Wednesday, October 28, 2015

DIAGRAM PROFILE ARBORETUM UNPAD


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hutan ialah suatu kelompok pohon-pohonan (vegetasi) yang cukup luas dan cukup rapat, sehingga dapat menciptakan iklim mikro (micro-climate) sendiri. Vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang menutupi suatu daerah. Struktur vegetasi di bagi menjadi 3 kategori (Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1988) :
1.      Struktur vertical, berupa stratifikasi lapisan kanopi
2.      Struktur horizontal, berupa distribusi spesies penyusunnya
3.      Struktur kuantitatif, mengenai kelimpahan tiap spesies dalam komunitas

Secara umum struktur tampakan lapisan atas (layers) tiap-tiap tipe hutan di satu lokasi akan berbeda, demikian pula antar lokasi yang berbeda. Pada kenyataannya, struktur komunitas atau tegakan mempunyai tampilan karakteristik berbeda-beda menurut lokasi dan daerahnya. Diagram profil merupakan gambaran yang digunakan untuk membuat deskripsi tentang klasifikasi hutan tropis. Diagram ini digunakan untuk menggambarkan variasi tipe formasi di sepanjang gradient lingkungan yang utama, di samping itu juga digunakan untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasi komunitas tumbuhan secara individual (Kimmins, 1987).
Kanopi/tajuk hutan merupakan factor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan (Walters dan Reich, 1997; Fahey dkk., 1998).
Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/penampakan anak pohon (Clark dan Clark, 1991; Kobe dkk., 1995).
Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan (Latham, 1992; Pacala dkk., 1996).
Metode tertua dan paling banyak digunakan untuk mengkaji stratifikasi/arsitektur kanopi adalah diagram profil hutan secara vertikal dan horizontal (Baker dan Wilson, 2000).
Diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot, biasanya dengan panjang 40-70 m dan lebar 10 m, tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi setiap pohon,digambar arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi, diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi kanopi ke tanah. Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan,sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan kualitatif (Aumeeruddy, 1994; Baker dan Wilson, 2000).
Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil hutan (Grubb dkk., 1963; Ashton dan Hall, 1992).

Stratifikasi
Didalam masyarakat tumbuh-tumbuhan, seperti hutan, terjadi persaingan antara individu-individu dari suatu jenis (species) atau berbagai jenis, jika mereka mempunyai kebutuhan yang sama, misalnya dalam hal hara mineral tanah, air cahaya dan ruang. Hutan hujan tropika terkenal karena adanya perlapisan atau stratifikasi.Ini berarti bahwa populasi campuran didalamnya disusun pada arah vertical dengan jarak teratur secara tak-sinambung. Meskipun ada beberapa keragaman yang perlu diperhatikan kemudian, hutan menampilkan tiga lapisan pohon yaitu:
a.       Lapisan paling atas (tingkat-A) terdiri dari pepohonan setinggi 30 – 45 m dengan tajuk yang diskontinyu
b.      Lapisan pepohonan kedua (tingkat-B) terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 18 – 27 m dengan tajuk yang kontinyu sehingga membentuk kanopi
c.       Lapisan pepohonan ketiga (tingkat-C), terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 8 – 14 m cenderung membentuk lapisan yang rapat.Selain lapisan pepohonan juga terdapat semak belukar yang ketinggiannya kurang dari 10 m dan yang terakhir adalah lapisan terna yang terdiri dari tetumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah dari pepohonan yang lebih besar dari bagian atas, atau spesies terna (Ewusie 1990).

Soerianegara dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa didalam masyarakat hutan, sebagai akibat persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas mengalahkan pohon-pohon yang lebih rendah, merupakan pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan. Hutan hujan tropika terkenal karena  stratifikasinya. Ini berarti bahwa populasi campuran didalamnya tesusun secara vertikal dengan jarak teratur secara tak-sinambung (Ewusie , 1990).

Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan misalnya sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1988) :
a. Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas. Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.
b. Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang pohon biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran)
c. Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinyu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil,banyak bercabang.
d. Stratum D : Lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 m.
e. Stratum E : Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.




3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
           
Teknik pengumpulan data pada diagram profil kali ini adalah dengan menggunakan teknik survey ke beberapa lokasi yang cukup dapat mewakili keadaan struktur dan stratifikasi tumbuhan pada daerah tersebut.

