PEMANFAATAN Platycerium
bifurcatum SEBAGAI PAKU TANAMAN HIAS DALAM ILMU BOTANI
EKONOMI
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Botani Ekonomi
Oleh :
Hana
Hunafa Hidayat 140410100036
Nindira
Tiara Putri
---------------
Barkah
Aris Muharram
Edhu
Enriadis Adilingga
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
JATINANGOR
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada awalnya botani
ekonomi adalah bidang studi yang memperlajari nilai ekonomi dari satu jenis
tanaman ataupun tumbuhan dan kelompok tumbuhan yang tertua di bumi yang banyak
ditemukan didaratan adalah jenis tumbuhan paku. Tumbuhan paku merupakan
tumbuhan berkormus, memiliki akar, batang dan daun yang sebenarnya. Artinya
batang, akar dan daunnya sudah memiliki pembuluh angkut xylem dan floem.
Tanaman paku
dari segi botani ekonomi merupakan tumbuhan yang dapat memiliki kegunaan bagi
manusia dan memiliki nilai ekonomis. Paku Platycerium
bifurcatum atau Paku tanduk
rusa merupakan salah satu spesies dari classis filicinae, ordo superficiales
masuk dalam family Polypodiaceae (paku – pakuan sejati ) dan masuk dalam genus
Platycerium. Menurut Hartini (2001) banyak ditemukan di daerah Bogor dan sekitarnya sebagai
sumber plasma nuftah. Namun,belum banyak
mendapatkan perhatian dari segi pemanfaatan, budidaya, maupun konservasinya. Salah satunya adalah dapat dijadikan sebagai tanaman hias.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tumbuhan paku (Pteridophyta)
Tumbuhan paku
(Pteridophyta) dapat digolongkan sebagai tumbuhan tingkat rendah, karena
meskipun tubuhnya sudah jelas mempunyai kormus, serta mempunyai sistem pembuluh
tetapi belum menghasilkan biji, dan alat perkembangbiakan yang lain. Alat
perkembangbiakan tumbuhan paku yang utama adalah spora.Jadi penempatan tumbuhan
paku ke dalam golongan tingkat rendah atau tinggi bisa berbeda-beda tergantung
sifat yang digunakan sebagai dasar.Jika didasarkan pada macam alat
perkembangbiakannya, maka sebagai tumbuhan berspora tergolong tumbuhan tingkat
rendah. Namun, jika didasarkan pada ada atau tidaknya sistem pembuluh, tumbuhan
paku dapat digolongkan sebagai tumbuhan tingkat tinggi karena sudah mempunyai
berkas pembuluh (Tjitrosoepomo,1994).
Sebagai tumbuhan tingkat rendah,
Pteridophyta lebih maju dari pada Bryophyta karena sudah mempunyai berkas
pembuluh. Sporofitnya hidup bebas dan berumur panjang,
sudah ada akar sejati, dan sebagian sudah merupakan tumbuhan heterospor
(Tjitrosoepomo,1994).
Sementara itu, ahli taksonomi
yang lain (Eichler,1883) juga membagi tumbuhan menjadi dua kelompok berdasarkan
atas letak alat-alat kelaminnya, yaitu:
-
Cryptogamae: Tumbuhan yang alat
perkawinannya tersembunyi di dalam. Yang termasuk kelompok ini adalah
Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta dan Pteridophyta.Kelompok ini juga bisa
dianggap sebagai golongan tumbuhan tingkat rendah.
-
Phanerogamae: Tumbuhan yang alat
perkawinannya terihat mencolok. Yang termasuk kelompok ini adalah Spermatophyta
yang juga dapat dianggap sebagai golongan tumbuhan tingkat tinggi.
2.2
Deskripsi Tanaman Paku Platycerium bifurcatum
a. Taksonomi dari Platycerium
bifurcatum :
Domain : Eukarya
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Divisi :
Pterydophyta
Classis :
Filicinae
Subclassis : Leptosporangiatae
Ordo :
Superficiales
Famili :
Polypodiaceae
Genus :
plathycerium
Spesies : Platycerium
bifurcatum
b. Karakteristik /Ciri Morfologi Plathycerium bifurcatum :
-
Epifit sejati, dengan akar melekat di batang pohon lain atau bebatuan
-
Batang berupa rimpang lunak
namun sulit di potong
-
Ada 2 tipe daun, yang pertama
merupkan daun tropofil (daun yang digunakan untuk
asimilasi atau fotosintesis) dan tipe yang kedua daun menjuntai sebagai
sporofil (penghasil spora)
-
Spora terdapat pada sporangia
yang terlindung oleh sori yang tumbuh menggerombol di sisi bawah daun dan
berwarna coklat.
-
Daun –daun yang fertil biasanya
bergantung, bercaban- cabang menggarpu
-
Daun memiliki percabangan
dikotom
Daun bulat berbentuk ginjal atau bulat telur. (Smith,1972).
