Wednesday, October 14, 2015

Jenis Jenis, Macam dan Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Beserta Prosedurnya



Jenis Jenis, Macam dan Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Beserta Prosedurnya
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kultur Jaringan



Disusun oleh : Hana Hunafa Hidayat
                                  Npm              : 140410100036



JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR 2014



Jenis Jenis, Macam dan Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Beserta Prosedurnya
  1. Pengertian Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tumbuhan secara invitro. Perbanyakan invitro adalah penanaman jaringan atau organ tumbuhan di luar lingkungan tumbuhnya
Melalui kultur jaringan ini, jaringan tumbuhan diambil sedikit, lalu ditumbuhkan dalam media buatan sehingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Kultur jaringan dilakukan berdasarkan pada prinsip totipotensi. Menurut prinsip totipotensi setiap sel tumbuhan mengandung semua informasi genetik yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap.
  1. Macam-macam Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan :
  1. KULTUR ANTHERA
Kultur antera merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan tanaman haploid sehingga seringkali dikenal dengan nama kultur haploid. Tanaman dari hasil kultur antera merupakan tanaman haploid digunakan untuk menghasilkan kultivar atau hibrida FI yang akan digunakan sebagai bahan seleksi oleh pemulia tanaman. Yang dimaksud tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom sama dengan gemetofitik dalam sel sporofitik (Bajaj 1983 dalam Gunawan 1992).
Kultur antera atau kultur  haploid banyak dipergunakan dalam menghasilkan kultivar-kultivar baru karena memiliki beberapa keunggulan. Menurut Wattimena et al (1992)tanaman haploid memberikan beberapa keuntungan antara lain : (1)semua sifat dapat ditampilkan pada keadaan monohaploid baik sifat dominan maupun sifat resesif, (2) seleksi pada tingkat haploid (mono atau di)jauh lebih mudah dari tingkat polidi yang lebih tinggi , (3)penggandaan dari tanaman monohaploid akan menghasilkan tanaman tetraploid yang homozigot. (4)hibridisasi seksual antara tetraploid dan diploid akan menghasilkan tanaman triploid, demikian pula dengan hibridiasi somatic antara monohaploid dan dihaploid, (5) pada tanaman asparagus kultur haploid dipergunakan untuk menghasilkan tanaman super jantan yang selanjutnya dipergunakan untuk menghasilkan tanaman jantan, (6) tanaman diploid dan tetraploid dapat dilepaskan sebagai kultivar baru atau dipergunakan sebagai hibrida FI.
Menurut Rostini  (1999), keberhasilkan kultur antera sangat dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan dari tanaman donor, umur tanaman donor, tahap perkembangan antera/pollen, metode sterilisasi , perlakuan sebelum kultur, metode pengambilan antera, medium kultur (cair atau padat), kondisi inkubasi dan subkultur dari kalus mikrospora atau embrio.
Dalam kultur antera , sering timbul masalah seperti munculnya tanaman albino, dimana frekuensi terjadinya tanaman albino bervariasi dan dipengaruhi oleh tanaman donor dan kondisi kultur in-vitro (Chung, 1992 dalam Wattimena et al 1992).
Kultur anther merupakan salah satu teknik dasar penerapan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman.Dari kultur anther akan didapatkan tanaman haploid. Pembentukan tanaman haploid melalui pembentukan kalus atau androgenesis langsung. Manfaat tanaman haploid dalam pemuliaan tanaman adalah apabila digandakan kromosomnya dengan kolkhisin atau melalui fusi protoplas akan diperoleh tanaman 100% homozigot (http://www.rudyct.com, 2010).
Kultur anther dan serbuk sari digunakan untuk menghasilkan tanaman monoploid atau haploid. Meskipun mutasi mudah terjadi dalam sel biakan  namun banyak mutasi tersebut bersifat resesif. Oleh karena itu tidak terdektesi karena sel– selnya dalam keadaan diploid atau poliploid (Wijayani, 1994).
Kegunaan kultur anther antara lain mampu menghasilkan tanamn monohaploid yang dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman selanjutnya dan dapat menghilangkan sifat resesif, serta dari monohaploid dapat dihasilkan derivate yang dihaploid (diploid) dengan cara merangkapkan kromosom dengan perlakuan kolkisin dan mengadakan silangan tanaman monohaploid dan untuk membuat tanaman homozigot (Bennet dan O’neil, 1989).
Tanaman haploid dapat dikembangkan dengan menggunakan teknik kultur invitro anther dan pollen. Anther diperoleh dari tunas bunga dan dapat dikulturkan pada medium padat atau cair sehingga terjadi embriogenesis. Selain itu pollen juga dapat diambil secara aseptik dan dikulturkan pada medium cair. Proses perbanyakan tanaman haploid dengan menggunakan gametofit jantan semacam ini diesebut sebagai androgenesis. Ada dua macam androgenesis yaitu androgenesis langsung dan tidak langsung. Androgenesis langsung adalah proses pembentukan plantlet haploid dengan menggunakan kultur anther, sedangkan pada androgenesis tidak langsung adalah plantlet terbentuk melalui pembentukan kallus yang kemudian mengalami regenerasi menjadi plantlet (Yuwono, 2008).

