Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Pedesaan
Disusun oleh
: Hana Hunafa Hidayat
Npm :140410100036
JURUSAN
BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Letak geografis Negara Kesatuan Republik
Indoneasia, di Asia Tenggara diantara duasamudera yaitu samudera Hindia dan
samudera Pasifik. Negeri ini
berdiri di atas pertemuanlempeng-lempeng
tektonik. Akibatnya negeri ini berada di atas jalur gempa, patahan-patahan yang
menyebabkan gempa. Indonesia juga memiliki banyak gunung berapi.Jumlahnya
sekitar 140 gunung yang aktif. Iklim Indonesia yang tropis juga menyebabkanbanyak
tanah yang tidak stabil. Banyak tanah yang rusak. Iklim tropis dengan curah
hujanyang cukup tinggi memudahkan terjadi pelapukan. Bencana alam seperti
longsor, misalnya,itu karena curah hujan
di sini cukup tinggi. Letak geografis wilayah Indonesia berada di tigalempeng tektonik utama yang aktif, yaitu lempeng
Eurosia, lempeng Pasifik, dan lempengHindia Australia. Ketiga lempeng tersebut,
jika terjadi interaksi satu sama lain saling bergerak, proses inilah yang
menyebabkan terjadinya gempa bumi dan Indonesia hampirsetiap tahun mengalaminya
Sehingga Indonesia dinobatkan
sebagai negara yang paling rawan bencana alam didunia demikian menurut United
Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR: Badan PBB untuk
Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam mulai
gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor,kekeringan,
dan kebakaran hutanrawan terjadi di Indonesia. Bahkan untuk
beberapa jenisbencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan
terhadap pendudukatau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat
bencana alam. Inilah yangmembuat Indonesia sebagai negara dengan resiko dan dampak bencana alam
tertinggi didunia.Karena Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan
bencana alam, Indonesiawajib mempunyai standar penanganan yang baik terhadap
dampak bencana alam.
Mengingat
bencana alam yang terjadi selain disebabkan oleh faktor alam juga olehfaktor manusia yang merusak alam, maka sudah sepatutnya kita
bertindak lebih arif terhadap alam. Jumlah populasi penduduk Indonesia kini yang mencapai lebih dari 220 jutaorang.
Terdiri dari beragam suku-suku yang tersebar di 34 propinsi di seluruh
Indonesia.Negara Indonesia tergolong dalam negara dunia ketiga, yaitu negara
yang sedangmengalami perkembangan. Segala segi aspek kehidupan warganya kini tengah
mengalamiperkembangan mengikuti arus modernisasi, sehingga dalam urusan
mitigasi bencana juga.
Namun
tak semua akses informasi
mengenai penanggulangan bencana dapat denganmudah
menjamah masyarakat-masyarakat tradisional di pedalaman Indonesia. Kendalayang
dihadapi pemerintah dan lembaga-lembaga bencana untuk situasi seperti ini
adalahkesulitan akses untuk menuju pedalaman dan kurangnya teknologi informasi
pada suku-suku di pedalaman.
Walaupun mengahadapi kendala seperti ini, suku-Suku Asmat, Baduy,dan Dayak tidak khawatir akan terjadinya bencana.
Karena dalam kehidupan mereka, sudahada pengetahuan tata cara tentang mitigasi
bencana secara tradisional yang merekadapatkan secara turun-temurun. Demi
menjaga lestarinya lingkungan hidup tempattinggalnya. Mereka meyakini, ilmu
pengetahuan yang turun-temurun mereka dapat darinenek moyang lebih ampuh dalam
mitigasi bencana. Kearifan lokal yang membentuk polapikir masyarakat suku
pedalaman, mampu bertahan hidup di tengah lingkungan alam yangkian lama rusak karena ulah keserakahan manusia.
BAB II
1.Kearifan
Lokal (Local Wisdom)
Kearifan lokal sering dikaitkan dengan masyarakat
lokal dan mempunyai beberapapengertian. Kearifan lokal diartikan sebagai
pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah
dalam pemenuhan kebutuhan mereka(Departemen Sosial RI, 2006). Sistem pemenuhan
kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh.
unsur kehidupan, agama, ilmu pengetahuan, ekonomi,
teknologi, organisasi sosial, bahasadan komunikasi, serta kesenian. Definisi
lain, Kearifan lokal merupakan gagasan-gagasansetempat (lokal) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dandiikuti oleh anggota
masyarakatnya (Sartini, 2004: 111).
