Jenis Jenis, Macam dan
Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Beserta Prosedurnya
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kultur Jaringan
Disusun oleh : Hana
Hunafa Hidayat
Npm : 140410100036
JURUSAN
BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2014
Jenis Jenis, Macam dan
Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Beserta Prosedurnya
- Pengertian Kultur Jaringan
Teknik
kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tumbuhan secara invitro. Perbanyakan
invitro adalah penanaman jaringan atau organ tumbuhan di luar
lingkungan tumbuhnya
Melalui
kultur jaringan ini, jaringan tumbuhan diambil sedikit, lalu ditumbuhkan dalam
media buatan sehingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Kultur jaringan
dilakukan berdasarkan pada prinsip totipotensi. Menurut prinsip totipotensi
setiap sel tumbuhan mengandung semua informasi genetik yang diperlukan untuk
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap.
- Macam-macam Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan :
- KULTUR ANTHERA
Kultur
antera merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan tanaman haploid sehingga
seringkali dikenal dengan nama kultur haploid. Tanaman dari hasil kultur antera
merupakan tanaman haploid digunakan untuk menghasilkan kultivar atau hibrida FI
yang akan digunakan sebagai bahan seleksi oleh pemulia tanaman. Yang dimaksud
tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom sama dengan
gemetofitik dalam sel sporofitik (Bajaj 1983 dalam Gunawan 1992).
Kultur antera atau kultur haploid banyak dipergunakan dalam
menghasilkan kultivar-kultivar baru karena memiliki beberapa keunggulan.
Menurut Wattimena et al (1992)tanaman haploid memberikan beberapa keuntungan
antara lain : (1)semua sifat dapat ditampilkan pada keadaan monohaploid baik
sifat dominan maupun sifat resesif, (2) seleksi pada tingkat haploid (mono atau
di)jauh lebih mudah dari tingkat polidi yang lebih tinggi , (3)penggandaan dari
tanaman monohaploid akan menghasilkan tanaman tetraploid yang homozigot.
(4)hibridisasi seksual antara tetraploid dan diploid akan menghasilkan tanaman
triploid, demikian pula dengan hibridiasi somatic antara monohaploid dan
dihaploid, (5) pada tanaman asparagus kultur haploid dipergunakan untuk
menghasilkan tanaman super jantan yang selanjutnya dipergunakan untuk
menghasilkan tanaman jantan, (6) tanaman diploid dan tetraploid dapat
dilepaskan sebagai kultivar baru atau dipergunakan sebagai hibrida FI.
Menurut Rostini (1999), keberhasilkan kultur antera sangat
dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan dari tanaman donor, umur tanaman donor,
tahap perkembangan antera/pollen, metode sterilisasi , perlakuan sebelum kultur,
metode pengambilan antera, medium kultur (cair atau padat), kondisi inkubasi
dan subkultur dari kalus mikrospora atau embrio.
Dalam kultur antera , sering timbul
masalah seperti munculnya tanaman albino, dimana frekuensi terjadinya tanaman
albino bervariasi dan dipengaruhi oleh tanaman donor dan kondisi kultur
in-vitro (Chung, 1992 dalam Wattimena et al 1992).
Kultur
anther merupakan salah satu teknik dasar penerapan bioteknologi untuk pemuliaan
tanaman.Dari kultur anther akan didapatkan tanaman haploid. Pembentukan tanaman
haploid melalui pembentukan kalus atau androgenesis langsung. Manfaat tanaman
haploid dalam pemuliaan tanaman adalah apabila digandakan kromosomnya dengan
kolkhisin atau melalui fusi protoplas akan diperoleh tanaman 100% homozigot (http://www.rudyct.com,
2010).
Kultur
anther dan serbuk sari digunakan untuk menghasilkan tanaman monoploid atau
haploid. Meskipun mutasi mudah terjadi dalam sel biakan namun banyak
mutasi tersebut bersifat resesif. Oleh karena itu tidak terdektesi karena
sel– selnya dalam keadaan diploid atau poliploid (Wijayani, 1994).
Kegunaan kultur anther antara lain
mampu menghasilkan tanamn monohaploid yang dapat digunakan untuk pemuliaan
tanaman selanjutnya dan dapat menghilangkan sifat resesif, serta dari
monohaploid dapat dihasilkan derivate yang dihaploid (diploid) dengan cara
merangkapkan kromosom dengan perlakuan kolkisin dan mengadakan silangan tanaman
monohaploid dan untuk membuat tanaman homozigot (Bennet dan O’neil, 1989).
Tanaman
haploid dapat dikembangkan dengan menggunakan teknik kultur invitro
anther dan pollen. Anther diperoleh dari tunas bunga dan dapat dikulturkan pada
medium padat atau cair sehingga terjadi embriogenesis. Selain itu pollen juga
dapat diambil secara aseptik dan dikulturkan pada medium cair. Proses
perbanyakan tanaman haploid dengan menggunakan gametofit jantan semacam ini
diesebut sebagai androgenesis. Ada dua macam androgenesis yaitu androgenesis
langsung dan tidak langsung. Androgenesis langsung adalah proses pembentukan
plantlet haploid dengan menggunakan kultur anther, sedangkan pada androgenesis
tidak langsung adalah plantlet terbentuk melalui pembentukan kallus yang
kemudian mengalami regenerasi menjadi plantlet (Yuwono, 2008).