3.3.2 Tata Cara Pengumpulan Data
           
1.      Lakukan pengamatan pada daerah akan dibuat diagram profil secara menyeluruh sehingga diketahui gambaran umum dan komposisi komunitasnya.
2.      Tentukan lokasi yang dianggap akan mewakili daerah tersebut.
3.      Lakukan pengamatan didalam 3 plot yang berukuran 10 x 10 m pada transek yang telah di buat sebelumnya.
4.      Dicatat nama spesies maupun nama daerah dari tanaman yang berupa pohon maupun semak herba dan lainnya yang terdapat pada plot.
5.      Ukurlah DBH dengan menggunakan meteran, dengan mengukur pada ketinggian setara dada orang yang mengukurnya.
6.      Ukurlah tinggi pohon dan panjang percabangan pertamanya.
tinggi pohon = x + z
tinggi cabang pohon = y + z
x = tinggi dari tanah sampai mata pembidik
Tinggi pohon diukur dengan menggunakan busur protaktor yang diberi bandulan untuk meluruskannya, dan bandul harus berada di titik garis 0 derajat, lalu dilihat dari kejauhan ujung pohon berada pada derajat keberapa (sebagai cos α)
            Dihitung dengan rumus : cos α x jarak dari pengamat ke pohon (m).
7.      Di catatlah jarak absis dan ordina dari lokasi pohon yang terdapat pada plot dengan mengukur menggunakan meteran.
8.      Dilihat penutupan kanopi dari pohon yaitu jarak ke kanan, kiri, depan, belakang dari titik pohon yang diemukan dan tidak lupa diperhatikan tajuk pohon lebih condong ke arah mana.
9.      Setelah semua dicatat kemudian dibuat diagram profil secara keseluruhan baik secara horizontal maupun vertikal pada kertas milimeter blok.
10.  Ambil data fisik lapangan, kemiringan lereng, penutupan, ketebalan sersah dan lainnya.
3.4  Analis Data
            Untuk mengetahui indeks kesamaan komunitas dipergunakan rumus dari Indeks sorensen berikut ini :

 Iss = 2 c  x 100%
         a+b
Keterangan :
ISs  = Indeks kesamaan
A   =  jumlah jenis pada lokasi pertama
B   =  jumlah jenis pada lokasi kedua
C   =  jumlah jenis yang ada pada kedua lokasi

Jika nilai ISs > 50% maka pada daerah tersebut memiliki kesamaan komunitas.

Jika nilai ISs > 50% maka pada daerah tersebut ada perbedaan komunitas atau bahkan tidak memiliki kesamaan komunitas.

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
           
Teknik pengumpulan data pada diagram profil kali ini adalah dengan menggunakan teknik survey ke beberapa lokasi yang cukup dapat mewakili keadaan struktur dan stratifikasi tumbuhan pada daerah tersebut.

3.3.2 Tata Cara Pengumpulan Data
           
1.      Lakukan pengamatan pada daerah akan dibuat diagram profil secara menyeluruh sehingga diketahui gambaran umum dan komposisi komunitasnya.
2.      Tentukan lokasi yang dianggap akan mewakili daerah tersebut.
3.      Lakukan pengamatan didalam 3 plot yang berukuran 10 x 10 m pada transek yang telah di buat sebelumnya.
4.      Dicatat nama spesies maupun nama daerah dari tanaman yang berupa pohon maupun semak herba dan lainnya yang terdapat pada plot.
5.      Ukurlah DBH dengan menggunakan meteran, dengan mengukur pada ketinggian setara dada orang yang mengukurnya.
6.      Ukurlah tinggi pohon dan panjang percabangan pertamanya.
tinggi pohon = x + z
tinggi cabang pohon = y + z
x = tinggi dari tanah sampai mata pembidik
Tinggi pohon diukur dengan menggunakan busur protaktor yang diberi bandulan untuk meluruskannya, dan bandul harus berada di titik garis 0 derajat, lalu dilihat dari kejauhan ujung pohon berada pada derajat keberapa (sebagai cos α)
            Dihitung dengan rumus : cos α x jarak dari pengamat ke pohon (m).
7.      Di catatlah jarak absis dan ordina dari lokasi pohon yang terdapat pada plot dengan mengukur menggunakan meteran.
8.      Dilihat penutupan kanopi dari pohon yaitu jarak ke kanan, kiri, depan, belakang dari titik pohon yang diemukan dan tidak lupa diperhatikan tajuk pohon lebih condong ke arah mana.
9.      Setelah semua dicatat kemudian dibuat diagram profil secara keseluruhan baik secara horizontal maupun vertikal pada kertas milimeter blok.
10.  Ambil data fisik lapangan, kemiringan lereng, penutupan, ketebalan sersah dan lainnya.
3.4  Analis Data
            Untuk mengetahui indeks kesamaan komunitas dipergunakan rumus dari Indeks sorensen berikut ini :