Dengan demikian kearifan lokalmerupakan pandangan dan
pengetahuan tradisional yang menjadi acuan dalam berperilakudan telah
dipraktikkan secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan dan tantangandalam
kehidupan suatu masyarakat. Kearifan lokal berfungsi dan bermakna
dalammasyarakat baik dalam pelestarian sumber daya alam dan manusia,
pemertahanan adat danbudaya, serta bermanfaat untuk kehidupan. Pada umumnya,
masyarakat lokal mempunyaipandangan bahwa lingkungan di sekitarnya ada yang
memiliki dan menghuni selain manusiayaitu roh alam. Oleh karena itu, manusia
yang beraktifitas di sekitarnya harus menghormatidan menjaga tempat-tempat
mereka itu, seperti hutan, gunung, lembah, dan sumber air.Bahkan banyak
tempat-tempat tersebut yang dijadikan tempat yang sakral ataudikeramatkan.
Sehingga tak sembarang orang bisa memasuki tempat-tempat tersebut,
danorang-orang pun akan enggan untuk merusak lingkungan tempat-tempat yang
sudah dikeramatkan tersebut.
2. Mitigasi bencana
Mitigasi bencana adalah upaya-upaya yang dilakukan
untuk mencegah bencana atau mengurangi dampak bencana. Adapun menurut Keputusan
Menteri Dalam Negeri RI No.131 tahun 2003, mitigasi (diartikan juga sebagai
penjinakan) diartikan sebagai upaya dankegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkanoleh bencana yang meliputi
kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Kearifan lokal suku-sukupedalaman dalam upaya
mencegah dan meminimalisir terjadinya bencana (mitigasibencana) yang merupakan
pengetahuan tradisional yang telah diturunkan sejak ratusantahun bahkan mungkin
ribuan tahun yang lalu. Pengetahuan tersebut biasanya diperolehdari pengalaman
empiris yang kaya akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
Sayangnya,kini berbagai pengetahuan lokal dalam
berbagai suku bangsa di Indonesia banyak yangmengalami erosi atau bahkan punah
dan tidak terdokumentasikan dengan baik sebagaisumber ilmu pengetahuan. Padahal
pengetahuan dan kearifan lokal dapat dipadukan antaraempirisme dan rasionalisme
sehingga dapat pula digunakan antara lain untuk mitigasi bencana alam berbasis
masyarakat lokal (Iskandar, 2009). Perlu ada kajian dan perhatiankhusus
mengenai hal ini, dikarenakan suku-suku di pedalaman merupakan masyarakat yang sangat
dekat dengan alam.
3. Suku
Asmat di Papua
Masyarakat Suku Asmat di pedalaman Papua
merupakan suku yang terkenal karenahasil kreasi ukirannya di Indonesia. Bahkan
kini hasil seni mereka telah mendunia, dikenal dikancah internasional karena
seni ukir mereka yang sungguh menawan salah satunya adalahpatung Asmat. Menurut
tradisi, kesenian ukir pada Suku Asmat ternyata merupakan bentukkepercayaan
atau simbol terhadap arwah nenek moyang mereka. Tujuannya sebagaipenenang arwah
para nenek moyang mereka. Lantaran perkembangan pemikiran tetapitetap
menghargai nenek moyang, maka diambillah jalan tengah berupa pembuatan
patung-patung yang didesain mirip dengan arwah nenek moyang mereka. Bagi Suku
Asmat, prosesi mengukir patung seperti sedang berdialog dengan arwah leluhur di
alam lain.