Platycerium
bifurcatum termasuk tanaman perennial epifit yang paling
sederhana yang tumbuh menempel pada pohon inang. Daunnya atas dua macam yaitu
daun penyangga (steril) dan dedaunan (fertil). Daun penyangga terletak di
bagian pangkal daun fertil, tumbuh saling menutupi dan persisten, menyerupai
keranjang, bagian ujung bercuping, berwarna hijau dan berubah kecoklatan bila
tua dan tidak berspora.
Daun fertil luruh, tumbuh menggantung, umumnya
bercabang menggarpu pada ujungnya menyerupai tanduk rusa, berwarna hijau
keputihan, berbulu bintang dan berspora. Jenis daunnya ini tergolong daun
tunggal yang bertoreh dalam, berdaging, tepi rata, permukaan berbulu halus,
panjang 40-100 cm, dan ujungnya tumpul. Daun tambahan
ada satu sarnpai tujuh, menggarpu, bentuk baji, coklat hijau.
Batangnya tidak jelas, ada yang mengatakan
tidak berbatang, karena daun langsung tumbuh dari akar tanpa perantara. Akarnya
berbulu dan berwarna coklat kekuningan dan biasanya langsung mengakar pada
batang tanaman yang ditumbuhinya. Akar ini berupa akar serabut. Spongarium,
terdapat pada ujung, tertutup rambut, berbentuk bintang, bercabang dua sampai
empat, panjang 10-12 cm, lebar 2-3 cm, berwarna hijau muda dan hijau kebiruan
(Shalihah, 2010).
2.3
Botani Ekonomi Tanaman Paku
Platycerium
bifurcatum
Platycerium
bifurcatum ini dapat dijadikan sebagai tanaman hias dan sebagai tanaman
obat.Beberapa penyakit yang dapat diobati dengan menggunkan helaian-helaian
daun tumbuhan ini adalah demam, radang rahim luar, haid tidak teratur, bisul dan abses.
Tumbuhan ini
sering diusahakan sebagai tanaman hias.Orang Belanda menyebutnya hertshoornvaren.
Umumnya masyarakat memperbanyak tumbuhan ini dengan memisahkan atau membagi
tanaman tersebut menjadi dua atau lebih yang kemudian ditempelkan pada pohon.
Digunakan sebagai obat panas dalam, bengkak pada bagian dalam (Heyne,1987).
Bifurcatum
Platycerium (Cav.) C. Chr. adalah tanaman
hias umum spesies
pakis di Taiwan. Ini
tersedia secara komersial di
pasar lokal dan telah menjadi populer terdapat banyak ditanam di kawasan peternakan
dan taman rekreasi yang merancang suasana tropis di daerah tersebut untuk menarik wisatawan
(Camloh, 1993; 1999)
2.4 Penyebaran Dan Budidaya Tanaman Paku Platycerium
bifurcatum
a.
Penyebaran Platycerium bifurcatum
Paku ini
mempunyai sinonim Platycerium wililinckii T.Moore, Platycerium hillii
T. Moore dan P. veitchii (Hoshizaki dan Moran 2001). Platycerium
bifurcatum termasuk suku polypodiaceae jenis ini merupakan salah satu dari
8 jenis Platycerium ( P. bifurcatum, P. coronarium, P. grande, P.
sumbawense, P. wandae, P. ridleyi, P. willickii, dan P.superbum)
(Hartini 2004).
Penyebarannya
Australia, New Guinea, New Kaledonia, Indonesia dan Pulau Lord Hawe. Nama Indonesia
–Sunda.: Paku uncal, Kalimantan barat : Simbar agung, Jawa dan Bali: Simbar
tanduk manjangan. Dapat tumbuh dengan baik pada tempat terbuka, epifit pada pohon
yang besar dari dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Daun berjumbai
panjang sampai 1 m menyerupai tanduk uncal. Pada permukaan bagian bawah berbulu
tipis,
bulu tersebut menyerupai bintang. Spora terdapat pada kantong-kantong
spora di ujung daun bagian bawah yang menutup seluruh permukaan ( Sastrapradja,
dkk 1979).
b. Budidaya Platycerium
bifurcatum
Platycerium
bifurcatum dapat diperbanyak secara
generative maupun vegetative. Perbanyakan generative dilakukan dengan menyemai
sporanya yang telah masak. Cara ini merupakan cara yang paling efektif dan
ekonomis namun lama (Jones, 1987). Perbanyakan secara vegetative umum dilakukan
dengan membelah atau membagi rumpun tanaman induknya. Setiap anakan biasanya
ditandai dengan adanya kumpulan beberapa daun yang membentuk rumpun sendiri.
Cara ini menurut Hartini (2001) justru yang paling efektif karena hasil belahan
atau bagian tersebut akan lebih cepat tumbuh disbanding hasil semaian spora. dan
tanaman tanduk rusa ini
menyukai tempat yang tidak langsung memperoleh sinar
matahari.
