1.
Bavian Kuncung (Macaca nigra)
1.
Wau-wau Kalimantan (Hylobates agilis albibarbis)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Hylobatidae
Genus Hylobates
Spesies Hylobates agilis
albibarbis (Lyon, 1991)
Habitat
asal : Kalimantan
Makanan : Buah-buahan
Status :
Jumlah
dalam kandang : 4 ekor
Kandang :
Deskripsi
tambahan :
Ungko
ditutupi rambut berwarna abu – abu , kecoklatan, hingga hitam. Rambut yang
tumbuh pada lengan berwarna hitam. Pada owa jantan rambut yang tumbuh disekitar
muka atau pipi serta alis berwarna putih, sedangkan pada betina dewasa hanya
bagian alis yang berwarna putih. Berat badan ungko dewasa antara 5-7 kg dan
panjang tubuhnya berkisar antara 450 – 500 mm. Ungko hidup di hutan primer
dataran rendah dan hutan rawa. Selain itu mereka juga sering ditemukan di
daerah batas antara hutan rawa dan tanah kering. Apabila ungko bersuara, oleh
masyarakat Kalimantan Tengah hal itu dijadikan pertanda bahwa tidak jauh
dari mereka terdapat dataran atau rawa.
Ungko
berpindah dengan cara bergelantungan atau berayun dari dahan satu kedahan
lainnya. Mereka juga dapat berjalan menggunakan kedua kakinya (bipedal). Daerah
jelajah mereka berkisar antara 25 – 30 ha yang juga merupakan luas daerah
teritorinya. Sedangkan jelajah hariannya berkisar 1000 meter – 1500 meter.
Ungko aktif
pada pagi dan sore hari ( diurnal ). Siang hari digunakan untuk istirahat pada
percabangan yang besar. Pada malam hari mereka tidur pada percabangan phon
dengan bagian perut (ventral) bersandar pada batang sedangkan kaki menggantung.
Induk betina tidur dengan sisi kanan atau kiri tubuh bersandar pada batang ,
sehingga anak dapat memeluk tubuhnya.
Penyusutan habitat
akbiat pembukaan hutan untuk lahan pertanian, perkebunan atau pembalakan
menyebabkan penurunan populasi satwa ini di alam. Menurut IUCN , ungko
dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah ( endangered ). Satwa ini telah kehilangan
sekitar 66% habitatnya yang semula cukup luas yaitu sekitar 500.000 km2 menjadi
sekitar hanya 170.000 km2 saja . Diperkirakan pada tahun 1986 populasi yang ada
di alam hanya 30.000 ekor . Saat ini ungko hanya hidup didaerah konservasi di
Kalimantan dan Sumatra.Bavian Kuncung (Macaca nigra)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercopithecidae
Genus Macaca
Spesies Macaca nigra (Desmarest,
1822)
Habitat
asal : Sulawesi
Makanan : Buah-buahan
Status : Dilindungi/langka
Jumlah
dalam kandang
: 2 ekor
Kandang : Bersih, terawat
Deskripsi
tambahan
:
Kera
Hitam Sulawesi (Macaca nigra) mempunyai ciri-ciri
sekujur tubuh yang ditumbuhi bulu berwarna hitam kecuali pada daerah punggung
dan selangkangan yang berwarna agak terang. Serta daerah seputar pantat yang
berwarna kemerahan. Pada kepala Kera Hitam Sulawesi (Yaki) memiliki jambul. Mukanya
tidak berambut dan memiliki moncong yang agak menonjol. Panjang tubuh Kera
Hitam Sulawesi dewasa berkisar antara 45 hingga 57 cm, beratnya sekitar 11-15
kg.
Kera
Hitam Sulawesi hidup secara berkelompok Besar kelompoknya terdiri antara 5-10
ekor. Kelompok yang besar biasanya terdiri atas beberapa pejantan dengan banyak
betina dewasa dengan perbandingan satu pejantan berbanding 3 ekor betina.