METODOLOGI KULTUR ANTHERA

Alat dan Bahan

A.      Alat
Alat yang digunakan yaitu : pinset, gunting, botol kultur, laminar air flow cabinet, lampu spritus, dan kertas tisu.
B.      Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bunga papaya jantan dan bunga papaya betina yang masih kuncup pada berbagai umur fisiologi, media tanaman (komposisi media MS0), alcohol 70%,.
3.2. Prosedur Kerja
1.      Kuncup bunga dipisahkan dari tanaman papaya sesuai ukurannya. Ukuran kuncup bunga berkolerasi dengan umur bunga.
2.      Kuncup bunga disterilisasi dengan cara mencelupkan bunga kedalam alcohol 70% lalu dilewatkan diatas api pembakar spiritus, lalu diamkan hingga apinya padam.
3.      Langkah ke -2 diulangi hingga 2 ksli
4.      Kuncup bunga dibuka dengan pinset dan korolnya dibuang dengan hati-hati agar anteranya tidak rusak
5.      Anteranya dilepaskan dari tangkai bunga dan tanam pada media kultur N6
6.      Kultur antera selanjutnya disimpan pada kondisi gelap untuk menginduksi pertumbuhan kalus
Selanjutnya dilakukan pengamatan , yaitu :
1.      Jumlah antera per bunga dan warna antera
2.      Jumlah antera yang tetap kuning dan jumlah yang menjadi coklat
3.      Jumlah kultur yang mengalami kontaminasi
4.      Saat terbentuk kalus dan jumlah antera yang membentuk kalus

B.       KULTUR PROTOPLASMA
Istilah protoplasma pertama kali diperkenalkan oleh Hanstein  pada tahun 1880. Protoplas adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dinding selnya atau sel tumbuhan  telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel. Protoplas dapat dimanfaatkan untuk mendukung penelitian dasar biologi tanaman dan merupakan sarana penting di bidang rekayasa genetik, misalnya untuk hibridisasi somatik untuk meningkatkan kualitas tanaman.
Kultur protoplas dapat dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh genom dari spesies yang sama (intra-spesies), atau antarspesies dari genus yang sama (inter-spesies), atau antargenus dari satu famili (inter-genus). Penggunaan fusi protoplas memungkinkan diperolehnya hibrida-hibrida dengan tingkat heterosigositas yang tinggi walaupun tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh genotipenya. Teknologi kultur protoplas juga dapat dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu seperti sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit serta cekaman abiotik.
Dengan demikian, tanaman hasil kultur dapat berupa tanaman dengan sifat- sifat gabungan dari kedua tanaman induknya termasuk sifat-sifat yang tidak diharapkan terutama berasal dari spesies liar. Oleh karena itu, untuk menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan tersebut maka perlu dilakukan silang balik (back  cross) dengan tanaman induk budi daya. Kemajuan pesat dalam penelitian produksi hibrida somatik dan sibrida dalam transfer DNA tidak terlepas dari teknik isolasi, kultur dan regenerasi protoplas menjadi tanaman. Untuk menunjang keberhasilan teknik kultur   dibutuhkan keahlian dan pengetahuan tentang teknik kultur protoplasma guna mendukung teknik pencarian varietas baru berbagai jenis tanaman.
Protoplas adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dinding selnya atau sel tumbuhan  telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel.
Kultur ptotoplasma dilakukan melalui secara bertahap mulai dari persiapan eksplan dan isolasi protoplasma diikuti dengan penanaman.      Mutasi protoplasma dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa mutagen ke dalam media tanam atau dengan memperlakukan protoplasma dengan senyawa mutagen tersebut. Silangan somatik dilakukan dengan cara penggabungan dua buah protoplama segera setelah isolasi kemudian ditumbuhkan.



