BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
ialah suatu kelompok pohon-pohonan (vegetasi) yang cukup luas dan cukup rapat,
sehingga dapat menciptakan iklim mikro (micro-climate) sendiri. Vegetasi
adalah masyarakat tumbuhan yang menutupi suatu daerah. Struktur vegetasi di
bagi menjadi 3 kategori (Soerianegara,
I dan A. Indrawan. 1988) :
1.
Struktur vertical, berupa stratifikasi
lapisan kanopi
2.
Struktur horizontal, berupa distribusi
spesies penyusunnya
3.
Struktur kuantitatif, mengenai
kelimpahan tiap spesies dalam komunitas
Secara
umum struktur tampakan lapisan atas (layers) tiap-tiap tipe hutan di satu
lokasi akan berbeda, demikian pula antar lokasi yang berbeda. Pada
kenyataannya, struktur komunitas atau tegakan mempunyai tampilan karakteristik
berbeda-beda menurut lokasi dan daerahnya. Diagram profil merupakan gambaran
yang digunakan untuk membuat deskripsi tentang klasifikasi hutan tropis.
Diagram ini digunakan untuk menggambarkan variasi tipe formasi di sepanjang
gradient lingkungan yang utama, di samping itu juga digunakan untuk
mendeskripsikan dan mengklasifikasi komunitas tumbuhan secara individual (Kimmins,
1987).
Kanopi/tajuk
hutan merupakan factor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi
penetrasi cahaya ke lantai hutan (Walters dan Reich, 1997; Fahey dkk., 1998).
Keberhasilan
sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/penampakan anak
pohon (Clark dan Clark, 1991; Kobe dkk., 1995).
Variasi
ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam
memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan
(Latham, 1992; Pacala dkk., 1996).
Metode
tertua dan paling banyak digunakan untuk mengkaji stratifikasi/arsitektur kanopi
adalah diagram profil hutan secara vertikal dan horizontal (Baker dan Wilson,
2000).
Diagram
profil hutan dibuat dengan meletakkan plot, biasanya dengan panjang 40-70 m dan
lebar 10 m, tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi setiap pohon,digambar
arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi, diameter setinggi
dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi kanopi ke tanah.
Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan,sehingga
dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan kualitatif
(Aumeeruddy, 1994; Baker dan Wilson, 2000).
Dalam
kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai
pelengkap diagram profil hutan (Grubb dkk., 1963; Ashton dan Hall, 1992).
Stratifikasi
Didalam
masyarakat tumbuh-tumbuhan, seperti hutan, terjadi persaingan antara
individu-individu dari suatu jenis (species) atau berbagai jenis, jika mereka
mempunyai kebutuhan yang sama, misalnya dalam hal hara mineral tanah, air
cahaya dan ruang. Hutan hujan tropika terkenal karena adanya perlapisan atau
stratifikasi.Ini berarti bahwa populasi campuran didalamnya disusun pada arah vertical
dengan jarak teratur secara tak-sinambung. Meskipun ada beberapa keragaman yang
perlu diperhatikan kemudian, hutan menampilkan tiga lapisan pohon yaitu:
a. Lapisan
paling atas (tingkat-A) terdiri dari pepohonan setinggi 30 – 45 m dengan tajuk
yang diskontinyu
b. Lapisan
pepohonan kedua (tingkat-B) terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 18 –
27 m dengan tajuk yang kontinyu sehingga membentuk kanopi
c. Lapisan
pepohonan ketiga (tingkat-C), terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 8 –
14 m cenderung membentuk lapisan yang rapat.Selain lapisan pepohonan juga
terdapat semak belukar yang ketinggiannya kurang dari 10 m dan yang terakhir
adalah lapisan terna yang terdiri dari tetumbuhan yang lebih kecil yang merupakan
kecambah dari pepohonan yang lebih besar dari bagian atas, atau spesies terna
(Ewusie 1990).
Soerianegara
dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa didalam masyarakat hutan, sebagai akibat
persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain.
Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas mengalahkan pohon-pohon yang
lebih rendah, merupakan pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang
bersangkutan. Hutan hujan tropika terkenal karena stratifikasinya. Ini berarti bahwa populasi
campuran didalamnya tesusun secara vertikal dengan jarak teratur secara
tak-sinambung (Ewusie , 1990).
Stratifikasi
tajuk dalam hutan hujan misalnya sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan
1988) :
a. Stratum A :
Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas.
Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas
cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada
waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu
naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang
cukup banyak.
b. Stratum B :
Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang
pohon biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi.
Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran)
c. Stratum C :
Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinyu. Pohon-pohon
dalam stratum ini rendah, kecil,banyak bercabang.
d. Stratum D :
Lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 m.
e. Stratum E :
Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.
3.3.1 Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada diagram profil kali ini adalah dengan
menggunakan teknik survey ke beberapa lokasi yang cukup dapat mewakili keadaan
struktur dan stratifikasi tumbuhan pada daerah tersebut.
3.3.2 Tata Cara Pengumpulan
Data
1. Lakukan pengamatan pada daerah akan dibuat
diagram profil secara menyeluruh sehingga diketahui gambaran umum dan komposisi
komunitasnya.
2. Tentukan lokasi yang dianggap akan
mewakili daerah tersebut.
3. Lakukan pengamatan didalam 3 plot yang berukuran
10 x 10 m pada transek yang telah di buat sebelumnya.
4. Dicatat nama spesies maupun nama daerah
dari tanaman yang berupa pohon maupun semak herba dan lainnya yang terdapat
pada plot.
5. Ukurlah DBH dengan menggunakan meteran,
dengan mengukur pada ketinggian setara dada orang yang mengukurnya.
6. Ukurlah tinggi pohon dan panjang
percabangan pertamanya.
tinggi pohon = x + z
tinggi cabang pohon = y + z
x = tinggi dari tanah sampai mata pembidik
Tinggi pohon diukur dengan menggunakan busur
protaktor yang diberi bandulan untuk meluruskannya, dan bandul harus berada di
titik garis 0 derajat, lalu dilihat dari kejauhan ujung pohon berada pada
derajat keberapa (sebagai cos α)
Dihitung
dengan rumus : cos α x
jarak dari pengamat ke pohon (m).
7. Di catatlah jarak
absis dan ordina dari lokasi pohon yang terdapat pada plot dengan mengukur
menggunakan meteran.
8. Dilihat penutupan
kanopi dari pohon yaitu jarak ke kanan, kiri, depan, belakang dari titik pohon
yang diemukan dan tidak lupa diperhatikan tajuk pohon lebih condong ke arah mana.
9. Setelah semua
dicatat kemudian dibuat diagram profil secara keseluruhan baik secara
horizontal maupun vertikal pada kertas milimeter blok.
10. Ambil data fisik
lapangan, kemiringan lereng, penutupan, ketebalan sersah dan lainnya.
3.4 Analis Data
Untuk mengetahui indeks kesamaan
komunitas dipergunakan rumus dari Indeks sorensen berikut ini :
Iss = 2 c x 100%
a+b
Keterangan :
ISs = Indeks kesamaan
A = jumlah
jenis pada lokasi pertama
B =
jumlah jenis pada lokasi kedua
C =
jumlah jenis yang ada pada kedua lokasi
Jika nilai ISs
> 50% maka pada daerah tersebut memiliki kesamaan komunitas.
Jika nilai ISs
> 50% maka pada daerah tersebut ada perbedaan komunitas atau bahkan tidak
memiliki kesamaan komunitas.
3.3.1 Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada diagram profil kali ini adalah dengan
menggunakan teknik survey ke beberapa lokasi yang cukup dapat mewakili keadaan
struktur dan stratifikasi tumbuhan pada daerah tersebut.
3.3.2 Tata Cara Pengumpulan
Data
1. Lakukan pengamatan pada daerah akan dibuat
diagram profil secara menyeluruh sehingga diketahui gambaran umum dan komposisi
komunitasnya.
2. Tentukan lokasi yang dianggap akan
mewakili daerah tersebut.
3. Lakukan pengamatan didalam 3 plot yang berukuran
10 x 10 m pada transek yang telah di buat sebelumnya.
4. Dicatat nama spesies maupun nama daerah
dari tanaman yang berupa pohon maupun semak herba dan lainnya yang terdapat
pada plot.
5. Ukurlah DBH dengan menggunakan meteran,
dengan mengukur pada ketinggian setara dada orang yang mengukurnya.
6. Ukurlah tinggi pohon dan panjang
percabangan pertamanya.
tinggi pohon = x + z
tinggi cabang pohon = y + z
x = tinggi dari tanah sampai mata pembidik
Tinggi pohon diukur dengan menggunakan busur
protaktor yang diberi bandulan untuk meluruskannya, dan bandul harus berada di
titik garis 0 derajat, lalu dilihat dari kejauhan ujung pohon berada pada
derajat keberapa (sebagai cos α)
Dihitung
dengan rumus : cos α x
jarak dari pengamat ke pohon (m).