Primata yang menyukai jenis–jenis pohon yang tinggi dan
bercabang banyak. Sepertti Beringin (Ficus sp) dan Dao (Dracontomelon dao) ini
merupakan hewan omnivora, mulai dari buah-buahan hingga serangga. Musuh utama
Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra) ini sama seperti tarsius yaitu ular Phyon.Primata ini banyak menghabiskan waktu
di pohon. Penyebaran Kera Hitam Sulawesi biasanya terfokus di hutan primer pada
lokasi yang masih banyak jenis pohon berbuah yang biasa dimakan oleh satwa ini.
Daya jelajahnya (home range) selalu menuju ke satu arah dan akan kembali kearah
semula dengan daya jelajah antara 0,8–1 km.
1.
Wau-wau Jawa (Hylobates
moloch)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Hylobatidae
Genus Hylobates
Spesies Hylobates moloch
(Audebert, 1798)
Habitat
asal : Jawa
Makanan : Buah-buahan, sayuran
Status : Dilindungi/ terancam punah
Jumlah
dalam kandang
:
Kandang : Bersih
Deskripsi
tambahan
:
Owa jawa tidak memiliki ekor, dan tangannya relatif panjang
dibandingkan dengan besar tubuhnya. Tangan yang panjang ini diperlukannya untuk
berayun dan berpindah di antara dahan-dahan dan ranting di tajuk pohon yang tinggi, tempatnya beraktifitas sehari-hari. Warna
tubuhnya keabu-abuan, dengan sisi atas kepala lebih gelap dan wajah kehitaman.
Kera
ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil semacam keluarga inti, terdiri dari pasangan hewan
jantan dan betina, dengan satu atau dua anak-anaknya yang masih belum dewasa.
Owa jawa merupakan pasangan yang setia, monogami. Rata-rata owa betina melahirkan
sekali setiap tiga tahun, dengan masa mengandung selama 7 bulan. Anak-anaknya
disusui hingga usia 18 bulan, dan terus bersama keluarganya sampai dewasa, yang
dicapainya pada umur sekitar 8 tahun. Owa muda kemudian akan memisahkan diri dan
mencari pasangannya sendiri.
Owa
jawa adalah hewan diurnal dan arboreal, sepenuhnya hidup di atas tajuk pepohonan.
Terutama memakan buah-buahan, daun dan bunga-bungaan,
kelompok kecil owa jawa menjelajahi kanopi hutan dengan cara
memanjat dan berayun dari satu pohon ke lain pohon dengan mengandalkan
kelincahan dan kekuatan lengannya. Berat tubuhnya rata-rata mencapai 8 kg.
Kelompok
ini akan berupaya mempertahankan teritorinya, biasanya luasnya mencapai 17
hektare, dari kehadiran kelompok lain. Pagi-pagi sekali, dan juga di
waktu-waktu tertentu di siang dan sore hari, owa betina akan memperdengarkan
suaranya untuk mengumumkan wilayah teritorial keluarganya. Dari suara yang
bersahut-sahutan antar kelompok, dan terdengar hingga jarak yang jauh ini, para
peneliti dapat memperkirakan jumlah kelompok owa yang ada, dan selanjutnya
menduga jumlah individunya.
Spesies
ini hanya didapati di bagian barat Pulau Jawa, yakni di hutan-hutan dataran
rendah dan hutan pegunungan bawah. Penyebaran paling timur
adalah di wilayah Gunung Slamet serta di jajaran
Pegunungan Dieng sebelah barat di wilayah Pekalongan. Hylobates moloch tergolong
salah satu primata yang paling terancam kepunahan. Organisasi konservasi dunia IUCN memasukkannya ke dalam kategori terancam (kepunahan) (EN,endangered), dengan peluang
sebesar 50% bahwa hewan ini akan dapat punah dalam satu dekade mendatang. Ancaman kepunahan terutama
datang dari hilangnya habitat akibat pembukaan hutan untuk berbagai keperluan.