METODOLOGI KULTUR ANTHERA
Alat dan
Bahan
A.
Alat
Alat yang
digunakan yaitu : pinset, gunting, botol kultur, laminar air flow cabinet,
lampu spritus, dan kertas tisu.
B. Bahan
Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah bunga papaya jantan dan bunga papaya
betina yang masih kuncup pada berbagai umur fisiologi, media tanaman (komposisi
media MS0), alcohol 70%,.
3.2.
Prosedur Kerja
1. Kuncup bunga
dipisahkan dari tanaman papaya sesuai ukurannya. Ukuran kuncup bunga
berkolerasi dengan umur bunga.
2. Kuncup bunga
disterilisasi dengan cara mencelupkan bunga kedalam alcohol 70% lalu dilewatkan
diatas api pembakar spiritus, lalu diamkan hingga apinya padam.
3. Langkah ke -2
diulangi hingga 2 ksli
4. Kuncup bunga dibuka
dengan pinset dan korolnya dibuang dengan hati-hati agar anteranya tidak rusak
5. Anteranya dilepaskan
dari tangkai bunga dan tanam pada media kultur N6
6. Kultur antera
selanjutnya disimpan pada kondisi gelap untuk menginduksi pertumbuhan kalus
Selanjutnya
dilakukan pengamatan , yaitu :
1. Jumlah antera per
bunga dan warna antera
2. Jumlah antera yang
tetap kuning dan jumlah yang menjadi coklat
3. Jumlah kultur yang
mengalami kontaminasi
4. Saat terbentuk kalus
dan jumlah antera yang membentuk kalus
B.
KULTUR
PROTOPLASMA
Istilah
protoplasma pertama kali diperkenalkan oleh Hanstein pada tahun 1880.
Protoplas adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dinding selnya atau sel
tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel. Protoplas dapat
dimanfaatkan untuk mendukung penelitian dasar biologi tanaman dan merupakan
sarana penting di bidang rekayasa genetik, misalnya untuk hibridisasi somatik
untuk meningkatkan kualitas tanaman.
Kultur
protoplas dapat dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh genom dari spesies
yang sama (intra-spesies), atau antarspesies dari genus yang sama
(inter-spesies), atau antargenus dari satu famili (inter-genus). Penggunaan
fusi protoplas memungkinkan diperolehnya hibrida-hibrida dengan tingkat
heterosigositas yang tinggi walaupun tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh
genotipenya. Teknologi kultur protoplas juga dapat dilakukan untuk mendapatkan
sifat-sifat tertentu seperti sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit serta
cekaman abiotik.
Dengan
demikian, tanaman hasil kultur dapat berupa tanaman dengan sifat- sifat
gabungan dari kedua tanaman induknya termasuk sifat-sifat yang tidak diharapkan
terutama berasal dari spesies liar. Oleh karena itu, untuk menghilangkan
sifat-sifat yang tidak diinginkan tersebut maka perlu dilakukan silang balik
(back cross) dengan tanaman induk budi daya. Kemajuan pesat dalam
penelitian produksi hibrida somatik dan sibrida dalam transfer DNA tidak
terlepas dari teknik isolasi, kultur dan regenerasi protoplas menjadi tanaman.
Untuk menunjang keberhasilan teknik kultur dibutuhkan keahlian dan
pengetahuan tentang teknik kultur protoplasma guna mendukung teknik pencarian
varietas baru berbagai jenis tanaman.
Protoplas
adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dinding selnya atau sel
tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel.
Kultur
ptotoplasma dilakukan melalui secara bertahap mulai dari persiapan eksplan dan
isolasi protoplasma diikuti dengan penanaman.
Mutasi protoplasma dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa mutagen ke dalam
media tanam atau dengan memperlakukan protoplasma dengan senyawa mutagen
tersebut. Silangan somatik dilakukan dengan cara penggabungan dua buah
protoplama segera setelah isolasi kemudian ditumbuhkan.
METODOLOGI KULTUR PROTOPLASMA
Alat dan
Bahan
a.
Alat :
Alat-alat
yang digunakan untuk isolasi dan kultur ptotoplasma adalah sebagai berikut :
Laminar air flow cabinet, Centrifuge, Inverted microscope, Gyratory shaker,
Magnetic stirrer + hot plate. pH meter, Saringan stainless stell (lubang 60 –
70 m), Bacterial filter, Nalgene filter unit 0,22
m, Millex filter unit 0,45 m, Spet dan jarum, Piset dg ujung
runcing + pisau kultur, Pipet 5 ml berujung lebar, Pipet pastur 2 ml, Petri
dish, Gelas beker Parafilm/plastic wrapp
b.