Tiga macamkonsep dunia pada
masyarakat Asmat yang terdiri dari: Asmat on Capinmi (kehidupan sekarang),
Dampu on Capinmi (alam
persinggahan roh) dan Sarfar (surga). Masyarakat Suku Asmat meyakini,
sebelum dimasukan ke dalam surga, arwah kerap menggangu manusia berupa penyakit
atau bencana alam. Mereka pun membuat patung dan menggelar upacarapatung yang
dinamakan Bis atau Bispokombi, pesta topeng, pesta perahu,
dan pesta ulat-ulat sagu sebagai usaha penyelamat bencana tersebut. Orang Asmat
lebih maju dibandingsuku-suku lain di tanah Papua. Papua adalah propinsi paling
timur Indonesia yangmenyimpan kekayaan alam dan budaya. Dengan luas sekitar
420.000 kilometer persegi,Papua menjadi pulau terbesar kedua di dunia setelah
Greenland. Selain luas, Papua juga berlembah, sebagian rawa- rawa dan hutan
lebat. Transportasi sampai detik ini masihmenjadi masalah untuk menghubungkan
satu tempat ke tempat lain, sehingga sungaimemegang peranan penting sebagai
salah satu sarana angkutan. Seperti Sungai Membramoatau Digul yang merupakan
salah satu sungai terbesar. Bagi sebagian suku, sungai adalahkehidupan. Sungai
yang membawa mereka dari satu ke tempat lain. Dari sungai mereka
jugamenggantungkan hidup, seperti mencari ikan dan keperluan lain. Menjaga
kelestariansungai dalam kehidupan menjadi prioritas masyarakat Suku Asmat.
Jumlah populasi Suku Asmat kini
berkisar kurang lebih 70.000 orang terbagi dalam dua populasi besar, yaitu
mereka yang tinggal di pedalaman dan mereka yang tinggal dipesisir pantai. Cara
hidup, ritual, kebiasaan, sistem sosial, dan dialek bahasa kedua populasiini
sangat berbeda. Suku Asmat yang tinggal di daerah pesisir pantai dibagi menjadi
SukuBisman dan
Suku Simai.
Begitu sulit untuk mencapai Suku
Asmat. Jaraknya bisa mencapai70 km dari kecamatan yang masih bisa dijangkau
kendaraan roda dua atau roda empat.Untuk
mencapai ke perkampungan, paling tidak diperlukan waktu 1-2 hari perjalanandengan
berjalan kaki. Berikut adat istiadat mereka dalam kehidupan sehari-hari. Suku
Asmatyang hidup di wilayah pedalaman biasanya mencari makan dari berbagai
panganan hutanseperti umbi-umbian atau buah. Mayoritas Suku Asmat memiliki
bentuk tubuh yang tegap,berhidung mancung, dan berkulit gelap. Selain di Papua,
Suku Asmat juga banyak terdapatdi Selandia Baru dan Papua Nugini. Dalam
menjalankan kehidupan sosialnya, Suku Asmatmemiliki dua tipikal pemerintahan:
yakni jabatan kepimimpinan yang ditentukan olehpemerintah secara administratif
dan kepala adat/ suku yang ditentukan berdasarkan margatertua atau bekas
pahlawan perang. Sebelum para misionaris datang, Suku Asmat masih memeluk ajaran nenek moyang yakni animisme yang
percaya pada kekuatan gaib.
Namun, sekarang Suku Asmat
sudah banyak yang memeluk agama sesuaidengan
konstitusi negara, yakni Kristen, Katholik, dan agama Islam. Dalam
mempertahakan hidupnya, Suku Asmat banyak yang bercocok tanam berbagai jenis
tanaman seperti wortel, jeruk, jagung, matoa, dan beternak ayam hutan atau
babi. Yang kesemuanya merupakan produk budaya Suku Asmat di Papua.
Walaupun
nampak primitif karena penampilannya yang sederhana, namun ternyata Suku Asmat
adalah suku yang memegang kuat filosofi hidup dan nilai-nilai kesopanan. Hal
itu juga termasuk dalam cara mereka membangun rumah adat Suku Asmat. Satu hal
yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli SukuAsmat, mereka merasa
dirinya adalah bagian dari alam. Oleh karena itulah mereka sangat menghormati
dan menjaga alam sekitarnya. Bahkan, pohon di sekitar tempat hidup mereka anggap
menjadi gambaran dirinya.
Batang
pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan
kaki mereka. Maka, dari itulah masyarakat Suku Asmat tidak mau merusak alam,
karena anggapan mereka jika merusak alam itu berarti merusak/merugikan diri
sendiri dan orang lain. Ular merupakan simbol hubungan antara suku asmat dengan alam
No comments:
Post a Comment