Di samping itu, anak-anak owa kerap ditangkapi (jika perlu dengan membunuh
induknya lebih dulu) untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagaihewan
timangan bergengsi.
1. Kera
Jepang (Macaca fuscata)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercopithecidae
Genus Macaca
Spesies Macaca fuscata (Blyth,
1875)
Habitat
asal : Jepang
Makanan : buah-buahan, sayuran
Status : tidak dilindungi
Jumlah
dalam kandang
: 5 ekor
Kandang : makanan berserakan
Deskripsi
tambahan
:
Ukuran tubuh berkisar antara 50-60 cm, dengan ukuran tubuh
terbesar mencapai 1,3 m. Jantan beratnya antara 10 kg hingga 14 kg, sedangkan
betina berukuran tubuh lebih kecil, sekitar 5,5 kg. Dibandingkan spesies lain
dari genus Macaca, monyet Jepang memiliki ekor yang sangat pendek sekitar 10
cm. Ciri khas monyet Jepang adalah kulit bagian wajah dan pantat yang berwarna
merah. Sebaliknya, kulit kaki dan tangan berwarna hitam.Monyet Jepang adalah
hewan hewan
siang (diurnal)
yang hidup di dalam hutan. Habitatnya di hutan subtropis, hutan subelfin, hutan
musim, dan hutan selalu hijau yang berada di bawah ketinggian 1.500 m. Makanan berupa
daun-daunan, biji-bijian, akar-akaran, tunas pohon, buah-buahan, serangga, buah
beri, hewan invertebrata, jamur, telur burung, kulit pohon, dan serealia. Habitat monyet Jepang di
Pulau Honshu, Shikoku, dan Kyushu.
Monyet Jepang tersebar mulai dari Tanjung Shimonokita yang terletak di bagian
paling utara Pulau Honshu hingga Pulau Yakushima di selatan Kyushu.
Di Jepang terdapat enam kawasan yang ditetapkan sebagai suaka margasatwamonyet Jepang:
Monyet Jepang hidup berkelompok. Satu kelompok terdiri dari
20 hingga 100 ekor yang dibagi menjadi beberapa subkelompok berdasarkan
kekerabatan sejumlah betina (matrilineal) bersama
beberapa pejantan. Secara rata-rata, perbandingan betina dan jantan adalah 3:1.
Di antara monyet betina terdapat hirarki yang ketat. Anak berkelamin betina
mewariskan peran dan kedudukan ibu dalam kelompok. Sebaliknya, pejantan
cenderung hidup berpindah-pindah dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Betina
hanya bunting selama musim kawin, walaupun hubungan antara jantan-betina terus
berlangsung sepanjang tahun. Masa bunting adalah 173 hari, bayi yang dilahirkan
hanya satu ekor. Berat bayi ketika dilahirkan sekitar 500 gram. Usia harapan
hidup monyet Jepang rata-rata 30 tahun.
1. Lutung (Trachypithecus auratus sondaicus)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercopithecidae
Genus Trachypithecus
(Reichenbach, 1862)
Spesies Trachypithecus
auretus sondaicus
Habitat
asal : Jawa
Makanan : buah-buahan, sayuran
Status :
dilindungi
Jumlah
dalam kandang :
5 ekor
Kandang : makanan berserakan
Deskripsi
tambahan :
Lutung berbadan langsing dan berekor panjang.
Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan
kelabu, hingga kuning emas. Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung
terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Lutung jawa mempunyai ukuran tubuh sekitar 55 cm dengan panjang ekor
hampir dua kali lipat panjang tubuhnya mencapai 80 cm. Berat tubuhnya sekitar 6
kg. Lutung jawa hidup secara berkelompok. Tiap kelompok terdiri sekitar 7 – 20
ekor lutung dengan seekor jantan sebagai pemimpin kelompok dan beberapa lutung
betina dewasa.