7. Di catatlah jarak
absis dan ordina dari lokasi pohon yang terdapat pada plot dengan mengukur
menggunakan meteran.
8. Dilihat penutupan
kanopi dari pohon yaitu jarak ke kanan, kiri, depan, belakang dari titik pohon
yang diemukan dan tidak lupa diperhatikan tajuk pohon lebih condong ke arah mana.
9. Setelah semua
dicatat kemudian dibuat diagram profil secara keseluruhan baik secara
horizontal maupun vertikal pada kertas milimeter blok.
10. Ambil data fisik
lapangan, kemiringan lereng, penutupan, ketebalan sersah dan lainnya.
3.4 Analis Data
Untuk mengetahui indeks kesamaan
komunitas dipergunakan rumus dari Indeks sorensen berikut ini :
Iss = 2 c x 100%
a+b
Keterangan :
ISs = Indeks kesamaan
A = jumlah
jenis pada lokasi pertama
B =
jumlah jenis pada lokasi kedua
C =
jumlah jenis yang ada pada kedua lokasi
Jika nilai ISs
> 50% maka pada daerah tersebut memiliki kesamaan komunitas.
Jika nilai ISs
> 50% maka pada daerah tersebut ada perbedaan komunitas atau bahkan tidak
memiliki kesamaan komunitas.
BAB
IV
HASIL
& PEMBAHASAN
4.
1. Hasil
4. 1. 1. Data Fisik
Temperatur
lembab,intensitas cahaya cukup,
Tabel data hasil
Pengamatan pada Daerah Pengamatan
Dapat diketahui bahwa kita belum mendata semua
jenis yang ada di Zona tersebut yang bersangkutan
4.2. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran karakteristik lokasi pengamatan sehingga dapat dianalisis. Maksud
dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan gambaran profil dari struktur
vegetasi lokasi pengamatan baik secara vertikal maupun horizontal. Praktikum
dilaksanakan pada 6 November 2012 pukul
09.00 WIB di Zona Tanaman Industri Pohon Jati Arboretum Unpad Jatinangor.
Pengamatan
dilakukan pada tiga buah plot yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya.
Gambaran umum lapangan diketahui bahwa area didominasi oleh Tithonia
diversifolia untuk kategori semak dan Jati pada kategori Tiang, sementara jenis
lain yang dapat menyesuaikan diri adalah jenis polong Centrosem apubescens yang
mampu bertahan dan tumbuh di tempat tersebut. Sementara jenis lain ada didalam
plot dengan nilai dominansi yang kecil. Pohon jati menumpukan seresahnya
sehingga ketebalan seresah menghambat pertumbuhan vegetasi dibawahnya, Semak
Tithonia diversifolia menghalangi cahaya untuk menembus tanah secara langsung
yang menghambat biji/benih lain dari masa dormansinya.
Sementara
itu jenis biotik yang terdapat di sekitar daerah lokasi adalah bajing, Bondol
Jawa, Cekakak, dan Tekukur. Sementara serangga didominansi oleh serangga
permukaan tanah dengan sedikit dari Lepidoptera yang berada dilokasi.
Diagram
profil merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis vegetasi
dillihat secara struktur vertikal dan horizontal. Struktur vertikal digunakan
untuk melihat komposisi tegakan yang ada dalam plot pengamatan. Sedangkan
struktur horizontal digunakan untuk melihat penutupan kanopi dari setiap
individu yang ada dalam plot pengamatan. Agar memudahkan dalam mendapatkan
gambaran mengenai lokasi pengamatan, dilakukan beberapa pengukuran terhadap
setiap individu, antara lain; DBH, posisi tanaman terhadap sumbu x dan sumbu y, penutupan kanopi, TPP (Tinggi Percabangan Pertama), dan TP
(Tinggi pohon).
Dalam
praktikum ini, stratifikasi tumbuhan menurut Ewusie digunakan untuk
mengklasifikasikan tumbuhan berdasarkan ketinggian. Berdasarkan hasil yang
didapat, tumbuhan/tanaman pada semua plot di lokasi pengamatan tergolong ke
dalam stratum C dan D, dimana stratum C merupakan tumbuhan yang memiliki
ketinggian 5-15 meter dan stratum D merupakan tumbuhan yang ketinggiannya
kurang dari 5 meter.