Bahan :
1. Eksplan
Protoplasma
yang telah berhasil diisolasi berasal dari organ-organ seperti: daun, tangkai
daun, pucuk, akar, buah, koleoptil, embrio dan mikrospora. Diantara organ
tersebut sel yang paling mudah dan bagus untuk diisolasi protoplasmanya adalah
berasal dari jaringan mesofil daun, karena: Bentuk selnya relatif seragam,
tidak perlu membunuh tanamannya, dinding sel mudah terkelupas oleh enzim.
2.
Ethanol 70 %
3.
Larutan isolasi protoplasma
- Persiapan eksplan.
Jaringan
tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplasma ini beragam, umumnya jaringan
yang lebih muda dan berasal dari tanaman yang mempunyai umur fisiologis muda,
seperti pucuk muda (seperti dari kecambah, bibit, plantlet), pucuk adventif
hasil pangkasan. Protoplasma dari sel jaringan tersebut lebih mudah diisolasi
protoplasmanya karena dinding selnya masih sederhana dan hanya terdiri dari
dinding sel primer saja dan jaringannya masih memiliki sel-sel parenkim
(dindingnya belum berlignin). Selain itu, ada juga yang menggunakan jaringan
yang telah dewasa, namun media untuk isolasi protoplasma dari jaringan ini lebih
kompleks karena dinding selnya telah berlignin, telah memiliki dinding sel
primer dan dinding sel sekunder.
- Sterilsasi eksplan.
Bagian tanaman yang akan digunakan
sebagai eksplan terlebih dahulu dicuci kemudian disterilkan, umumnya
menggunakan sodium hypoklorit 1 – 2 % selama 10 – 30 menit tergantung
jenis eksplan yang digunakan. Eksplan tersebut selanjutnya dicuci dengan air
steril (3 – 4 kali) untuk mencuci sisa sodium hipoklorit pada eksplan.
- Isolasi Protoplasma.
Isolasi protoplasma dapat dilakukan
dengan dua cara:
a.
Metode
mekanikal.
Isolasi
protoplasma menggunakan metode ini dikenalkan pertama kali oleh Klercker pada
tahun 1892. Isolasi protoplasma dilakukan dengan cara mengupas dinding sel
menggunakan alat bedah mikro. Metode ini telah berhasil mengisolasi protoplasma
dari daun Saintpaulia ionantha dan dikulturkan hingga tumbuh kalus.
Kelebihan dari metode ini adalah bila sel yang digunakan mempunyai vakuola sel
yang relatif besar sedangkan kelemahannya adalah:
- Keberhasilannya rendah
- Pekerjaan yang membutuhkan tenaga banyak dan
membosankan;
- Viabilitas protoplasma rendah, karena sering
terjadi kerusakan protoplasma selama proses pengupasan dinding sel.
b.
Metode
enzimatik
Isolasi
protoplasma dilakukan dengan menggunakan enzym yang dapat menghancurkan dinding
sel. Enzym yang digunakan bervariasi jenis dan konsentrasinya tergantung
kondisi fisologis eksplan, terutama umur jaringan yang erat kaitannya dengan
komposisi dinding selnya. Enzym yang digunakan untuk mengancurkan dinding sel
tumbuhan umumnya ada 3 yaitu: Cellulase untuk menghancurkan sellulose,
Hemicellulase untuk menghancurkan hemisellulose, Pectinase untuk menghancurkan
pektin.
Prosedur :
Jaringan tanaman seperti daun tembakau disterilkan
terlebih dahulu dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 30 detik
selanjutnya di rendam kedalam larutan pemutih (misalnya bayklin) 20% yang
ditambah beberapa tetes Tween selama 15 menit. Selanjutnya daun tembakau
tersebut dibilas menggunakan aquadest steril sebanyak tiga kali. Jaringan
tanaman steril, diiris halus dan dikupas eidermis serta dihilangkan urat
daunnya dengan menggunakan mata skalpel runcing steril, untuk lebih
memudahkan isolasi protoplasmanya. Contoh campuran dan konsentrasi
enzym yang digunakan untuk isolasi protoplasma beragam dan tergantung dari
jenis jaringan yang digunakan sebagai eksplan, seperti:
·
Medium enzim untuk jaringan Akar, 2
% rhozyme, 2 % meicellase, 0,03 % macerozyme R10.
·
Medium enzim untuk daun Serealia, 2
% cellulysin, 0,2 % macerozyme, R10 0,5 % hemicellullase, 11 % mannitol.
·
Medium enzim untuk Daun Tembakau:
0,5 % Onozuka R10 cellulase, 0,1 % Onozuka R10 macerozyme R10,
13,0 Mannitol, pH 5,8.
Untuk mengurangi daya tarik menarik (adhesi)
antara sitoplasma dengan dinding selnya, Larutan enzim biasanya ditambahkan
senyawa osmoticum. Senyawa osmoticum yang dapat digunakan antara lain:
Mannitol, Sorbitol, Glukosa, Fruktosa, Galaktosa, Sukrosa. Setelah dinding sel
lepas, selanjutnya eksplan direndam ke dalam 20 ml larutan media preplasmolisis
selama 1-8 jam. Medium preplasmolisis untuk setiap jenis eksplan
berbeda, untuk tembakau medium preplasmolisis tersusun atas medium isolasi
protoplasma ditambah 13% mannitol.