Lutung betina hanya melahirkan satu anak dalam setiap masa
kehamilan, dengan masa hamil tujuh bulan. Beberapa induk betina dalam satu kelompok
akan saling membantu dalam mengasuh anaknya, namun sering kali bersifat agresif
terhadap induk dari kelompok lain. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini
adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh seluruh betina dalam
kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini
akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5
tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.
Lutung jawa (lutung betung) merupakan satwa diurnal yang
lebih banyak aktif di siang hari terutama di atas pohon. Makanan kegemaran
satwa ini antara lain dedaunan, beberapa jenis buah-buahan dan bunga. Terkadang
binatang ini juga memakan serangga dan kulit kayu. Populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) semakin mengalami penurunan.
Karena itu bintang pada 2008 dikategorikan oleh IUCN Redlist dalam status konservasi Terancam(Vulnerable). CITES juga memasukkan spesies ini dalam Apendiks II (Alam, 2010).
1. Wau-wau Sumatra (Hylobates agilis-agilis)
Klasifikasi :
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Hylobatidae
Genus Hylobates
Spesies Hylobates
agilis-agilis (F. Cuvier, 1821)
Habitat
asal : Sumatra
Makanan : buah-buahan, sayuraan
Status : dilindungi, terancam punah
Jumlah
dalam kandang
: 2 ekor
Kandang : bersih
Deskripsi
tambahan
:
Pada
bagian dorsal tubuhnya memiliki warna hitam dan bagian ventral berwarna hitam.
Mempunyai ukuran tubuh yang besar. Glandula mammae terletak di daerah
pectoral. Sangat mirip dengan gibbon moloch. Berukuran kecil panjang tubuh
47 sampai 50 cm, panjang tangan atau kaki 125 sampai 145 cm dengan berat 4,5
sampai 7,3 kg. Tubuhnya tertutup oleh mantel rambut berwarna abu-abu sampai
coklat, muka nampak berwarna kekuning-kuningan sampai coklat terang di bagian
lain berwarna hitam atau coklat terang. Di atas mata tampak alis yang berwarna
putih. Wau Wau Sumatra (Hylobates agilis) melakukan perkawinan secara monogami.
Lama bunting 200 sampai 212 hari, induk betina selalu melahirkan 1 ekor anak
yang kemudian diasuh selama beberapa bulan (Mevia.2011) .
1. Siamang
(Hylobates syndactylus)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Hylobatidae
Genus Hylobates
Spesies Hylobates
syndactylus (Raffles, 1821)
Habitat
asal : Sumatra
Makanan : buah-buahan, sayuran
Status :
Terancam punah
Jumlah
dalam kandang
: 5 ekor
Kandang : bersih
Deskripsi
tambahan :
Siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan kera hitam berlengan panjang yang
hidup yang hidup di Sumatera, Indonesia dan semenanjung Malaysia. Dengan
lengannya yang panjang, siamang menjadi kera yang sangat tangkas di atas pohon.
Hal ini membuat setiap predator kesulitan jika hendak menangkap siamang (Symphalangus syndactylus). Sayangnya ketangkasan Si
Kera Hitam itu tidak menghindarkannya dari ancaman kepunahan lantaran perburuan
yang dilakukan manusia dan deforestasi hutan. Nama Sinonim :
·
Hylobates syndactylus (Raffles, 1821)
·
Symphalangus continentis (Thomas, 1908)
·
Symphalangus gibbon (C. Miller, 1779)
·
Symphalangus subfossilis (Hooijer, 1960)
·
Symphalangus volzi (Pohl, 1911).
Ciri utama siamang (Symphalangus syndactylus)
adalah postur tubuhnya yang kurang tegak dengan lengan yang panjang dan postur
tubuh yang kurang tegak. Selain itu, siamang memiliki sebuah kantung di
tenggorokan yang akan membesar ketika kera hitam ini mengeluarkan suara.