Pada plot 1, Tectona grandis adalah
spesies yang memiliki nilai ketinggian paling besar, yaitu 12,1 meter dan
tergolong ke dalam stratum C. Tumbuhan-tumbuhan yang berada di plot 1 memiliki tajuk yang
kontinyu. . Penutupan kanopi yang terbesar dimiliki oleh Delonix regia diantara tumbuhan-tumbuhan yang
ada di plot 1. Delonix regia tergolong
stratum C. Tumbuhan yang tergolong Stratum C dan D cukup berimbang di plot 1.
Tumbuhan yang tergolong stratum C yang lainnya yaitu, Pterocarpus indicus dan Fvcus
lyrata. Sedangkan yang tergolong stratum D yaitu Bixa orellana, Crescentia
cujete, Cinamomum sp, Lantana camara, dan spesies A yang belum diketahui nama
spesiesnya. ,
Pada plot 2, tumbuhan yang tertinggi adalah Spesies B dengan tinggi 11,69
meter dan tergolong ke dalam stratum C. Pada Plot 2. Tumbuhan yang tergolong stratum D mendominasi seperti
Baringtonia asiatica, Ceiba petandra, Syzigium sp, dan tumbuhan lainnya. Penutupan tajuk kontinyu.
Penutupan kanopi yang paling besar dimiliki oleh spesies B yang belum
teridentifikasi spesiesnya dan tergolong stratum C.
Pada plot 3, tumbuhan yang tertinggi adalah
Spesies D dengan tinggi 11,9 meter dan tergolong juga ke dalam stratum C. Komposisi tegakan yang ada
pada plot 3 paling sedikit diantara kedua plot sebelumnya. Penutupan kanopi
terbesar di plot 3 dimiliki oleh Toona
sureni yang tergolong kedalam stratum C.
Penutupan tajuk dan kanopi
di tanaman langka rata-rata memiliki penutupan yang besar sehingga
mengakibatkan intensitas cahaya yang diterima di tempat ini lebih sedikit
daripada di blok-blok lain. Hal ini mempengaruhi tumbuhan bawah yang berada
pada lokasi ini.
Diketahui, analisis vegetasi menurut Ewusie (1990) terbagi menjadi dua
golongan yaitu ciri kualitatif dan kuantitatifnya. Ciri kuantitatifnya
sebagaimana terlampir dalam Tabel 1 dimana dapat diperoleh kerapatan, kepadatan
serta penutupannya. Apabila dilakukan perbandingan antara ketiga plot, maka
plot 2 memiliki nilai kepadatan yang paling tinggi, dimana dalam area 10x10
meter tersebut jumlah spesiesnya paling banyak, disusul kemudian plot 1 lalu
plot 3.
Diagram profil menggambarkan pelapisan tajuk dari tiap jenis pohon dan
melukiskannya secara detil ruang vertikal dan horizontal antar jenis. Diagram
profil digambar pada kertas milimeter blok, dengan menggunakan perbandingan
1:100 dimana 1 cm pada gambar mewakili 1 m pada kondisi sesungguhnya. Gambar
diagram profil merupakan perwakilan dari struktur vegetasi secara horizontal
dan vertikal. Berdasarkan penutupan tajuk, plot yang hampir tertutupi oleh
kanopi secara keseluruhan adalah plot 3. Namun jika dilihat kerapatannya, plot
yang
DAFTAR
PUSTAKA
Ashton, P.S.,
and P. Hall. 1992. Comparisons of structure among mixed dipterocarp forests of
north-western Borneo. Journal of Ecology 80: 459-481.
Aumeeruddy, Y.
1994. Local Representations and Management of Agroforests on the Periphery
of Kerinci Seblat National Park, Sumatra,Indonesia, People and Plants
Working Paper 3. Paris: UNESCO.
Baker, P.J. and
J.S. Wilson. 2000. A quantitative technique for the identification of canopy
stratifikasi in tropical and temperate forests.Forest Ecology and Management
127: 77-86
.
Clark, D.A. dan
D.B. Clark. 1995. The impact of physical damage on canopy tree regeneration in
tropical rain forests. Journal of Ecology 79: 447-457.
Ewusie,
J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB.
Kimmins, J.P.
1987. Forest Ecology. The University of British Columbia.Mac.Millan Publishing
Company,New York.
Latham, R.E.
1992. Co-occurring tree species change rank in seedling performance with
resources varied experimentally. Ecology 73: 2129-2144.
Soerianegara,
I dan A. Indrawan. 1988. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi
Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.
Walters, M.B.,
and P.B. Reich, 1997. Growth of Acer saccharum seedlings in deeply
shaded understories of northern Wisconsin: effects of nitrogen and water. Canadian
Journal of Forest Research 27: 237-247.
No comments:
Post a Comment