Komponen Medium Isolasi Protoplasma
(MIP) adalah sebagai berikut: CaCl2 .H2
O
1480,0 mg/l
KH2 PO4
27,2 mgl
KNO3
101,0 mg/l
MgSO4 .7H2
O
246,0 mg/l
CuSO4 .5H2
O
0,025 mg/l
KI
0,16 mg/l
pH
5,8
Eksplan dipindah larutan medium enzim (komposisi media
ini juga berbeda-beda untuk setiap jenis eksplan yang digunakan) untuk daun
tembakau komponennya dapat dilihat di atas. Eksplan dipindah ke tabung steril
dan dituangi medium enzim sebanyak 10 ml, lalu tabung ditutup dengan aluminium
foil steril dan diisolasi menggunakan parafilm atau plastik wrap. Tabung berisi
eksplan tersebut digoyang pada shaker dengan kecepatan 40 rpm selama semalam atau
4-16 jam.
-
Pemurnian
protoplasma :
- Protoplasma dalam poin 5 disaring dengan filter steril, mess 63 µm, masukkan ke dalam gelas piala volume 250 ml menggunakan pipet pastuer.
- Medium pencuci (MIP ditambah + 10 %) sebanyak 3 ml ditambahkan ke dalam cawan petri yang berisi debris dari daun, digoyang perlahan dan kombinasikan dengan protoplas / campuran enzim dalam gelas piala vol 250 ml.
- Protoplas yang diperoleh dicuci dengan medium pencuci dan saring. Protoplas yang masih tercampur dengan larutan enzim disentrifuge dengan kecepatan 50 x g selama 10 menit.
- Pelet diresuspensi dalam medium pengapung (medium flotasi) 10 ml ditambah medium pencuci 1ml selanjutnya disentrifuge, protoplasma akan melayang-layang diantara medium flotasi (MIP + 20%) dan medium pencuci.
- Protoplasma yang melayang-layang dipindahkan ke dalam tabung ditambah 10 ml medium pencuci, selanjutnya disentrifuge maka protoplasma akan mengendap sebagai pelet.
- Supernatan dibuang dan pelet ditambah 10 ml medium pencuci dan diputar Lagi.
- Supernatan dibuang sisakan suspensi protoplasma sebanyak 1 ml.
Kerapatan
suspensi protoplasma yang dikulturkan untuk setiap spesies tanaman berbeda-beda
seperti tembakau suspensi protoplas kerapatannya 50.000 sel/ ml dan 25000 sel/
ml untuk protoplasma petunia, protoplasma tersebut dikulturkan dalam cawan
petri steril.
-
Perhitungan
konsentrasi dan test viabilitas protoplasma.
Untuk
menghitung kerapatan dapat dihitung dengan bantuan haemocitometer: jumlah sel /
grid x 10.000. Tes viabilitas protoplasma dilakukan dengan menggunakan senyawa
flourescent seperti fluresein diacetate (FDA). Medium kultur diambil 25 tetes
selanjutnya ditambah 1 tetes larutan pewarna FDA dan 1 tetes protoplasma
suspensi tersebut agar protoplas tercat dengan baik, selanjutnya dilihat di
bawah mikroskop. Protoplasma yang mati berwarna merah dan yang viable tercat
hijau.
-
Kultur
protoplasma
Protoplasma
yang hidup diambil dalam jumlah memadai (frekuensi protoplas viable 100
– 200 sel) selanjutnya ditanam pada media yang telah disediakan dan
dikulturkan dan disimpan tempat gelap pada temperatur 280 C selama
semalam. Kultur protoplasma dipindahkan pada cahaya rendah (10 – 20
µmol.detik-1m-2) dengan cahaya lampu putih yang dingin dan fotoperiode 16
jam, selama 2 hari. Kultur dipindahkan pada intensitas cahaya yang lebih tinggi
(50 – 75 µmol.detik-1m-2).
Media
yang digunakan untuk kultur protoplasma dapat berupa media. media cair yang
diletakkan dalam cawan petri kecil atau media padat media
padat (dengan pemadat agarose). Media yang digunakan
untuk kultur protoplasma jauh lebih kompleks dibandingkan dengan media untuk
teknik kultur lainnya, karena protoplasma belum memiliki dinding sel sehingga
perlu ditanam pada media awal yang diperkaya dengan osmotikum (misalnya
sorbitol atau mannitol) untuk: menghindari plasmolisis.
Penanaman
protoplasma ke dalam media dilakukan dengan cara mencampur protoplasma dengan
larutan agarose. Campuran disedot dengan pipet pasteur steril kemudian
diteteskan pada cawan petri steril (5 – 10 tetes per petri). Cawan petri
ditutup dengan parafilm selanjutnya kultur diletakkan pada ruang kultur dengan
suhu 25 C dan diberikan 16 jam penyinaran. Setiap 2 minggu ditambahkan
media baru ke bagian tetesan protoplasma tersebut.
c.