Primata ini tidak memiliki ekor. Tubuh siamang ditumbuhi bulu berwarna hitam
agak kecoklatan kecuali pada bagian muka jari, telapak tangan, ketiak, dan
telapak kaki. Siamang dewasa berukuran antara 75-90 cm dengan berat sekitar
8-16 kg. Rentang tangannya sangat panjang dan melebihi panjang tubuhnya yakni
mencapai 150 cm.
Siamang merupakan binatang herbivora yang memakan berbagai
macam daun dan buah seperti mangga, buah ara dan anggur. Siamang juga terkadang
memakan serangga, telur dan burung-burung kecil. Saat makan, mereka memegang
makanan dengan satu tangan sedangkan tangan yang satunya bergantungan di pohon.
Dalam berpasangan, siamang merupakan binatang yang setia.
Kera berlengan panjang ini kawin dengan pasangannya seumur hidup. Mereka
biasanya tinggal dalam kelompok-kelompok kecil. Anak siamang biasanya dirawat
oleh induk betina hingga disapih pada usia sekitar satu tahun. Setelah disapih,
siamang kecil akan dirawat dan dijaga oleh sang ayah hingga siamang berusia
sekitar 3-5 tahun ketika telah mampu berdikari dan membela diri.
Siamang (Symphalangus syndactylus)
berkomunikasi dengan sesamanya dengan suara. Uniknya, mereka mempunyai kantong
di tenggorokan yang mampu membesar ketika siamang mengeluarkan suara. Dengan
bantuan kantong ini, suara siamang mampu terdengar hingga sejauh 5 km.
Siamang (Symphalangus syndactylus)
hidup di pulau Sumatera Indonesia, Semenanjung Malaysia, dan Thailand. Primata
bertangan panjang ini mendiami habitat berupa hutan tropis. Spesies primata ini
sering ditemukan di daerah pada ketinggian di atas 300 meter dpl, meskipun
tidak jarang dijuampai pula di daerah dataran rendah. Beberapa tempat yang diduga
masih terdapat populasi siamang antara lain Taman Nasional Bukit
Barisan, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Way Kambas, R Langkat
Barat (Indonesia); Fraser Hill R, Gunong Besout Forest Reserve, Krau Wildlife
Reserve, Suaka Margasatwa Ulu Gombak (Malaysia); Suaka Margasatwa Hala Bala
(Thailand).
Ancaman utama populasi siamang adalah deforestasi hutan baik
oleh perambahan hutan maupun oleh kebakaran hutan. Ancaman kedua adalah
perburuan liar dan perdagangan satwa yang dilakukan oleh manusia. Justru
ancaman populasi karena predator alami sangat kecil.
Akibat deforestasi dan perburuan, siamang menjadi
salah satu satwa langka di dunia. Oleh IUCN Redlist, primata bernama latin Symphalangus syndactylus ini dikategorikan dalam status
konservasi “endangered” (Terancam Punah) sejak tahun 2008. CITES juga
memasukkan kera langka ini dalam daftar Apendiks I. Ini artinya, primata hitam
berlengan panjang ini tidak boleh diperdagangkan. Di Indonesia, siamang termasuk
dalam salah satu binatang yang dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintan Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa.
1. Orang
Utan (Pongo pygmaeus)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Hominidae
Genus Pongo
Spesies Pongo
pygmaeus (Linnaeus, 1760)
Habitat
asal : Indonesia
Makanan : buah-buahan, dedaunan, kulit kayu, bunga, serangga
Status :
terancam punah
Jumlah
dalam kandang
: 4/6 ekor
Kandang : kurang terawat
Deskripsi
tambahan :
Ukuran
tubuh merupakan jenis primata terbesar di Asia. Tinggi badan sampai 137 cm,
berat badan 75 sampai 100 kg. Ukuran tangan lebih panjan dan kuatsetinggi tubuh
dan mencapai mata kaki bila sedang berdiri tegak. Jantan dewasa memiliki jambul
di kepala, perkembangan pipi bulat yang besar dan kantung tenggorokan yang
dipompa selama melolong untuk membantu pengerasan suara. Tangan dan kaki
memiliki ibu jari yang pendek, empat jarinya memanjang dan melengkung kaki
belakang pendek, dada bahu dan otot tangan sangat kuat
Masa
reprodukse siap kawin usia 10 tahun dengan usia kehamilan 8-9 bulan. Melahirkan
anak 1 ekor dengan berat 1,5 kg, meninggalkan induk pada usia 5 tahun.