METODOLOGI KULTUR PROTOPLASMA
Alat dan Bahan
a.      Alat  :
Alat-alat yang digunakan untuk isolasi dan kultur ptotoplasma adalah sebagai berikut : Laminar air flow cabinet, Centrifuge, Inverted microscope, Gyratory shaker, Magnetic stirrer + hot plate. pH meter, Saringan stainless stell (lubang 60 – 70     m), Bacterial filter, Nalgene filter unit 0,22    m, Millex filter unit 0,45   m, Spet dan jarum, Piset dg ujung runcing + pisau kultur, Pipet 5 ml berujung lebar, Pipet pastur 2 ml, Petri dish, Gelas beker Parafilm/plastic wrapp
b.      Bahan :
1.    Eksplan
Protoplasma yang telah berhasil diisolasi berasal dari organ-organ seperti: daun, tangkai daun, pucuk, akar, buah, koleoptil, embrio dan mikrospora. Diantara organ tersebut sel yang paling mudah dan bagus untuk diisolasi protoplasmanya adalah berasal dari jaringan mesofil daun, karena: Bentuk selnya relatif seragam, tidak perlu membunuh tanamannya, dinding sel mudah terkelupas oleh enzim.
2.           Ethanol 70 %
3.           Larutan isolasi protoplasma
  1. Persiapan eksplan.
Jaringan tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplasma ini beragam, umumnya jaringan yang lebih muda dan berasal dari tanaman yang mempunyai umur fisiologis muda, seperti pucuk muda (seperti dari kecambah, bibit, plantlet), pucuk adventif hasil pangkasan. Protoplasma dari sel jaringan tersebut lebih mudah diisolasi protoplasmanya karena dinding selnya masih sederhana dan hanya terdiri dari dinding sel primer saja dan jaringannya masih memiliki sel-sel parenkim (dindingnya belum berlignin). Selain itu, ada juga yang menggunakan jaringan yang telah dewasa, namun media untuk isolasi protoplasma dari jaringan ini lebih kompleks karena dinding selnya telah berlignin, telah memiliki dinding sel primer dan dinding sel sekunder.
  1. Sterilsasi eksplan.
Bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan terlebih dahulu dicuci kemudian disterilkan, umumnya menggunakan sodium hypoklorit 1 –  2 % selama 10 – 30 menit tergantung jenis eksplan yang digunakan. Eksplan tersebut selanjutnya dicuci dengan air steril (3 – 4 kali) untuk mencuci sisa sodium hipoklorit pada eksplan.
  1. Isolasi Protoplasma.
Isolasi protoplasma dapat dilakukan dengan dua cara:
a.      Metode mekanikal.
Isolasi protoplasma menggunakan metode ini dikenalkan pertama kali oleh Klercker pada tahun 1892. Isolasi protoplasma dilakukan dengan cara mengupas dinding sel menggunakan alat bedah mikro. Metode ini telah berhasil mengisolasi protoplasma dari daun Saintpaulia ionantha dan  dikulturkan hingga  tumbuh kalus. Kelebihan dari metode ini adalah bila sel yang digunakan mempunyai vakuola sel yang relatif besar sedangkan kelemahannya adalah:
-  Keberhasilannya rendah
-   Pekerjaan yang membutuhkan tenaga banyak dan membosankan;
-  Viabilitas protoplasma rendah, karena sering terjadi kerusakan protoplasma selama proses pengupasan dinding sel.
b.                                                        Metode enzimatik
Isolasi  protoplasma dilakukan dengan menggunakan enzym yang dapat menghancurkan dinding sel. Enzym yang digunakan bervariasi jenis dan konsentrasinya tergantung kondisi fisologis eksplan, terutama umur jaringan yang erat kaitannya dengan komposisi dinding selnya. Enzym yang digunakan untuk mengancurkan dinding sel tumbuhan umumnya ada 3 yaitu: Cellulase untuk menghancurkan sellulose, Hemicellulase untuk menghancurkan hemisellulose, Pectinase untuk menghancurkan pektin.
Prosedur :
Jaringan tanaman seperti daun tembakau disterilkan terlebih dahulu dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 30 detik selanjutnya di rendam kedalam larutan pemutih (misalnya bayklin) 20% yang ditambah beberapa tetes Tween selama 15 menit. Selanjutnya daun tembakau tersebut dibilas menggunakan aquadest steril sebanyak tiga kali. Jaringan tanaman steril, diiris halus dan dikupas eidermis serta dihilangkan urat daunnya dengan menggunakan mata skalpel runcing steril, untuk lebih memudahkan   isolasi protoplasmanya. Contoh campuran dan konsentrasi enzym yang digunakan untuk isolasi protoplasma beragam dan tergantung dari jenis jaringan yang digunakan sebagai eksplan, seperti:
·         Medium enzim untuk jaringan Akar, 2 % rhozyme, 2 % meicellase, 0,03 % macerozyme R10.
·         Medium enzim untuk daun Serealia, 2 % cellulysin, 0,2 % macerozyme, R10  0,5 % hemicellullase, 11 % mannitol.
·         Medium enzim untuk Daun Tembakau: 0,5 %   Onozuka R10 cellulase, 0,1 % Onozuka R10 macerozyme R10, 13,0  Mannitol, pH 5,8.
Untuk mengurangi daya tarik  menarik (adhesi) antara sitoplasma dengan dinding selnya, Larutan enzim biasanya ditambahkan senyawa osmoticum. Senyawa osmoticum yang dapat digunakan antara lain: Mannitol, Sorbitol, Glukosa, Fruktosa, Galaktosa, Sukrosa. Setelah dinding sel lepas, selanjutnya eksplan direndam ke dalam 20 ml larutan media preplasmolisis selama 1-8 jam. Medium preplasmolisis   untuk setiap jenis eksplan berbeda, untuk tembakau medium preplasmolisis tersusun atas medium isolasi protoplasma ditambah 13% mannitol.
Komponen Medium Isolasi Protoplasma (MIP) adalah sebagai berikut: CaCl2 .H2 O                                1480,0 mg/l
KH2 PO4                                 27,2 mgl
KNO3                                      101,0 mg/l
MgSO4  .7H2 O                      246,0 mg/l
CuSO4 .5H2 O                       0,025 mg/l
KI                                            0,16    mg/l
pH                                           5,8
Eksplan dipindah larutan medium enzim (komposisi media ini juga berbeda-beda untuk setiap jenis eksplan yang digunakan) untuk daun tembakau komponennya dapat dilihat di atas. Eksplan dipindah ke tabung steril dan dituangi medium enzim sebanyak 10 ml, lalu tabung ditutup dengan aluminium foil steril dan diisolasi menggunakan parafilm atau plastik wrap. Tabung berisi eksplan tersebut digoyang pada shaker dengan kecepatan 40 rpm selama semalam atau 4-16 jam.
-          Pemurnian protoplasma :
  • Protoplasma dalam poin 5 disaring dengan filter steril,  mess 63 µm, masukkan ke dalam gelas piala volume 250 ml menggunakan pipet pastuer.
  • Medium pencuci (MIP ditambah + 10 %) sebanyak 3 ml ditambahkan ke dalam cawan petri yang berisi debris dari daun, digoyang perlahan dan kombinasikan dengan protoplas / campuran enzim dalam gelas piala vol 250 ml.
  • Protoplas yang diperoleh dicuci dengan medium pencuci dan saring. Protoplas yang masih tercampur dengan larutan enzim disentrifuge dengan kecepatan 50 x g selama 10 menit.
  • Pelet diresuspensi dalam medium pengapung (medium flotasi) 10 ml ditambah medium pencuci 1ml   selanjutnya disentrifuge, protoplasma akan melayang-layang diantara medium flotasi (MIP + 20%) dan medium pencuci.
  • Protoplasma yang melayang-layang dipindahkan ke dalam tabung ditambah 10 ml medium pencuci, selanjutnya disentrifuge maka protoplasma akan mengendap sebagai pelet.
  • Supernatan dibuang dan pelet ditambah 10 ml medium pencuci dan diputar Lagi.
  • Supernatan dibuang sisakan suspensi protoplasma sebanyak 1 ml.

