Tuesday, January 5, 2016

PEKARANGAN DAN IKLIM







Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Pedesaan







Disusun oleh : Hana Hunafa Hidayat
                                  Npm              :140410100036










JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR 2014

                                                                                                                                       

                                                                                                                                       
          Iklim ialah kondisi rata-rata dari cuaca-cuaca yang pernah terjadi pada suatu daerah dan dalam jangka waktu yang lama dan ruang lingkup iklim ini adalah lebih luas dari pada cuaca.

            iklim secara makro dan mikro adalah hal-hal yang membentuk suatu biosfer, dan biosfer di seluruh dunia tidak akan berjalan tanpa berjalanny iklim makro dan mikro itu dengan baik. dan iklim makro disuatu tempat akan menentukan tanaman yang beradaptasi didaerah tersebut terutama hal yang akan dibahas di sini adalah mengenai “Pekarangan dan Iklim” bahwa iklim di suatu tempat bisa mempengaruhi jenis-jenis tanaman tertentu saja yang bisa tumbuh di suatu tempat dengan banyaknya tanaman atau dalam hal disini adalah pekarangan.

            Pekarangan sebagai salah satu sistem pemanfaatan lahan pertama kali dilaporkan oleh Raffles (Terra, 1954). Raffles mengemukakan bahwa dalam pekarangan petani mendirikan bangunan (gubuk) yang diperuntukan bagi tempat tinggal, sedangkan lahan di sekitarnya ditanami dengan tanaman sayuran dan pohon-pohonan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan Terra (1953), memberikan definisi pekarangan sebagai tanah di sekitar rumah biasanya berpagar keliling yang ditanami dengan berbagai macam tanaman musiman maupun tahunan. Umumnya pekarangan terletak berdampingan satu dengan lainnya, sehingga bersama-sama membentuk dusun, kampung atau desa.

             Karyono, dkk. (1981) melaporkan bahwa sebidang tanah darat disebut pekarangan apabila di dalamnya ada rumah, ada tanamannya dan mempunyai batas pemilikan yang jelas. Soemarwoto (1988) melihat pekarangan tidak hanya dari sudut tanaman saja, tetapi hewan haruslah dimasukan ke dalam bagian di dalamnya yang tidak bisa dipisahkan, oleh karena itu di dalam pekarangan terjadi interaksi antara manusia, tanaman dan hewan peliharaan. Pada tahun 1982 di Bandung telah diadakan Seminar Ekologi Pekarangan ke-3, pada seminar tersebut disepakati diantaranya definisi dari pekarangan, pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mempunyai hak fungsionil terhadap pemiliknya. Hak fungsionil dimasukan dalam definisi pekarangan mempunyai arti yang penting, karena pekarangan adalah man made dimana manusia (sebagai pemilik dan manager) mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan warna dari pekarangan itu sendiri.

Dinamika struktur dan fungsi pekarangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor biofisik dan sosial ekonomi budaya.
  Faktor biofisik yang mempengaruhi struktur floristik, antara lain ketinggian tempat dari air laut, iklim dan topografi. Misalnya, pekarangan di daerah pegunungan berbeda susunan floristiknya dengan pekarangan di daerah dataran rendah atau pantai, pekarangan dekat kota akan berbeda susunan floristiknya dengan pekarangan jauh dari kota (Hadikusumah, 2005). Faktor biofisik seperti iklim dan edafik dapat membentuk struktur tanaman di pekarangan yang cocok dengan kondisi daerahnya masing-masing. Misalnya di daerah pegunungan cocok untuk golongan tanaman sayuran, di daerah dataran rendah cocok untuk golongan tanaman pangan dan seterusnya.,

Struktur pekarangan tidak saja dipengaruhi oleh faktor fisik, tetapi juga oleh faktor sosial budaya dan fungsi pekarangan menurut kebutuhan penghuninya. Struktur itu tidak tetap, melainkan dapat berubah dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan masyarakat, khususnya perkembangan kegiatan pertanian. Meskipun sistem pekarangan mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan tata guna lahan lainnya, akan tetapi bukan berarti pekarangan terlepas dari pengaruh perkembangan jaman. Perubahan struktur dan fungsi pekarangan di berbagai daerah yang disebabkan oleh pengaruh berbagai faktor, seperti sosial budaya ekonomi, biogeofisik dan kebijakan mulai mempengaruhi keberadaan pekarangan, khususnya pekarangan di daerah pedesaan (Hadikusumah, 2005).
Forum Kompas Jumat 3 Desember 2010 memuat artikel pekarangan dan iklim oleh Johan Iskandar Dosen Etnobiologi FMIPA dan Peneliti PPSDAL LPPM Unpad. isinya cukup menarik mengupas tentang Perubahan iklim akibat pemanasan global “Perubahan iklim akibat pemanasan global, seperti banjir besar dan kemarau panjang, telah dirasakan oleh berbagai Negara. Bagi Indonesia yang sebagian wilayahnya mempunyai curah hujan tinggi, kenaikan curah hujan menyebabkan banjir dan erosi tanah. Namun kenaikan urah hujan tersebut tidak merata di seluruh Tanah Air. Jadi, kenaikan suhu karena pemanasan global juga menyebabkan kelangkaan air di di wilayah tertentu. Karena itu system pertanian yang sangat tergantung pada ketersediaan air, seperti sawah, sangat rentan terhadap gangguan iklim.”
Tanaman Disekitar Lahan Pekarangan Rumah
Di pedesaan Priangan Timur di wilayah Jawa Barat masih banyak pekarangan penduduk yang ditumbuhi dengan berbagai aneka tanaman, seperti umbi-umbian, ganyol, jeruk nipis, kelapa, cengkeh, dan lain-lain. Alasan penduduk dengan memelihara tanaman disamping unsur keteduhan juga berfungsi dapat menyerap Co2 di atmosfir, dan dapat pula meredam pemanasan global akibat perubahan iklim.
Ditempat saudara kami di daerah Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, di sekitar lahan pekarangannya ada kolam pekarangan yang diisi dengan berbagai ikan seperti ikan mas, mujaer, nilem, gurame dan lele.
Manfaat Adanya Kolam Di Pekarangan
Tanah menjadi subur dan hasil tanaman seperti umbi-umbian dapat dijadikan tambahan bahan makanan pokok, sementara itu daun singkong dan talas bisa dijadikan pakan ikan gurame. Kolam pun bisa berfungsi untuk menampung air hujan sehingga walaupun ada udara cuaca panas ruang di sekitarnya masih terasa sejuk.
Nampaknya penduduk pedesaan sudah menyadari akan pentingnya menyatunya kehidupan dengan lingkungan alam sekitarnya, sehingga alam bersahabat dengan manusia yang menghuninya.
(Selected Reading kompas Jumat 3 Desember 2010)



Sumber :
1. Manusia Budaya dan Lingkungan-Kajian Ekologi Manusia. Bandung Humaniora press. Johan iskandar, Phd
2. Soemarwoto, O. 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
3. Soemarwoto, O. 1991. Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama

No comments:

Post a Comment