Perkembangan bantalan pipi dan kantung suara pada usia 12-14 tahun.
1.
Surili (Presbytis
comata)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercopithecidae
Genus Presbytis
Spesies Presbytis comata
(Desmarest, 1822)
Habitat
asal : Jawa barat
Makanan : buah-buahan, sayuran
Status : terancam punah
Jumlah
dalam kandang
: 2 ekor
Kandang : 1
Deskripsi
tambahan :
Di
pulau Jawa hanya ada satu genus Presbytis yaitu Surili (Presbytis comata).
Surili memiliki ciri warna bulu pada bagian belakang hitam keabuan, pada bagian
kepala sampai jambul berwarna hitam. Tubuh bagian depan mulai dari bawah dagu,
dada, perut, bagian dalam lengan, kaki dan ekor berwarna putih. Warna kulit
muka dan telinga hitam pekat agak kemerahan. Warna iris mata coklat gelap.
Panjang tubuh individu jantan dan betina hamper sama yaitu antara 430-600 mm.
Panjang ekor berkisar antara 560-720 mm. Berat tubuh rata-rata mencapai 6,5 kg.
Primata
ini sangatlah pemalu dan berhati-hati. Surili hidup berkelompok dengan jumlah
anggota antara 7-12 ekor. Setiap kelompok biasanya terdiri dari satu jantan
dengan satu atau lebih betina (one male multi female troop). Surili aktif pada
siang hari (diurnal) dan lebih banyak melakukan aktivitasnya pada bagian atas
dan tengah dari tajuk pohon (arboreal). Kadang-kadang Surili turun ke dasar
hutan untuk memakan tanah. Kebiasaan ini berkaitan dengan pola makan Surili
yaitu memakan dedaunan yang tinggi akan serat, sehingga ia memerlukan unsur
tambahan mineral dan juga bakteri untuk membantu proses pencernaan daun. Surili
termasuk jenis primata yang banyak mengkonsumsi daun muda atau kuncup daun
sebagai makanannya. Bila dilihat komposisi makanan yang dikonsumsi Surili, 64%
dari makanannya adalah daun muda, 14 % buah dan biji, 7 % bunga dan sisanya
berupa serangga, jamur dan tanah. Disamping itu jenis tumbuhan yang menjadi
makanan Surili juga sangat beragam. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan
bahwa Surili mengkonsumsi lebih dari 75 jenis tumbuhan yang berbeda.
Surili
merupakan satwa yang hanya terdapat (endemik) di Jawa Barat dan Banten. Satwa
ini dilindungi oleh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu
berdasarkan SK Menteri Pertanian 5 April 1979, No. 247/Kpts/Um/1979, SK Menteri
Kehutanan tanggal 10 Juni 1991, No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No. 5
Tahun 1990. Penyusutan habitat merupakan ancaman terbesar bagi populasi surili.
Saat ini jenis primata ini hanya dapat dijumpai di kawasan lindung dan
konservasi dengan jumlah yang tersisa berkisar antara 4000-6000 ekor.
1.
Kokah (Presbytis
siamensis paenulata)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercophitecidae
Genus Presbytis
Spesies Presbytis
siamensis paenulata
Habitat
asal : Pulau Bintan, Natuna
Makanan : buah-buahan, daun-daunan
Status : hampir punah
Jumlah
dalam kandang :
1 ekor
Kandang :
Deskripsi
tambahan :
1.