Kerapatan suspensi protoplasma yang dikulturkan untuk setiap spesies tanaman berbeda-beda seperti tembakau suspensi protoplas kerapatannya 50.000 sel/ ml dan 25000 sel/ ml untuk protoplasma petunia, protoplasma tersebut dikulturkan dalam cawan petri steril.
-          Perhitungan konsentrasi dan test viabilitas protoplasma.
Untuk menghitung kerapatan dapat dihitung dengan bantuan haemocitometer: jumlah sel / grid x 10.000. Tes viabilitas protoplasma dilakukan dengan menggunakan senyawa flourescent seperti fluresein diacetate (FDA). Medium kultur diambil 25 tetes selanjutnya ditambah 1 tetes larutan pewarna FDA dan 1 tetes protoplasma suspensi tersebut agar protoplas tercat dengan baik, selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Protoplasma yang mati berwarna merah dan yang viable tercat hijau.
-          Kultur protoplasma
Protoplasma yang hidup diambil dalam jumlah memadai (frekuensi protoplas viable 100  –  200 sel) selanjutnya ditanam pada media yang telah disediakan dan dikulturkan dan disimpan tempat gelap pada temperatur 280 C selama semalam. Kultur protoplasma dipindahkan pada cahaya rendah (10 – 20 µmol.detik-1m-2) dengan cahaya lampu putih  yang dingin dan fotoperiode 16 jam, selama 2 hari. Kultur dipindahkan pada intensitas cahaya yang lebih tinggi (50 – 75 µmol.detik-1m-2).
Media   yang digunakan untuk kultur protoplasma dapat berupa media. media cair yang diletakkan dalam cawan petri kecil atau media padat media padat     (dengan pemadat agarose). Media yang digunakan untuk kultur protoplasma jauh lebih kompleks dibandingkan dengan media untuk teknik kultur lainnya, karena protoplasma belum memiliki dinding sel sehingga perlu ditanam pada media awal yang diperkaya dengan osmotikum (misalnya sorbitol atau mannitol) untuk: menghindari plasmolisis.
Penanaman protoplasma ke dalam media dilakukan dengan cara mencampur protoplasma dengan larutan agarose. Campuran disedot dengan pipet pasteur steril kemudian diteteskan pada cawan petri steril (5 –  10 tetes per petri). Cawan petri ditutup dengan parafilm selanjutnya kultur diletakkan pada ruang kultur dengan suhu 25  C dan diberikan 16 jam penyinaran. Setiap 2 minggu ditambahkan media baru ke bagian tetesan protoplasma tersebut.
c.       KULTUR MERISTEM
       Dalam kultur jaringan teknik kultur meristem melibatkan pemotongan bagian puncak tunas yang kemudian dikulturkan dalam suatu media, dan disinilah terjadi defenersiasi dan pertumbuhan sempurna tanaman.

