untuk menyusun kembali urusan-urusan perlindungan alam.

Perhatian pemerintah mulai timbul lagi sejak tahun 1974, diawali oleh kegiatan Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam yang berhasil menyusun rencana pengembangan kawasan-kawasan konservasi di Indonesia dengan bantuan FAO/UNDP(Food and Agriculture Organization of the United Nations Development Programme), dana usaha penyelamatan satwa liar yang diancam kepunahan dengan bantuan NGO. 

Pada tahun 1982 di Bali diadakan Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3 yang melahirkan Deklarasi Bali. Terpilihnya Bali sebagai tempat kongres mempunyai dampak yang positif bagi perkembangan pengelolaan hutan suaka alam dan taman nasional di Indonesia. Pada tahun 1978 tercatat tidak kurang dari 104 jenis telah dinyatakan sebagai satwa liar dilindungi. Pada tahun 1985, keadaannya berubah menjadi 95 jenis mamalia, 372 jenis burung, 28 jenis reptil, 6 jenis ikan, dan 20 jenis serangga yang dilindungi. 

Pada tahun 1983 dibentuk Departemen Kehutanan, sehingga Direktorat Perlindungandan Pengawetan Alam statusnya diubah menjadi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) yang tugas dan tanggung jawabnya semakin luas. Di fakultas-fakultas kehutanan dan biologi sudah mulai diajarkan ilmu konservasi alam dan pengelolaansatwa liar. Bahkan di beberapa fakultas kehutanan sudah dikembangkan jurusan Konservasi Sumber Daya Alam.

Dari segi undang-undang dan peraturan tentang perlindungan alam juga banyak mengalami kemajuan, beberapa undang-undang dan peraturan peninggalan pemerintah Hindia Belanda, telah dicabut dan diganti dengan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dan pada tahun 1990-an mulai banyak berdiri LSM di Indonesia yang menangani tentang konservasi alam. (Singerali, 2008.)

No comments:

Post a Comment