KULTUR
MERISTEM
Dalam kultur jaringan teknik kultur meristem melibatkan pemotongan bagian puncak tunas yang kemudian dikulturkan dalam suatu media, dan disinilah terjadi defenersiasi dan pertumbuhan sempurna tanaman.
Penyiapan jaringan steril tanaman utuh
• Potong bagian puncak tunas kecambah muda sepanjang 3-5 cm dari tanaman asalnya dengan pisau silet yang tajam.
• Hilangkan semua daun dan bilas dengan sempurna potongan puncak tunas tadi dengan etanol 70%.
• Celupkan dalam larutan natrium hipoklorit 7% atau dalam larutan pemutih 50% selam 5-10 menit. Ke dalam larutan desinfektan ini boleh ditambahkan Tween 20 atau Tween 80 (0,01%) untuk meningkatkan daya pembasahnya.
• Cuci 5-6 kali dengan air suling steril.
Bibit
• Rendam benih dalam air dan buang benih yang mengapung.
• Bilas benih dengan sempurna dalam larutan etanol 70%.
• Rendam benih dalam larutan pemutih 50% menggunakan labu Erlenmeyer 250 ml bertutup, lalu tempatkan pada pengocok selama 15-20 menit.
• Dekantasi, lalu cuci 4-5 kali dengan air suling streil untuk menghilangkan sisa desinfektan.
• Kecambahkan benih secara aseptik diatas 2-3 lapis kertas saring atau kertas penyerap dalam cawan petri. Tambahkan 5ml air suling untuk melembabkan kertas tersebut.
• Tempatkan 5-10 benih pada setiap cawan (tergantung besarnya), dan inkubasikan pada suhu kamar (19-210C). Dua sampai tiga hari setelah perkecambahan, meristem dapat di potong dari ujung tunas.
Dalam kultur jaringan teknik kultur meristem melibatkan pemotongan bagian puncak tunas yang kemudian dikulturkan dalam suatu media, dan disinilah terjadi defenersiasi dan pertumbuhan sempurna tanaman.
Penyiapan jaringan steril tanaman utuh
• Potong bagian puncak tunas kecambah muda sepanjang 3-5 cm dari tanaman asalnya dengan pisau silet yang tajam.
• Hilangkan semua daun dan bilas dengan sempurna potongan puncak tunas tadi dengan etanol 70%.
• Celupkan dalam larutan natrium hipoklorit 7% atau dalam larutan pemutih 50% selam 5-10 menit. Ke dalam larutan desinfektan ini boleh ditambahkan Tween 20 atau Tween 80 (0,01%) untuk meningkatkan daya pembasahnya.
• Cuci 5-6 kali dengan air suling steril.
Bibit
• Rendam benih dalam air dan buang benih yang mengapung.
• Bilas benih dengan sempurna dalam larutan etanol 70%.
• Rendam benih dalam larutan pemutih 50% menggunakan labu Erlenmeyer 250 ml bertutup, lalu tempatkan pada pengocok selama 15-20 menit.
• Dekantasi, lalu cuci 4-5 kali dengan air suling streil untuk menghilangkan sisa desinfektan.
• Kecambahkan benih secara aseptik diatas 2-3 lapis kertas saring atau kertas penyerap dalam cawan petri. Tambahkan 5ml air suling untuk melembabkan kertas tersebut.
• Tempatkan 5-10 benih pada setiap cawan (tergantung besarnya), dan inkubasikan pada suhu kamar (19-210C). Dua sampai tiga hari setelah perkecambahan, meristem dapat di potong dari ujung tunas.
Pemotongan ujung meristem
• Pemotongan harus dilakukan secara aseptik, sebaiknya dalam lemari aliran udara laminar. Dapat pula dilakukan dalam kondisi semi-steril, karena ujung meristem terlindung dalam banyak gulungan daun dan biasanya bebas dari pencemaran.
• Sterilkan perlengkapan yang digunakan (pisau, jarum dan pinset) dengan merendamnya dalam larutan etanol 70%, bilas dengan air suling dan keringkan dengan kertas saring atau kertas penyerap steril.
• Tindakan ini harus dilakukan setiap saat akan memulai pemotongan dan dilakukan sesering mungkin.
• Bersihkan mikroskop dan tempat pemotongan dengan etanol 70%.
• Peganglah pucuk tunas yang disucihamakan ini dengan pinset pada sebelah tangan di bawah mikroskop dengan pembesaran yang layak (10-50x).
• Hilangkan lapisan daun bagian luar dengan pisau steril yang tajam sampai puncak meristem terlihat. Di bawah mikroskop bagian ini terlihat mengkilat.
• Dengan pisau, buat 4 irisan pada dasar pucuk meristem masing-masing pada sudut yang benar, ambil hati-hati dan tanam segera pada medium agar. Pucuk meristem harus mengandung bagian jaringan prokambium. Daun primordia tidak perlu dihilangkan kecuali jika kultur dimaksudkan untuk menghilangkan virus sistemik.
• Inkubasikan tabung yang berisi meristem dalam lemari pertumbuhan. Sebaiknya lakukan juga uji kondisi pertumbuhan yang lain, misalnya 40 W.m-2 (cahaya lampu pijar), periode terang 16/8 jam pada suhu (beragam) berkisar antara 15-240C.