Penyiapan jaringan steril tanaman utuh

• Potong bagian puncak tunas kecambah muda sepanjang 3-5 cm dari tanaman asalnya dengan pisau silet yang tajam.
• Hilangkan semua daun dan bilas dengan sempurna potongan puncak tunas tadi dengan etanol 70%.
• Celupkan dalam larutan natrium hipoklorit 7% atau dalam larutan pemutih 50% selam 5-10 menit. Ke dalam larutan desinfektan ini boleh ditambahkan Tween 20 atau Tween 80 (0,01%) untuk meningkatkan daya pembasahnya.
• Cuci 5-6 kali dengan air suling steril.

Bibit
• Rendam benih dalam air dan buang benih yang mengapung.
• Bilas benih dengan sempurna dalam larutan etanol 70%.
• Rendam benih dalam larutan pemutih 50% menggunakan labu Erlenmeyer 250 ml bertutup, lalu tempatkan pada pengocok selama 15-20 menit.
• Dekantasi, lalu cuci 4-5 kali dengan air suling streil untuk menghilangkan sisa desinfektan.
• Kecambahkan benih secara aseptik diatas 2-3 lapis kertas saring atau kertas penyerap dalam cawan petri. Tambahkan 5ml air suling untuk melembabkan kertas tersebut.
• Tempatkan 5-10 benih pada setiap cawan (tergantung besarnya), dan inkubasikan pada suhu kamar (19-210C). Dua sampai tiga hari setelah perkecambahan, meristem dapat di potong dari ujung tunas.


Pemotongan ujung meristem
• Pemotongan harus dilakukan secara aseptik, sebaiknya dalam lemari aliran udara laminar. Dapat pula dilakukan dalam kondisi semi-steril, karena ujung meristem terlindung dalam banyak gulungan daun dan biasanya bebas dari pencemaran.
• Sterilkan perlengkapan yang digunakan (pisau, jarum dan pinset) dengan merendamnya dalam larutan etanol 70%, bilas dengan air suling dan keringkan dengan kertas saring atau kertas penyerap steril.
• Tindakan ini harus dilakukan setiap saat akan memulai pemotongan dan dilakukan sesering mungkin.
• Bersihkan mikroskop dan tempat pemotongan dengan etanol 70%.
• Peganglah pucuk tunas yang disucihamakan ini dengan pinset pada sebelah tangan di bawah mikroskop dengan pembesaran yang layak (10-50x).
• Hilangkan lapisan daun bagian luar dengan pisau steril yang tajam sampai puncak meristem terlihat. Di bawah mikroskop bagian ini terlihat mengkilat.
• Dengan pisau, buat 4 irisan pada dasar pucuk meristem masing-masing pada sudut yang benar, ambil hati-hati dan tanam segera pada medium agar. Pucuk meristem harus mengandung bagian jaringan prokambium. Daun primordia tidak perlu dihilangkan kecuali jika kultur dimaksudkan untuk menghilangkan virus sistemik.
• Inkubasikan tabung yang berisi meristem dalam lemari pertumbuhan. Sebaiknya lakukan juga uji kondisi pertumbuhan yang lain, misalnya 40 W.m-2 (cahaya lampu pijar), periode terang 16/8 jam pada suhu (beragam) berkisar antara 15-240C.
• Jika cikal terbentuk, biasanya setelah 4-6 minggu, pindahkan dari tabung reaksi, buang medium agar dari sistem akar di bawah air ledeng mengalir dan tanamkan dalam pot yang mengandung vermikulit atau perlit. Tanaman sebaiknya tetap ditutup dengan gelas piala atau kantung plastik sampai tumbuh mapan. Sirami tiap minggu dengan larutan hara Hoagland.

