PARAMETER KIMIA YANG
BERPENGARUH TERHADAP EKOLOGI PERAIRAN
Ditujukan
Untuk Memenuhi Tugas Ekologi Perairan
Di
susun oleh : Hana Hunafa Hidayat
Npm
; 140410100036
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS PADJAJARAN JATINANGOR
Karakteristik
kimia didalam perairan dapat menjadi indikator kualitas pencemaran di perairan
tersebut, dinyatakan dengan banyak atau sedikitnya senyawa kimia yang terdapat
didalamnya.senyawa kimia sebagian ada yang berasal dari alam secara alamiah dan
sebagian lagi sebagai kontribusi aktivitas mahluk hidup. Beberapa senyawa kimia yang terdapat didalam air dapat dianalisa
dengan beberapa parameter kualitas air. Parameter kualitas air tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut.
1. PH
PH
adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyaktakan tingkat keasaman atau kebebasan yang dimiliki oleh suatu
larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hydrogen (H-) yang
terlarut. Koefisien aktivitas ion hydrogen tidak dapat diukur secara eksperimental,
sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala
absolute. Ia bersifat relative terhadap sekumpulan larutan standard yang pH-nya
ditentukan berdasarkan persetjuan internasional.
Sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH menykai pH sekitar 7-8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah toksisitas memperlihatkan peningkatan
pada pH rendah (Effendi,2003).
Organism
air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH dengan kisaran
toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nnilai pH yang ideal bagi
kehidupan organism air. Pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi
perairan yang bersifat sanga asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organism karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi (Barus,2002).
Konsentrasi
ion hydrogen (H+) dalam suatu cairan dikatakan dengan pH. Organism sangat
sensitive terhadap perubahan ion hydrogen. Pada proses penjernihan air limbah.
Ph menjadi indicator untuk meningkatkan efensiensi proses penjernihan. Air
limbah perambangan atau pertanian mengakibakan tingginya konsentrasi ion
hydrogen sehingga membahayakan kehidupan air (Sutrino dan Suiastuti,2004).
pH merupakan konsentrasi dari ion hidrogen (H+) di dalam air ,
besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH
berkisar antara 0-14, nilai pH kurang dari kurang dari 7 menunjukan lingkungan
yang asam sedangkan nilai diatas 7 menunjukan lingkungan yang basa , untuk pH =
7 menunjukan bahwa lingkungan tersebut stabil (normal) (Hardjojo dan
Jokosetiyanto, 2005). Perairan dengan pH <4 merupakan perairan yang sangat
asam dan dapat menyebabkan kematian untuk makhluk hidup yang berada disekitar
tempat tmpat terebut, sedangkan untuk pH >9,5 merupakan perairan yang sangat
basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas dari
perairan. Perairan laut atau pesisir memiliki pH relativ lebih stabil dan
berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4. pH
dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat
an bikarbonat yang dikandungnya (Boyd , 1982). Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi
untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor meliputi
suhu, konsentrasi oksigen terlarut adanya variassi bermacam-macam anion dan
kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7-9) merupakan perairan yang
produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air
menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh fotoplankton .
pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembanganbiakan ikan menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam dan
meningkatkan daya racun hassil metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH air
berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik,
semakin tinggi kandungan CO2 perairan , maka pH akan menurun dan demikian pula
sebaliknya. Fluktuassi ini akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3
(Cholik et al , 2005). Alat yang digunakan untuk mengukur pH adalah kertas
lakmus atau pH meter .
2. SALINITAS
Salinitas
adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat di dalam perairan. Pengertian
salinitas yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat
pada suatu perairan.
Salinitas
adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlart dalam air. Salinitas juga
dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian
besar danau, sungai, dan saluran air alami sanga kecil sehingga air di tempat
ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini,
secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari it air dikategorikan
sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih
dari 5% disebut brine.
Salinitas
dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan
refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan
gram per kilogram (ppt) atau promil (‰) . nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya
berkisar antara 0-5 ppt. perairan payau biasanya berkisar antara 6-29 ppt dan
perairan laut berkisar antara 30-35 ppt.
Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatak bahwa salinitas adalah
berat garam dalam per kilogram air larut serta merupakan ukuran keasinan air
laut dengan pro mil (0/00), salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan
terlarut dalam air. Zaat-zat yang terlarut dalam air yang membentuk garam
adalah :
1. Unsur utama : khlorida (cl), Natrium/Sodium (Na), oksida
sulfat (SO4), dan amgnesium(Mg).
2. Gas terlarut : CO2 , N2,, O2
3. unsur hara : Silika, nitrogen
4.