• Jika cikal terbentuk, biasanya setelah 4-6 minggu, pindahkan dari tabung reaksi, buang medium agar dari sistem akar di bawah air ledeng mengalir dan tanamkan dalam pot yang mengandung vermikulit atau perlit. Tanaman sebaiknya tetap ditutup dengan gelas piala atau kantung plastik sampai tumbuh mapan. Sirami tiap minggu dengan larutan hara Hoagland.
Kloning
• Kloning bisa dilakukan pada media padat maupun media cair.
• Untuk kloning menggunakan media cair, eksplan dimasukan ke dalam media lalu diletakkan ke dalam alat yang bernama shacker, digoyang selama 8-10 minggu
• Pada tanaman anggrek setelah 8-10 minggu, media akan berisi banyak plb (protocorm like bodies)
• Plb tersebut dapat dipindahkan ke dalam media padat
d. KULTUR EMBRIO
Pengertian dan Jenis Kultur Embrio
Kultur embrio adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa
embrio dari tanaman yang merupakan isolasi secara steril embrio matang
ataupun belum matang dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel.
Berdasarkan tujuan dan jenis embrio
yang dikulturkan, kultur embrio digolongkan menjadi:
1. Kultur Embrio Muda (Immature Embryo Culture)
Tujuan mengkulturkan embrio muda ini
adalah menanam embrio yang terdapat pada buah muda sebelum buah tersebut gugur
(mencegah kerusakan embrio akibat buah gugur) sehingga teknik ini disebut
sebagai Embryo Rescue (Penyelamatan Embrio). Kondisi seperti ini biasanya
sering dijumpai pada buah hasil persilangan, dimana absisi buah kerap kali
dijumpai setelah penyerbukan dan pembuahan.
2. Kultur Embryo Dewasa (Mature Embryo Culture)
Kultur embrio dewasa dilakukan
dengan membudidayakan embrio yang telah dewasa. Embrio ini diambil dari buah
yang telah masak penuh dengan tujuan merangsang perkecambahan dan menumbuhkan
embrio tersebut secara in-vitro. Teknik kultur ini umumnya dikenal dengan
sebutan Kultur Embrio (Embryo Culture).
Kultur embrio lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penyelamatan embrio.
Hal ini disebabkan karena embrio yang ditanam adalah embrio yang telah berkembang
sempurna sehingga media tanaman yang digunakan juga sangat sederhana.
Teknik
Kultur Embrio Belum Matang dan Embrio Matang
Pada dasarnya teknik untuk kultur
embrio belum matang dan embrio matang terbagi atas tiga macam, yaitu:
1. Sterilisasi
eksplan
Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril.
Hal ini disebabkan karena embrio berada di dalam buah (di dalam biji) yang
terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji yang berada di luar embrio,
antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji. Keadaan ini
menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan. Sterilisasi permukaan
perlu dilakukan pada buah ataupun biji untuk mensterilkan permukaan buah/biji
sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan. Karena
embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan dengan pembakaran buah/biji
atau dengan sterilan kimia seperti sodium
hypochlorite dengan konsentrasi cukup tinggi (>2 %).
2. Isolasi
dan penanaman embrio
Seringkali masalah timbul saat isolasi embrio terutama
untuk embrio berukuran kecil sehingga isolasinya harus dilakukan di bawah
mikroskop. Untuk embrio berukuran besar, isolasi embrio tidak menjadi masalah.
Isolasi harus dilakukan secara hati-hati agar embrio tidak rusak dan kehilangan
salah satu atau lebih bagian-bagiannya (radicula, plumula, hypocotil,
coleoptyl, dll). Selain itu harus tetap dijaga juga agar isolasi dilakukan
dalam kondisi tetap aseptis. Embrio yang telah diisolasi selanjutnya ditanam
pada media yang telah dipersiapkan. Media untuk pengecambahan embrio cukup
sederhana. Kebutuhan nutrisi di dalam media untuk pengecambahan embrio juga
lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk tujuan teknik kultur yang lain.
Pada prinsipnya media diperlukan untuk menggantikan peranan endosperm dalam
mendukung perkecambahan embrio dan perkembangan bibit muda mengingat embrio
yang ditanam umumnya telah memiliki radicula dan plumula. Media yang umum
digunakan untuk pengecambahan embrio adalah media Knudson dan Vacin & Went
(untuk anggrek), Media MS dalam ½ konsentrasi garam-garamnya. Dalam
pengecambahan embrio dewasa umumnya vitamin tidak ditambahkan dalam media,
namun sumber karbon tetap diperlukan meskipun dalam konsentrasi yang lebih
rendah (umumnya 20 g/l). Akan tetapi, dalam pengecambahan embrio muda diperlukan
media yang lebih kompleks. Perkembangan embrio muda perlu didukung pada awalnya
sehingga radicula dan plumula dapat berkembang sempurna sebelum embrio ini
berkecambah. Untuk itu, nutrisi yang lebih lengkap beserta vitamin seperti
nicotinic acid, biotin, vitamin C, vitamin B perlu ditambahkan pada media
kultur embrio muda ini. Hormon tanaman umumnya tidak ditambahkan dalam media
kultur embrio karena penambahan hormon tanaman kemungkinan dapat merangsang
terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya tidak diinginan pada kultur
embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk merangsang perkecambahan embrio.
Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio muda atau embrio yang mengalami
dormansi, penambahan giberellin dalam media kultur dapat dilakukan. Untuk pengecambahan
embrio umumnya digunakan media padat sehingga agar pada konsentrasi 0,8 sampai
1,6 % ditambahkan ke dalam media. Media cair kadangkala diperlukan untuk
pengecambahan, misalnya pada embrio kelapa. Kondisi pengecambahan ini
memodifikasi kondisi alamiah perkecambahan buah kelapa dimana nutrisi tersedia
dari endosperm yang cair yaitu berupa air kelapa. Apabila media cair digunakan
untuk pengecambahan, umumnya kultur ditempatkan di atas shaker (alat penggojok)
untuk menghindari kekurangan oksigen pada eksplan yang dapat menyebabkan
eksplan mati.
3. Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan
diperoleh plantlet yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi
untuk plantlet hasil regenerasi kultur embrio pada prinsipnya sama dengan
aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari teknik kultur jaringan lainnya.
Selain kultur embrio dan embrio rescue, terdapa pula beberapa tipe – tipe
kultur lain, yaitu: kultur kalus, kultur meristem, kultur suspensi sel, kultur
protoplas, kultur anther dan pollen, dan kultur spora paku.
Tujuan dan
Contoh Aplikasi Kultur Embrio
Kedua teknik ini (embryo culture dan
embryo rescue) dilakukan untuk berbagai tujuan, antara lain:
1. Mematahkan dormansi
Beberapa spesies tanaman memiliki masa dormansi yang
panjang, misalnya cherry, hazel nut, dll. Selain itu ada juga
beberapa jenis tanaman yang bisa menghasilkan biji namun tidak dapat
dikecambahkan secara normal di alam misalnya Musa balbislana. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka biji
tanaman ini dapat dikecambahkan secara invitro. Dormansi fisik dapat dipatahkan
dengan cara mengisolasi embrio dari biji lalu mengecambahkannya, sedangkan
dormansi fisiologis dapat dipecahkan dengan perlakuan kimia seperti penambahan
giberellin (GA3) ke dalam media kultur.
2.
Perkecambahan dari tanaman yang memerlukan bantuan/ parasit
Tanaman anggrek merupakan salah satu contoh tanaman
yang bijinya sangat sulit berkecambah di alam. Biji anggrek sangat kecil dan
memiliki endosperm yang sangat miskin sehingga tidak bisa mendukung
perkecambahan bijinya. Di alam, proses perkecambahan anggrek teresterrial
(tanah) diawali dengan simbiosis antara biji anggrek dengan jamur (mycorrizha)
dimana hifa jamur akan menembus kulit biji dan mensuplai makanan bagi biji
anggrek. Tanpa simbiosa ini, biji anggrek tidak memperoleh cukup bahan makanan
untuk perkecambahannya disebabkan karena endospermnya yang sangat kecil.
Meskipun anggrek epiphyt tidak memerlukan simbiosa ini, namun biji anggrek
epiphyt juga memiliki endosperm yang amat sangat kecil sehingga sulit
berkecambah secara alamiah. Dengan teknik kultur jaringan (embryo culture),
biji anggrek dikecambahkan secara invitro sehingga dewasa ini bisa diperoleh
bibit anggrek dengan mudah. Produksi bibit anggrek dewasa ini merupakan industri
yang berkembang sangat pesat dan menguntungkan. Teknik ini biasanya didahului
dengan persilangan untuk memperoleh silangan-silangan. Dalam setahun, ribuan
silangan baru anggrek bisa diperoleh. Masing-masing nursery biasanya memiliki
pohon induk dengan keunggulan yang berbeda sehingga dihasilkan beragam varietas
baru dengan bentuk dan warna bunga yang beragam.
3. Memperpendek siklus pemuliaan
tanaman
Dormansi biji dapat mengambat program pemuliaan
tanaman. Pemecahan dormansi dengan kultur embrio (embryo culture) merupakan
salah satu upaya untuk mempercepat perkecambahan biji hasil pemuliaan tanaman
sehingga bisa mempercepat proses pemuliaan tanaman.
4. Produksi tanaman
haploid lewat penyelamatan embrio hasil persilangan antar jenis tertentu.
Salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh
tanaman haploid adalah silangan antar spesies tertentu. Contohnya adalah
persilangan antara Hordeum vulgare dengan H. bulbosum. Setelah penyilangan yang
kemudian diikuti oleh pembuahan, kromosom H. bulbosum tereliminasi sehingga
hanya kromosom H. bulbosum yang terekspresi, sehingga dapat dihasilkan biji
haploid dari silangan ini. Sayangnya persilangan ini mengakibatkan embrio gugur
(buah gugur) sebelum buah tersebut dewasa. Hasil silangan ini (buah haploid)
tidak akan dapat diperoleh apabila buah muda tersebut tidak diselamatkan dengan
cara memanennya sebelum gugur lalu mengecambahkan embrio muda (teknik embryo
rescue) ini secara invitro.