Kloning
• Kloning bisa dilakukan pada media padat maupun media cair.
• Untuk kloning menggunakan media cair, eksplan dimasukan ke dalam media lalu diletakkan ke dalam alat yang bernama shacker, digoyang selama 8-10 minggu
• Pada tanaman anggrek setelah 8-10 minggu, media akan berisi banyak plb (protocorm like bodies)
• Plb tersebut dapat dipindahkan ke dalam media padat

d.      KULTUR EMBRIO

 Pengertian dan Jenis Kultur Embrio
Kultur embrio adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa embrio dari tanaman yang merupakan isolasi secara steril embrio matang ataupun belum matang dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel.
Berdasarkan tujuan dan jenis embrio yang dikulturkan, kultur embrio digolongkan menjadi:
   1. Kultur Embrio Muda (Immature Embryo Culture)
Tujuan mengkulturkan embrio muda ini adalah menanam embrio yang terdapat pada buah muda sebelum buah tersebut gugur (mencegah kerusakan embrio akibat buah gugur) sehingga teknik ini disebut sebagai Embryo Rescue (Penyelamatan Embrio). Kondisi seperti ini biasanya sering dijumpai pada buah hasil persilangan, dimana absisi buah kerap kali dijumpai setelah penyerbukan dan pembuahan.
2. Kultur Embryo Dewasa (Mature Embryo Culture)
Kultur embrio dewasa dilakukan dengan membudidayakan embrio yang telah dewasa. Embrio ini diambil dari buah yang telah masak penuh dengan tujuan merangsang perkecambahan dan menumbuhkan embrio tersebut secara in-vitro. Teknik kultur ini umumnya dikenal dengan sebutan Kultur Embrio (Embryo Culture). Kultur embrio lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penyelamatan embrio. Hal ini disebabkan karena embrio yang ditanam adalah embrio yang telah berkembang sempurna sehingga media tanaman yang digunakan juga sangat sederhana.

Teknik Kultur Embrio Belum Matang dan Embrio Matang
Pada dasarnya teknik untuk kultur embrio belum matang dan embrio matang terbagi atas tiga macam, yaitu:
1.   Sterilisasi eksplan
Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan karena embrio berada di dalam buah (di dalam biji) yang terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji yang berada di luar embrio, antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji. Keadaan ini menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan. Sterilisasi permukaan perlu dilakukan pada buah ataupun biji untuk mensterilkan permukaan buah/biji sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan. Karena embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan dengan pembakaran buah/biji atau dengan sterilan kimia seperti sodium hypochlorite dengan konsentrasi cukup tinggi (>2 %).
2. Isolasi dan penanaman embrio
Seringkali masalah timbul saat isolasi embrio terutama untuk embrio berukuran kecil sehingga isolasinya harus dilakukan di bawah mikroskop. Untuk embrio berukuran besar, isolasi embrio tidak menjadi masalah. Isolasi harus dilakukan secara hati-hati agar embrio tidak rusak dan kehilangan salah satu atau lebih bagian-bagiannya (radicula, plumula, hypocotil, coleoptyl, dll). Selain itu harus tetap dijaga juga agar isolasi dilakukan dalam kondisi tetap aseptis. Embrio yang telah diisolasi selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan. Media untuk pengecambahan embrio cukup sederhana. Kebutuhan nutrisi di dalam media untuk pengecambahan embrio juga lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk tujuan teknik kultur yang lain. Pada prinsipnya media diperlukan untuk menggantikan peranan endosperm dalam mendukung perkecambahan embrio dan perkembangan bibit muda mengingat embrio yang ditanam umumnya telah memiliki radicula dan plumula. Media yang umum digunakan untuk pengecambahan embrio adalah media Knudson dan Vacin & Went (untuk anggrek), Media MS dalam ½ konsentrasi garam-garamnya. Dalam pengecambahan embrio dewasa umumnya vitamin tidak ditambahkan dalam media, namun sumber karbon tetap diperlukan meskipun dalam konsentrasi yang lebih rendah (umumnya 20 g/l). Akan tetapi, dalam pengecambahan embrio muda diperlukan media yang lebih kompleks. Perkembangan embrio muda perlu didukung pada awalnya sehingga radicula dan plumula dapat berkembang sempurna sebelum embrio ini berkecambah. Untuk itu, nutrisi yang lebih lengkap beserta vitamin seperti nicotinic acid, biotin, vitamin C, vitamin B perlu ditambahkan pada media kultur embrio muda ini. Hormon tanaman umumnya tidak ditambahkan dalam media kultur embrio karena penambahan hormon tanaman kemungkinan dapat merangsang terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya tidak diinginan pada kultur embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk merangsang perkecambahan embrio. Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio muda atau embrio yang mengalami dormansi, penambahan giberellin dalam media kultur dapat dilakukan. Untuk pengecambahan embrio umumnya digunakan media padat sehingga agar pada konsentrasi 0,8 sampai 1,6 % ditambahkan ke dalam media. Media cair kadangkala diperlukan untuk pengecambahan, misalnya pada embrio kelapa. Kondisi pengecambahan ini memodifikasi kondisi alamiah perkecambahan buah kelapa dimana nutrisi tersedia dari endosperm yang cair yaitu berupa air kelapa. Apabila media cair digunakan untuk pengecambahan, umumnya kultur ditempatkan di atas shaker (alat penggojok) untuk menghindari kekurangan oksigen pada eksplan yang dapat menyebabkan eksplan mati.
3. Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan diperoleh plantlet yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil regenerasi kultur embrio pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari teknik kultur jaringan lainnya. Selain kultur embrio dan embrio rescue, terdapa pula beberapa tipe – tipe kultur lain, yaitu: kultur kalus, kultur meristem, kultur suspensi sel, kultur protoplas, kultur anther dan pollen, dan kultur spora paku.