Runut : Besi , mangan , timbal
3. DO (Oksigen terlarut)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygent)
merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organism. Perubahan kokonsentrasi
oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian
oganisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan
toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat mebahayakan organism itu
sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk proses metobolisme
dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu,1991).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan
dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air maupun hewan teristrial.
Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut didalam air adalah adanya
bahan-bahan buangan organic yang banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian
berlangsung. Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan diperairan
sebaiknya harus diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat
beracun. Konsentrasi oksigen minimum sebesar 2mg/1 cukup memadai untuk
menunjang secara normal komunitas akuatik diperairan (Pescod,1973). Kandungan
oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5-8 mg/L ( Mayunar et
al,1995 ; Akbar, 2001).
Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygent) merupakan faktor pembatas bagi kehidupan orgaisme. Perubahan
kokonsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada
kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah
meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakn
organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk
proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991).
Oksigen
terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air
maupun hewan teristrial. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut didalam
air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang banyak mengkonsumsi
oksigen sewaktu penguraian berlangsung. Konsentrasi oksigen terlarut yang
aman bagi kehidupan diperairan sebaiknya harus diatas titik kritis dan tidak
terdapat bahan lain yang bersifat beracun, konsentrasi oksigen minimum
sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal komunitas akuatik
di perairan (Pescod, 1973). Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha
budidaya adalah 5-8 mg/l (Mayunar et al, 1995 ; Akbar, 2001). Alat yang
digunakan untuk mengukur DO adalah DO meter .
Kadar O2(mg/L)= 8000 X mL
Na-tiosulfat X N Na-tisufat
50x (V-2)/V
4.
COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxigen Demand)
Hardhojo dan Djokostiyanto (2005)
menyatakan bahwa COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang
menentukan jumlah oksigen yang dibuuhkanoleh bahan oksidan. Uji COD biasanya
menghasilkan nilai kebutuhanoksigen yang lebih tinggi dibandi BOD Karena
bahan-bahan yang stabil terhadap teaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut
teroksidasi dengan uji COD.
Angka COD merukan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organic yang secara alami dapat dioksidasikan
melalui proses mikrobiologi yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
didalam air. Sedangkan nilai COD dapat memberikan indikasi kemungkinan adanya
pencemaran limbah industry didalam perairan ( Alaerst dan Sartika,1987).
BOD (Biochemical Oxigen Demand
atau kebutuhan oksigen menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan
oleh organism hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan
didalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukan dengan semakin
kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan
yang membuuhkan oksigen tinggi. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan
mengoksidasi air pada suhu 200 selama 5 hari, dan nilai BOD yang mnunjukan
jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih
konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah di inkubasi (Hardjojo dan
Djokoseiyanto,2005).
BOD menunjukan jumlah oksigenyang
dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat pada botol BOD
yang diinkubasi pada suhu sekitar 200 derajat selama 5 hari dalam keadaan
tanpa cahaya (Boyd,1982)
Berikut
ini merupakan tabel derajat pencemaran suatu badan perairan yang dilihat
berdasarkan nilai BOD5.
Tabel
diatas menyajikan tingkat pencemaran dibadan perairan berdasarkan nilai BOD.
Kriteria ini merupakan kriteria untuk organisme budidaya dengan berbagai
sistem budidaya. Kadar BOD (mg/l) = Faktor pengenceran X (DO0 hari - DO5
hari)
|
||||||||||
|
5.
CO2
Karbondioksida
(CO2) bebas akan selalu bereaksi dengan air hingga menghasilkan asam karbonat
(H2CO3). Sumber utama CO2 dalam perairan dapat berasal dari atmosfir dan hasil
respirasi organism perairan . udara yang selalu bersentuhan dengan air akan
mengakibatkan terjadinya proses difusi CO2 ke dalam air. Kadar karbondioksida
bebas di perairan Danau Maninjau berkisar antara 7,2-8,76 mg/l, dengan kadar
rata-rata 7,96 mg/l. karbondioksida yang terdapat di dalam air merupakan hasil
proses difusi CO2 dari udara dan hasil proses respirasi organism akuatik.
Selain itu. C02 di perairan juga dihasilkan dari penguraian bahan-bahan organic
oleh bakteri (Saeni,1989).
Kadar karbondioksida bebas di
perairan berkaian erat dengan bahan organic dan kadar oksigen terlarut
(Sastrawijaya,1991).
Peningkatan kadar CO2 diikuti oleh
penurunan kadar oksigen erlarut. Karbondioksida akan mempengaruhi proses
pernafasan organisme perairan terutama pada DO <2 mg/l. pada kondisi
demikian, maka akan terjadi keracunan CO2, sehingga daya serap oksigen oleh
hemoglobin akan terganggu yang disebut dengan methemoglobinemia. Keadaan ini
dapat mengakibatkan organism mati lemas karena sesak nafas.