 Iss = 2 c  x 100%
         a+b
Keterangan :
ISs  = Indeks kesamaan
A   =  jumlah jenis pada lokasi pertama
B   =  jumlah jenis pada lokasi kedua
C   =  jumlah jenis yang ada pada kedua lokasi

Jika nilai ISs > 50% maka pada daerah tersebut memiliki kesamaan komunitas.

Jika nilai ISs > 50% maka pada daerah tersebut ada perbedaan komunitas atau bahkan tidak memiliki kesamaan komunitas.



BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4. 1. Hasil
4. 1. 1. Data Fisik
Temperatur lembab,intensitas cahaya cukup,
Tabel data hasil Pengamatan pada Daerah Pengamatan
 



Dapat diketahui bahwa kita belum mendata semua jenis yang ada di Zona tersebut yang bersangkutan
4.2. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik lokasi pengamatan sehingga dapat dianalisis. Maksud dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan gambaran profil dari struktur vegetasi lokasi pengamatan baik secara vertikal maupun horizontal. Praktikum dilaksanakan pada  6 November 2012 pukul 09.00 WIB di Zona Tanaman Industri Pohon Jati Arboretum Unpad Jatinangor.
Pengamatan dilakukan pada tiga buah plot yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya. Gambaran umum lapangan diketahui bahwa area didominasi oleh Tithonia diversifolia untuk kategori semak dan Jati pada kategori Tiang, sementara jenis lain yang dapat menyesuaikan diri adalah jenis polong Centrosem apubescens yang mampu bertahan dan tumbuh di tempat tersebut. Sementara jenis lain ada didalam plot dengan nilai dominansi yang kecil. Pohon jati menumpukan seresahnya sehingga ketebalan seresah menghambat pertumbuhan vegetasi dibawahnya, Semak Tithonia diversifolia menghalangi cahaya untuk menembus tanah secara langsung yang menghambat biji/benih lain dari masa dormansinya.
Sementara itu jenis biotik yang terdapat di sekitar daerah lokasi adalah bajing, Bondol Jawa, Cekakak, dan Tekukur. Sementara serangga didominansi oleh serangga permukaan tanah dengan sedikit dari Lepidoptera yang berada dilokasi.
Diagram profil merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis vegetasi dillihat secara struktur vertikal dan horizontal. Struktur vertikal digunakan untuk melihat komposisi tegakan yang ada dalam plot pengamatan. Sedangkan struktur horizontal digunakan untuk melihat penutupan kanopi dari setiap individu yang ada dalam plot pengamatan. Agar memudahkan dalam mendapatkan gambaran mengenai lokasi pengamatan, dilakukan beberapa pengukuran terhadap setiap individu, antara lain; DBH, posisi tanaman terhadap sumbu x dan sumbu y, penutupan kanopi, TPP (Tinggi Percabangan Pertama), dan TP (Tinggi pohon).
Dalam praktikum ini, stratifikasi tumbuhan menurut Ewusie digunakan untuk mengklasifikasikan tumbuhan berdasarkan ketinggian. Berdasarkan hasil yang didapat, tumbuhan/tanaman pada semua plot di lokasi pengamatan tergolong ke dalam stratum C dan D, dimana stratum C merupakan tumbuhan yang memiliki ketinggian 5-15 meter dan stratum D merupakan tumbuhan yang ketinggiannya kurang dari 5 meter.
Pada plot 1, Tectona grandis adalah spesies yang memiliki nilai ketinggian paling besar, yaitu 12,1 meter dan tergolong ke dalam stratum C. Tumbuhan-tumbuhan yang berada di plot 1 memiliki tajuk yang kontinyu. . Penutupan kanopi yang terbesar dimiliki oleh  Delonix regia diantara tumbuhan-tumbuhan yang ada di plot 1. Delonix regia  tergolong stratum C. Tumbuhan yang tergolong Stratum C dan D cukup berimbang di plot 1. Tumbuhan yang tergolong stratum C yang lainnya yaitu, Pterocarpus indicus dan Fvcus lyrata. Sedangkan yang tergolong stratum D yaitu Bixa orellana, Crescentia cujete, Cinamomum sp, Lantana camara, dan spesies A yang belum diketahui nama spesiesnya.  ,