Tujuan dan Contoh Aplikasi Kultur Embrio
Kedua teknik ini (embryo culture dan embryo rescue) dilakukan untuk berbagai tujuan, antara lain:
1. Mematahkan dormansi
Beberapa spesies tanaman memiliki masa dormansi yang panjang, misalnya cherry,  hazel nut, dll. Selain itu ada juga beberapa jenis tanaman yang bisa menghasilkan biji namun tidak dapat dikecambahkan secara normal di alam misalnya Musa balbislana. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka biji tanaman ini dapat dikecambahkan secara invitro. Dormansi fisik dapat dipatahkan dengan cara mengisolasi embrio dari biji lalu mengecambahkannya, sedangkan dormansi fisiologis dapat dipecahkan dengan perlakuan kimia seperti penambahan giberellin (GA3) ke dalam media kultur.
2.  Perkecambahan dari tanaman yang memerlukan bantuan/ parasit
Tanaman anggrek merupakan salah satu contoh tanaman yang bijinya sangat sulit berkecambah di alam. Biji anggrek sangat kecil dan memiliki endosperm yang sangat miskin sehingga tidak bisa mendukung perkecambahan bijinya. Di alam, proses perkecambahan anggrek teresterrial (tanah) diawali dengan simbiosis antara biji anggrek dengan jamur (mycorrizha) dimana hifa jamur akan menembus kulit biji dan mensuplai makanan bagi biji anggrek. Tanpa simbiosa ini, biji anggrek tidak memperoleh cukup bahan makanan untuk perkecambahannya disebabkan karena endospermnya yang sangat kecil. Meskipun anggrek epiphyt tidak memerlukan simbiosa ini, namun biji anggrek epiphyt juga memiliki endosperm yang amat sangat kecil sehingga sulit berkecambah secara alamiah. Dengan teknik kultur jaringan (embryo culture), biji anggrek dikecambahkan secara invitro sehingga dewasa ini bisa diperoleh bibit anggrek dengan mudah. Produksi bibit anggrek dewasa ini merupakan industri yang berkembang sangat pesat dan menguntungkan. Teknik ini biasanya didahului dengan persilangan untuk memperoleh silangan-silangan. Dalam setahun, ribuan silangan baru anggrek bisa diperoleh. Masing-masing nursery biasanya memiliki pohon induk dengan keunggulan yang berbeda sehingga dihasilkan beragam varietas baru dengan bentuk dan warna bunga yang beragam.
3. Memperpendek siklus pemuliaan tanaman
Dormansi biji dapat mengambat program pemuliaan tanaman. Pemecahan dormansi dengan kultur embrio (embryo culture) merupakan salah satu upaya untuk mempercepat perkecambahan biji hasil pemuliaan tanaman sehingga bisa mempercepat proses pemuliaan tanaman.
4.   Produksi tanaman haploid lewat penyelamatan embrio hasil persilangan antar jenis tertentu.
Salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh tanaman haploid adalah silangan antar spesies tertentu. Contohnya adalah persilangan antara Hordeum vulgare dengan H. bulbosum. Setelah penyilangan yang kemudian diikuti oleh pembuahan, kromosom H. bulbosum tereliminasi sehingga hanya kromosom H. bulbosum yang terekspresi, sehingga dapat dihasilkan biji haploid dari silangan ini. Sayangnya persilangan ini mengakibatkan embrio gugur (buah gugur) sebelum buah tersebut dewasa. Hasil silangan ini (buah haploid) tidak akan dapat diperoleh apabila buah muda tersebut tidak diselamatkan dengan cara memanennya sebelum gugur lalu mengecambahkan embrio muda (teknik embryo rescue) ini secara invitro.
5.   Mencegah gugurnya buah (embrio) pada buah
Gugurnya buah sebelum buah tersebut dewasa sangat umum ditemukan pada persilangan. Berbagai macam faktor dapat menyebabkan buah tersebut gugur sebelum masak. Pada persilangan buah-buah batu, transportasi air dan hasil fotosintesa dari daun dan batang ke buah terhambat sehingga mengakibatkan terbentuknya lapisan absisi pada tangkai buah. Akibatnya buah tidak memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangannya sehingga buah dengan embrio yang terbentuk gugur sebelum dewasa. Teknik embryo rescue umumnya dilakukan untuk menyelamatkan hasil silangan ini dengan cara memanen buah muda hasil persilangan sebelum buah gugur kemudian mengecambahkannya secara invitro.
6.   Mencegah kehilangan biji setelah persilangan (interspesific)
Persilangan antar varietas tanaman dalam satu spesies seringkali menghasilkan buah dengan endosperm yang miskin atau embrio lemah dan berukuran kecil. Biji-biji dengan kondisi demikian seringkali sulit sekali atau tidak bisa dikecambahkan dalam kondisi normal. Teknik kultur embrio dapat digunakan untuk membantu perkecambahannya. Hal ini telah dilakukan pada tomat, padi, barley, dan phaseolus.