5. Mencegah gugurnya
buah (embrio) pada buah
Gugurnya buah sebelum buah tersebut dewasa sangat umum
ditemukan pada persilangan. Berbagai macam faktor dapat menyebabkan buah
tersebut gugur sebelum masak. Pada persilangan buah-buah batu, transportasi air
dan hasil fotosintesa dari daun dan batang ke buah terhambat sehingga
mengakibatkan terbentuknya lapisan absisi pada tangkai buah. Akibatnya buah
tidak memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangannya sehingga buah
dengan embrio yang terbentuk gugur sebelum dewasa. Teknik embryo rescue umumnya
dilakukan untuk menyelamatkan hasil silangan ini dengan cara memanen buah muda
hasil persilangan sebelum buah gugur kemudian mengecambahkannya secara invitro.
6. Mencegah kehilangan
biji setelah persilangan (interspesific)
Persilangan antar varietas tanaman dalam satu spesies
seringkali menghasilkan buah dengan endosperm yang miskin atau embrio lemah dan
berukuran kecil. Biji-biji dengan kondisi demikian seringkali sulit sekali atau
tidak bisa dikecambahkan dalam kondisi normal. Teknik kultur embrio dapat
digunakan untuk membantu perkecambahannya. Hal ini telah dilakukan pada tomat,
padi, barley, dan phaseolus.
7. Perbanyakan vegetatif
Embrio dapat digunakan sebagai bahan dasar perbanyakan
vegetatif seperti misalnya pada Poaceae dan paku-pakuan (menggunakan spora).
Contoh aplikasi kultur embrio pada
kultur jaringan tanaman adalah Mikropropagasi (Perbanyakan tanaman secara
mikro), perbaikan tanaman, produksi tanaman yang bebas penyakit dan virus,
transformasi genetik, dan produksi metabolit senyawa skunder (Sumarsih, 2011).
Faktor yang
Mempengaruhi Teknik Kultur Embrio
1. Genotipe
Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh,
sementara pada tanaman lain agak lebih susah.
2. Tahap (stage) embrio
diisolasi
Pada tahapan yang lebih besar (lebih tinggi) lebih
baik jika dilakukan pengisolasian embrio.
3. Kondisi Tumbuhan
Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi
terkontrol. Embrio harus cukup besar dan berkualitas tinggi.
4. Kondisi Media
a. Terdapat hara makro dan
mikro yang menunjang pertumbuhan
b. pH 5.0 – 6.0c. Sukrosa
sebagai sumber energi. Embrio yang belum matang perlu 8– 12%,embrio matang
perlu 3%
c. Auksin dan sitokinin tidak
diperlukan. GA diperlukan untuk memecahkan dormansi
d. Vitamin (optional) untuk
keperluan siklus hidup
e. Pentingnya Senyawa organik
(opt), air kelapa, casein hydrolisate, glutamin untuk aktifitas dari teknik
kultur jaringan
5. Lingkungan
a. Menghendaki presentase
jumlah oksigen tinggi.
b. Cahaya yang dibutuhkan saat
kultur terkadang embrio perlu ditumbuhkan dalam gelap selama 14 hari,kemudian
ditransfer ke cahaya untuk merangsang sintesa klorofil
c. Biakan kultur embrio kadang
perlu perlakuan suhu dingin (vernalisasi, 40°C) untuk memecah dormansi
(Setiabudi, 2013).
Perkembangan
embrio somatik secara in vitro, tergantung pada nutrisi dalam media:Fase pro-embrio:
berupa kelompok jaringanmeristematik.Fase
globular: berupa sel yang membesar.Fase hati: berupa pembesaran sel globular
yangbercuping 2-3 buah.Fase torpedo:
merupakan pembesaran dariembriobentuk hati.Fase pendewasaan: embrio
memanjang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Kultur Protoplasma Dan
Fusi Protoplasma. http://www.e-learning.unram.ac.id.
Hendaryono,D.
P. S. Dan Ari. W., 2004. Teknik Kultur
Jaringan-Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern,
Kanisius, Yogyakarta.
Hapsari, C. 2003. Pengaruh Jenis
Gula Medium Terhadap Perkembangan Awal Protoplas Kacang Hijau (Vigna radiata
(l.) Wilczek) Dengan Perlakuan Awal Preplasmolisis. http://www.digilib.bi.itb.ac.id
Purwito, A. 1999. Fusi Protoplas
Intra Dan Interspesies Pada Tanaman Kentang .Disertasi Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rahardja, D.
C. 2001. Kultur Jaringan, Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rostini, N.
1999.Diktat Kuliah Pengantar Bioteknologi
Dalam Pemuliaan Tanaman.Bandung :Fakultas Pertanian, Universitas
Pedjadjaran.
Sukmadjaja, D., Novianti S., Endang
G., Ika R., Tintin S. 2007. Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi http://biogen.litbang-deptan.co.id
No comments:
Post a Comment