6.
(
HCO-3)
Anion
bikarbonat ( HCO-3) digunakan oleh diatom sebagai sumber karbon untuk
fotosintesis, sehingga ketersediaan alkalinitas yang cukup sangat mempengaruhi
keberadaan diatom yang hidup di perairan. Bahan organik yang terlarut dalam air
dalam jumlah yang cukup sangat dibutuhkan oleh diatom
Kesadahan
karbonat atau KH merupakan besaran yang menunjukan kandungan ion bikarbonat (
HCO-3) dan karbonat (C03-) di dalam air. KH sering disebut sebagai alkalinitas
yaitu suatu ekspresi dari kemampuan air untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang
mampu mengikat H+). Oleh karena itu, dalam sistem air tawar, istilah kesadahan
karbonat, pengikat kemasaman, kapasitas pem-bufferan asam dan alkalinitas
sering digunakan untuk menunjukan hal yang sama. Dalam hubungannya dengan
kemampuan air mengikat kemasaman, KH berperan sebagai agen pem-buffer-an yang
berfungsi untuk menjaga kestabilan pH.
7. Nitrigen/Posfor
Nitrogen merupakan salah satu unsure
penting bagi pertumbuhan organism dan proses pembentukan protoplasma, serta
merupakan salah satu unsure utama pembentukan protein. Di perairan nitrogen
biasanya ditemukan dalam bentuk ammonia, ammonium, nitrit dan nitrat. Kalau
kandungan nitrogen dan fosfor yang berlebihan pada benda-benda air dapat
mengakibatkan eutrofikasi. Eutrofikasi merukpakan serangkaian proses penumpukan
unsure yang menyebabkan suburnya perairan.
Nitrogen
berbentuk asam amino yang menjadi cikal bakal terbentuknya protein. Peningkatan
kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi
(blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara
missal. Proses-proses yang mengatur ketersediaan ini (atau kekurangannya)
secara kolektif dikenal sebagai siklus nutrient karena cara dimana sediaan
dasar materi fisik berubah secara siklis melaui bagian-bagian yang hidupa dan
yang tidak hidup dar dunia fisik. Siklus ini mendukung kehidupan tidak hanya
dengan membuat nutrient-nutrien terus-menerus tetapi juga menjaga fertilitas
lingkungan melainkan dengan membatasi akumulasi material dalam jumlah,
bentuk,dan tempat dimana hal itu akan menghancurkan organisme.Pengaruh pertama
proses dekomposisi limbah organic di gada air aerobic adalah terjadinya
penurunan oksigen terlarut dalam badan air. Fenomena ini akan mengganggu
pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan, dengan tingkat gangguan
tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta
fase fauna.
Eutrofikasi
juga merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian
seperti eceng gondok maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka
di rawa-rawa dan danau-danau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi
dengan subur oleh tanaman air seperti eceng gondok, Hydrilla dan rumput air
lainnya (Yani,2012). Analisis yang dilakukan dapat memakai alat Colourimeter.
Spektrofotometer dapat digunakan untuk kadar nutrient yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Odum, Eugene P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah
Mada University. Press: Yogyakarta
Effendi, Hefni, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius:
Yogyakarta
Akbar , S . 2001. Pembesaran Ikan
Kerapu Bebek dan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung . Prosiding Lokakarya
Nasional. RISTEK-DKP-BPPT.
Alaerst
G dan Sartika S. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional Surabaya.
Boyd.1982.Water Quality For Pond
Fish Culture.Elsevier Scientific Publishing Company.Amsterdam The
Netherland
Cholik,
et al.2005. Akuakultur: Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Kerjasama
Masyarakat
Perikanan Nusantara dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. PT.
Victoria Kreasi
Mandiri. 415 halaman.
Hardjojo
dan Jokosetiyanto.2005.Pengukuran dan Analisis Kulitas Air.Edisi
ke-1,Modul1-
6.Universitas terbuka.Jakarta
Mayunar, Purba R dan Imanto PT. 1995. Pemilihan
Lokasi untuk Budidaya Ikan Laut. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi
Keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Kerjasama antara Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian – Forum Komunikasi Penelitian dan Pengembangan
Agribisnis (FKKPA). Jakarta 12 – 13 April, No. 38: 179 – 187.
Rahayu.1991.
Penelitian Kadar Oksigen Terlarut (DO) dalam Air bagi
Kehidupan Ikan. BPPT No.
XLV/1991. Jakarta
No comments:
Post a Comment