Bekantan (Nasalis
larvatus)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercopithecidae
Genus Nasalis
Spesies Nasalis larvatus
(Wurmb, 1787)
Habitat
asal : Kalimantan
Makanan : sayuran, buah-buahan, daun-daunan
Status : terancam punah, dilindungi
Jumlah
dalam kandang :
1 ekor
Kandang : bersih
Deskripsi
tambahan :
Bekantan
atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis monyet berhidung panjang dengan rambut
berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal
monyet Nasalis.
Ciri-ciri
utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung
panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan.
Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini
mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Monyet betina lebih
memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya
inilah, bekantan dikenal juga sebagai monyet Belanda. Dalam bahasa Brunei (kxd)
disebut bangkatan.
Bekantan
jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan
berat mencapai 24kg. Monyet betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies
ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengonsumsi
makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka
daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan
efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan
tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Borneo (Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunai).
Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam
kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 monyet. Sistem sosial
bekantan pada dasarnya adalah One-male group, yaitu satu kelompok terdiri dari
satu jantan dewasa, beberapa betina dewasa dan anak-anaknya. Selain itu juga
terdapat kelompok all-male, yang terdiri dari beberapa bekantan jantan. Jantan
yang menginjak remaja akan keluar dari kelompok one-male dan bergabung dengan
kelompok all-male. Hal itu dimungkinkan sebagai strategi bekantan untuk
menghindari terjadinya inbreeding. Bekantan juga dapat berenang dengan baik,
kadang-kadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain. Untuk menunjang
kemampuan berenangnya, pada sela-sela jari kaki bekantan terdapat selaputnya.
Selain mahir berenang bekantan juga bisa menyelam dalam beberapa detik,
sehingga pada hidungnya juga dilengkapi semacam katup. Bekantan merupakan maskot fauna provinsi Kalimantan Selatan.
1.
Kera Jawa (Macaca
fascicularis)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercopithecidae
Genus Macaca
Spesies Macaca
fascicularis (Raffles, 1821)
Habitat asal : Jawa
Makanan : buah-buahan, sayuran
Status : tidak dilindungi
Jumlah
dalam kandang
: 4 ekor
Kandang :
Deskripsi
tambahan :
Saat
dewasa Monyet Ekor Panjang mempunyai panjang tubuh sekitar 38-55 cm ditambah
ekor sepanjang 40-65 cm. Berat tubuh Long-tailed Macaque berkisar
antara 5-9 kg untuk jantan dan 3-6 kg untuk monyet betina. Bulu Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) berwarna coklat keabu-abuan
hingga coklat kemerahan dengan wajah berwarna abu-abu kecoklatan serta jambang
di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidungnya
datar dengan ujung hidung menyempit. Monyet ini memiliki gigi seri berbentuk
sekop, gigi taring dan geraham untuk mengunyah makanan.
Monyet
Ekor Panjang hidup berkelompok dengan anggota antara 5 hingga 40-an ekor lebih.
Dalam satu kelompok terdapat 2-5 pejantan dengan jumlah betina 2-5 kali
lipatnya dengan salah satu monyet jantan sebagai pemimpin kelompok. Seekor
pejantan biasanya melakukan perkawinan dengan beberapa betina sekaligus. Monyet
yang populer dipelihara dan dijadikan hiburan topeng monyet termasuk hewan
omnivora. Makanannya bervariasi mulai dari buah, daun, bunga, umbi, jamur, serangga, siput,
rumput muda, bahkan kepiting. Meskipun mayoritas yang dikonsumsi adalah
buah-buahan.
Primata
ini mampu hidup dalam beragam ekosistem mulai dari hutan bakau di pantai, dataran rendah
hingga pegunungan dengan ketinggian 2.000 meter dpl. Monyet jenis ini tersebar
luas di kawasan Asia Tenggara dan Selatan mulai dari Banglades, Brunei,
Filipina, India, Indonesia, Kamboja, Laos,
Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Di Indonesia
Monyet bernama latin Macaca fascicularis ini
dapat dijumpai di Bali, Bangka, Bawean, Belitung, Jawa, Kalimantan,
Kangean, Karimunjawa, Karimata, Lombok, Nias, Nusa Tenggara, Simeulue, Sumatra,
Sumba, Sumbawa, dan Timor.