Di
luar negeri seperti Amerika, perbanyakan sudah dicoba dengan cara kultur in
vitro dari bagian-bagian tanaman seperti spora, tunas, ujung tanaman, serta
fase gametofitnya. Pengembangbiakannya dilakukan
dengan spora atau dengan memindahkan akar rimpangnya. Spesies
ini dapat diperbanyak seksual
melalui spora (Camloh,
1993; 1999) dan
aseksual melalui pengembangan dari tonjolan akar (Richards et al., 1983).karena menurut (Thentz dan Moncousin,
1984) propagasi dari
spora umumnya memakan
waktu prosedur yang lama. Ex vitro
budidaya spora rentan
terhadap serangan oleh agen phytopathological
(Lane, 1981).berbagai
metode untuk in vitro perbanyakan vegetatif beberapa spesies pada genus plathycerium
telah banyak dilakukan dan lebih berhasil, termasuk salah
satunya meregenerasi sporofit langsung dari ujung akar (Hennen dan Sheehan,
1978),
2.5
Bagian-Bagian Tanaman Dari Platycerium bifurcatum Yang Biasa Digunakan
Sebagai Tanaman Hias
Tanaman
Tanduk Rusa termasuk jenis paku-pakuan.Tumbuhan ini banyak
ditemukan dan dipelihara sebagai tanaman hias karena pesona juntaian daunnya
yang indah. Tanduk rusa merupakan tanaman yang hidupnya menempel kuat pada
benda atau pohon lain tetapi tidak merugikan tumbuhan yang menjadi inangnya
biasa disebut tanaman epifit.
Tanduk rusa atau
juga di sebagian daerah disebut simbar menjangan selain permukaan daunnya mirip
kulit rusa yaitu kasar, daun tanduk rusa menjuntai ke bawah bercabang-cabang
menyerupai tanduk binatang rusa yang terbalik. Pada dasarnya tanduk rusa merupakan tumbuhan tegak yang menempel pada
inang dengan pokok penumpu berupa akar dan rimpang batang membentuk bungkah
kool berwarna coklat dan jutaian helaian daun berwarna hijau.
2.6
Pemasaran Dan Produk Yang Sudah Dipasarkan
Beberapa contoh Platycerium
bifurcatum yang
biasa dijual ditempat penjualan tanaman hias :
2.7
Saran Dan Ide Pengembangan Di Indonesia
Tanaman Platycerium
bifurcatum dapat lebih banyak di
budidaya baik secara in vitro maupun ek vitro untuk di jual sebagai paku
tanaman hias dan dapat dijadikan sumber komoditi ekspor tanaman hias dari
negara Indonesia ke luar negri.
DAFTAR PUSTAKA.
Camloh, M. 1993. Spore germination
and early gametophyte development of Platycerium
bifurcatum. Am. Fern J. 83: 79-
85.
Camloh, M. 1999. Spore age and sterilization
affects germination and early gametophyte development of Platycerium bifurcatum. Am. Fern J. 89: 124-132.
Eichler,1883. Syllabus
der Vorlesungen über Phanerogamenkunde
(1883) 3rd Edition, (Register of the lectures about Phanerogamae). Berlin
Hennen, G.R. and T.J. Sheehan. 1978. In vitro propagation of Platycerium stemaria (Beauvois)
Desv. HortSci. 13: 245.
Heyne, K.,1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Jones, D. L. 1987. Encyclopaedia of Ferns, An Introduction to Ferns,
Their Structure, Bilogy, Economic, Importance, Cultivation and Propagation, A
Lothian Book
Lane, B.C. 1981. A procedure for
propagation ferns from spores using a nutrient-agar solution. Comb. Proc.
Int. Plant Prop. Soc. 30: 94-97.
Richards, J.H., J.Z. Beck, and A.M. Hirsch. 1983. Structural investigation
of asexual reproduction in Nephrolepis exaltata and Platycerium
bifurcatum. Am. J. Bot. 70: 993-1001.
Sastrapraja, S., Afriastin, J.J., Darnaedi D. dan Wijaya E.A, 1979. Jenis
Paku Indonesia, Lembaga Biologi Nasioanal,- LIPI
Sri Hartini. 2001. Platycerium bifurcatum (Cav.)C.Chr. Sumber Plasma Nutfah di Daerah
Lahan Kering, PROSIDING Seminar Nasional Konservasi dan Pendayagunaan
Keanekaragaman Tumbuhan Lahan Kering, hal. 76-81.
Smith, B.N. 1972.
Natural abundance of the stable isotopes of carbon in biological systems. Bioscience, 22: 226-231.
Thentz, M. and C. Moncousin. 1984. Micropropagation
in vitro de Platycerium bifurcatum (Cav.) C.
Chr. Rev. Horticole. Suisse. 57:
293-297.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2003. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press
No comments:
Post a Comment