Wednesday, October 14, 2015

Dampak Positif dan Negatif Ekowisata Yang Ada di Daerah Pedesaan Bali Terhadap Lingkungan Sekitar



Dampak Positif dan Negatif Ekowisata Yang Ada di Daerah Pedesaan Bali Terhadap Lingkungan Sekitar
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ekoturisme





Disusun oleh : Hana Hunafa Hidayat
                                  Npm              :140410100036









JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR 2014


PENDAHULUAN
            Kadang kala dalam pariwisata warga lokal hanya menjadi penonton. seperti saluran irigasi di tutup untuk membangun jalan,sawah harus dijual untuk membangun hotel dan pertanian pun harus mengalah karena pengelolaan suatu pariwisata.
            Empat desa di Bali telah tercatat terpinggirkan oleh pariwisata kemudian membentuk kelompok bernama Jaringan Ekowisata Desa (JED), selain untuk distribusi pemasaran hasil pertanian masing-masing desa jaringan ini juga menjadi alternatif di antara mess tourism Bali hingga akhirnya JED  menjadi upaya bagi Bali agar tidak terlalu banyak di ekspoitasi atas nama pariwisata, hingga akhirnya JED menjadi  solusi bagi kegelisahan masyarakat Bali terhadap gemerlap pariwisata yang selama ini lebih banyak ada di Bali selatan seperti Badung, Denpasar, dan Gianyar.

















PEMBAHASAN
1.    Dampak Positif Ekowisata Yang Ada di Pedesaan Bali Terhadap Lingkungan Sekitar
Empat desa itu, Tenganan, Pelaga, Sibetan, dan Ceningan dipertemukan oleh Yayasan Wisnu, lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang pemberdayaan masyarakat lokal yang berkantor di Bali. Tujuannya agar masyarakat bisa berdaya menggunakan sumber daya yang mereka miliki sendiri.
Pada tahun 2000, Wisnu memberikan pelatihan kemampuan pemetaan (mapping) agar warga empat desa itu memiliki pengetahuan tentang sumber daya desa masing-masing. Dari situ terlihat bahwa selain potensi wisata seperti daerah lain di Bali, masing-masing desa juga punya potensi yang bisa lebih didayagunakan. Tenganan punya padi. Ceningan punya rumput laut. Pelaga punya kopi. Sibetan punya salak. Semua sumber daya itu bisa dioptimalkan untuk menunjang pariwisata, penggerak utama roda ekonomi di Bali.
Setelah tahu potensi masing-masing, warga kemudian belajar tentang ekowisata. Hal ini karena bagaimana pun Bali tidak bisa dilepaskan dari pariwisata. Sekitar 80 persen roda ekonomi Bali digerakkan oleh sektor ini. Sektor lain seperti pertanian kemudian berperan sebagai pendukung penggerak utama. Misalnya menyuplai sayur, beras, dan semacamnya ke hotel dan restoran di lokasi utama pariwisata Bali.
Tapi kali ini warga tidak hanya belajar tentang bagaimana menyuplai sumber daya ke pusat-pusat pariwisata. Petani di empat desa itu belajar tentang bagaimana mengelola sumber daya mereka sendiri tanpa harus tergantung pihak lain. Maka, tidak hanya belajar soal memproduksi komoditi unggulan seperti salak, kopi, padi, dan rumput laut, mereka juga membuat jalur distribusi sendiri dari hasil pertanian tersebut.
            Desa Tenganan Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem sejak tahun 1930an sudah jadi salah satu tujuan wisata di Bali. Desa di Bali bagian timur ini memiliki kekayaan budaya berupa tradisi yang tidak ditemukan di daerah lain di Bali. Misalnya arsitektur wilayah, pakaian tenun khas, dan seterusnya

2.    Dampak Negatif Ekowisata Yang Ada di Pedesaan Bali Terhadap Lingkungan Sekitar
Desa Tenganan Kecamatan Manggis adalah public space, maka setiap orang dapat ke sana, termasuk turis-turis asing yang dibawa oleh travel agent. Istilahnya mass tourism. Sayangnya banyaknya turis yang berkunjung ini tidak begitu berpengaruh pada warga setempat, terutama dari sisi ekonomi.
Penduduk Tenganan yang sebagian besar adalah petani tahu bahwa tiap tamu asing yang datang ke Tenganan membayar sampai US $ 100 (sekitar Rp 1 juta) ke pihak travel agent. Namun uang yang masuk ke desa tidak lebih dari Rp 10 000 sampai Rp 20 000 per orang. Ini praktik yang sangat tidak fair.
Sampai akhirnya, penduduk setempat tidak tahan lagi ketika suatu hari serombongan turis asing dan pemandunya meninggalkan bekas makanannya begitu saja di pelataran pura desa dalam kondisi berantakan. Penduduk mulai berpikir untuk mengubah kondisi itu dengan cara terlibat langsung dalam pariwisata. Selain untuk mendapat porsi sewajarnya, atau bahkan mendapatkan langsung dari turis, juga agar penduduk setempat bisa menjaga dan mengelola lingkungan mereka sendiri.
Masalah yang berbeda terjadi di tiga desa lain. Petani kopi di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung seringkali iri dengan keberhasilan pariwisata di Badung bagian Selatan. Penduduk setempat merasa gemerlap pariwisata hanya bisa dinikmati oleh warga Kuta, Nusa Dua, dan Denpasar. Pemerintah Kabupaten Badung sudah berusaha mengurangi kesenjangan ini dengan membuat proyek agrowisata di Badung Utara seperti Pelaga dan sekitarnya. Namun proyek ini tidak banyak melibatkan warga setempat. Akhirnya, warga setempat pun hanya jadi obyek. Agrowisata itu tidak berjalan sesuai rencana.
Petani salak di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem pun tidak jauh berbeda dengan petani kopi di Pelaga. Mereka semua menghadapi masalah yang sama: ingin mendapat tempat di antara gemerlap pariwisata.
Dari tiga desa tersebut, pengalaman Desa Nusa Ceningan mungkin paling mengenaskan. Pulau kecil di Bali bagian tenggara akan dijadikan kawasan wisata terpadu seperti Nusa Dua yang dikelola Bali Tourism Development Centre (BTDC). Proyek pada tahun 1999 ini memaksa warga setempat untuk menjual tanah mereka. Masyarakat pun menolak karena tidak mau pindah dari tempat di mana sebagian besar dari mereka bertani rumput laut.
SARAN PENULIS
kurangnya pengalaman dalam menejemen dan terbatasnya sumber daya manusia dalam mengelola distribusi barang membuat program ini mandeg. Seharusnya JED memutuskan untuk fokus mengelola ekowisata disamping mengelola kegiatan lain seperti unit simpan pinjam dan serba usaha dimasing – masing desa. Tahun ini pendistribuasian barang dan lembaga non bank digagas kembali dengan menyiapkan SDM yang memadai dan diperkirakan tahun depan sudah akan beroperasi.

No comments:

Post a Comment