1. Zeki-zeki (Macaca maura)
Klasifikasi
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Bangsa Primata
Suku Cercophitecidae
Genus Macaca
Spesies Macaca maura
(H.R. Schinz, 1825)
Habitat
asal : Sulawesi
Makanan : buah-buahan
Status :
dilindungi/ langka
Jumlah
dalam kandang
: 2 ekor
Kandang :
Deskripsi
tambahan :
Kera
Hitam Dare lebih banyak memakan buah (frugivorous) dibandingkan daun-daunan
(Watanabe and Brotoisworo, 1982). Mereka sering dijumpai ketika makan di
pohon-pohon yang sedang berbuah. Selain itu beberapa jenis serangga dan jamur. Seperti
halnya Macaca lain, Kera Hitam Dare aktif pada siang hari (diurnal). Mereka
hidup di pohon (arboreal), namun kebanyakan hidup di permukaan tanah
(teresterial) karena kerapatan pohon yang rendah di hutan. Mereka tidak membuat
sarang.
Dalam pergerakan, kelompok ini sering kali melakukannya
bersama-sama. Pergerakan di tanah atau saat mencari makanan biasanya dimulai
oleh jantan pimpinan kelompok, kemudian diikuti oleh anggota lain.
Pergerakannya, umumnya meloncat saat pindah pohon atau menggunakan keempat
anggota tubuhnya (quadropedal) bila berjalan di dahan atau bila turun di tanah.
Jenis
Kera Hitam Dare membentuk kelompok – kelompok dengan jumlah individu, setiap kelompok
terdiri atas 9 sampai 53 ekor (Supriatna, 2000). Dalam satu kelompok terdapat
banyak jantan dan banyak betinanya (multimale/multifemale). Jantan dominan
sering terlihat menentukan pergerakan kelompok. Sering kali terlihat multiple
mating yaitu betina dikawini oleh beberapa jantan dalam kelompok tanpa adanya
persaingan antar jantan. Persaingan antar jantan tidak begitu kuat dalam hal
makanan maupun betina. Apabila dua kelompok berada berdekatan, terdapat anggota
kelompok meninggalkan tempat dimana betina dan alpha-jantan sedang beristirahat
dan mendekati kelompok lain dengan ragu-ragu. Mereka biasanya diusir oleh
laki-laki dewasa dari kelompok lain. Namun, mereka berulang kali akan mendekat
dengan vokalisasi afiliatif (segala aktifitas bersuara di luar perkelahian).
Berdasarkan status konservasinya, Kera Hitam Dare telah
dimasukan dalam Appendix II, Konvensi Internasional tentang Perdagangan Spesies
Tumbuhan dan Satwa Liar (CITES). Sejak tahun 1987 primata ini digolongkan
kedalam kelompok jenis mendekati kepunahan (Endangered Species) oleh IUCN (The
International Union for Conservation of Nature) dan oleh Pemerintah Indonesia
dilindungi berdasarkan PP. RI. No. 7 Tahun 1999.
PENULIS :NURUL HIDAYAH BIOLOGI UNPAD 2010
Sumber :
Mevia.2011. Mamalia. http://meviablogs.blogspot.com/2011_03_01_archive.html. diakses tanggal 25 Mei
2012, pukul 06.44 WIB.
Wikipedia.2012. Monyet Jepang. http://id.wikipedia.org/wiki/Monyet_Jepang. diakses tanggal 25 Mei
2012, pukul 07.52 WIB.
Alam. 2010. Lutung Jawa. http://alamendah.wordpress.com/2010/07/13/lutung-jawa-trachypithecus-auratus/. Diakses tanggal 25 Mei
2012, pukul 08.06 WIB.
Supriatna, J dan
E. H. Wahyono. (2000). Panduan Lapangan Primata Indonesia, Jakarta, Yayasan
Obor Indonesia.
No comments:
Post a Comment