Pada plot 2, tumbuhan yang tertinggi adalah Spesies B dengan tinggi 11,69 meter dan tergolong ke dalam stratum C. Pada Plot 2. Tumbuhan yang tergolong stratum D mendominasi seperti Baringtonia asiatica, Ceiba petandra, Syzigium sp, dan tumbuhan lainnya. Penutupan tajuk kontinyu. Penutupan kanopi yang paling besar dimiliki oleh spesies B yang belum teridentifikasi spesiesnya dan tergolong stratum C.
 Pada plot 3, tumbuhan yang tertinggi adalah Spesies D dengan tinggi 11,9 meter dan tergolong juga ke dalam stratum C. Komposisi tegakan yang ada pada plot 3 paling sedikit diantara kedua plot sebelumnya. Penutupan kanopi terbesar di plot 3 dimiliki oleh Toona sureni yang tergolong kedalam stratum C.
Penutupan tajuk dan kanopi di tanaman langka rata-rata memiliki penutupan yang besar sehingga mengakibatkan intensitas cahaya yang diterima di tempat ini lebih sedikit daripada di blok-blok lain. Hal ini mempengaruhi tumbuhan bawah yang berada pada lokasi ini.
Diketahui, analisis vegetasi menurut Ewusie (1990) terbagi menjadi dua golongan yaitu ciri kualitatif dan kuantitatifnya. Ciri kuantitatifnya sebagaimana terlampir dalam Tabel 1 dimana dapat diperoleh kerapatan, kepadatan serta penutupannya. Apabila dilakukan perbandingan antara ketiga plot, maka plot 2 memiliki nilai kepadatan yang paling tinggi, dimana dalam area 10x10 meter tersebut jumlah spesiesnya paling banyak, disusul kemudian plot 1 lalu plot 3.
Diagram profil menggambarkan pelapisan tajuk dari tiap jenis pohon dan melukiskannya secara detil ruang vertikal dan horizontal antar jenis. Diagram profil digambar pada kertas milimeter blok, dengan menggunakan perbandingan 1:100 dimana 1 cm pada gambar mewakili 1 m pada kondisi sesungguhnya. Gambar diagram profil merupakan perwakilan dari struktur vegetasi secara horizontal dan vertikal. Berdasarkan penutupan tajuk, plot yang hampir tertutupi oleh kanopi secara keseluruhan adalah plot 3. Namun jika dilihat kerapatannya, plot yang


DAFTAR PUSTAKA

Ashton, P.S., and P. Hall. 1992. Comparisons of structure among mixed dipterocarp forests of north-western Borneo. Journal of Ecology 80: 459-481.

Aumeeruddy, Y. 1994. Local Representations and Management of Agroforests on the Periphery of Kerinci Seblat National Park, Sumatra,Indonesia, People and Plants Working Paper 3. Paris: UNESCO.

Baker, P.J. and J.S. Wilson. 2000. A quantitative technique for the identification of canopy stratifikasi in tropical and temperate forests.Forest Ecology and Management 127: 77-86
.
Clark, D.A. dan D.B. Clark. 1995. The impact of physical damage on canopy tree regeneration in tropical rain forests. Journal of Ecology 79: 447-457.

Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB.

Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. The University of British Columbia.Mac.Millan Publishing Company,New York.

Latham, R.E. 1992. Co-occurring tree species change rank in seedling performance with resources varied experimentally. Ecology 73: 2129-2144.

Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1988. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Walters, M.B., and P.B. Reich, 1997. Growth of Acer saccharum seedlings in deeply shaded understories of northern Wisconsin: effects of nitrogen and water. Canadian Journal of Forest Research 27: 237-247.











No comments:

Post a Comment