7.   Perbanyakan vegetatif
Embrio dapat digunakan sebagai bahan dasar perbanyakan vegetatif seperti misalnya pada Poaceae dan paku-pakuan (menggunakan spora).
Contoh aplikasi kultur embrio pada kultur jaringan tanaman adalah Mikropropagasi (Perbanyakan tanaman secara mikro), perbaikan tanaman, produksi tanaman yang bebas penyakit dan virus, transformasi genetik, dan produksi metabolit senyawa skunder (Sumarsih, 2011).

Faktor yang Mempengaruhi Teknik Kultur Embrio
1. Genotipe
Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh, sementara pada tanaman lain agak lebih susah.
2. Tahap (stage) embrio diisolasi
Pada tahapan yang lebih besar (lebih tinggi) lebih baik jika dilakukan pengisolasian embrio.
3. Kondisi Tumbuhan
Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi terkontrol. Embrio harus cukup besar dan berkualitas tinggi.
4. Kondisi Media
a. Terdapat hara makro dan mikro yang menunjang pertumbuhan
b. pH 5.0 – 6.0c. Sukrosa sebagai sumber energi. Embrio yang belum matang perlu 8– 12%,embrio matang perlu 3%
c. Auksin dan sitokinin tidak diperlukan. GA diperlukan untuk memecahkan dormansi
d. Vitamin (optional) untuk keperluan siklus hidup
e. Pentingnya Senyawa organik (opt), air kelapa, casein hydrolisate, glutamin untuk aktifitas dari teknik kultur jaringan



5.  Lingkungan
a. Menghendaki presentase jumlah oksigen tinggi.
b. Cahaya yang dibutuhkan saat kultur terkadang embrio perlu ditumbuhkan dalam gelap selama 14 hari,kemudian ditransfer ke cahaya untuk merangsang sintesa klorofil
c. Biakan kultur embrio kadang perlu perlakuan suhu dingin (vernalisasi, 40°C) untuk memecah dormansi (Setiabudi, 2013).

Perkembangan embrio somatik secara in vitro, tergantung pada nutrisi dalam media:Fase pro-embrio: berupa kelompok jaringanmeristematik.Fase globular: berupa sel yang membesar.Fase hati: berupa pembesaran sel globular yangbercuping 2-3 buah.Fase torpedo: merupakan pembesaran dariembriobentuk hati.Fase pendewasaan: embrio memanjang.















                                                        DAFTAR PUSTAKA           

Anonim. 2007. Kultur Protoplasma Dan Fusi Protoplasma. http://www.e-learning.unram.ac.id.
Hendaryono,D. P. S. Dan Ari. W., 2004. Teknik Kultur Jaringan-Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern, Kanisius, Yogyakarta.
Hapsari, C. 2003. Pengaruh Jenis Gula Medium Terhadap Perkembangan Awal Protoplas Kacang Hijau (Vigna radiata (l.) Wilczek) Dengan Perlakuan Awal Preplasmolisis. http://www.digilib.bi.itb.ac.id
Purwito, A. 1999. Fusi Protoplas Intra Dan Interspesies Pada Tanaman Kentang .Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rahardja, D. C. 2001. Kultur Jaringan, Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rostini, N. 1999.Diktat Kuliah Pengantar Bioteknologi Dalam Pemuliaan Tanaman.Bandung :Fakultas Pertanian, Universitas Pedjadjaran.
Sukmadjaja, D., Novianti S., Endang G., Ika R., Tintin S. 2007. Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi http://biogen.litbang-deptan.co.id

















No comments:

Post a Comment