Saturday, October 24, 2015

Laporan Praktikum Ekologi Hewan Pit Fall Trap

Laporan Praktikum Ekologi Hewan
 
Pit Fall Trap

Kelompok 6
Fitriyani
140410100017
Ismi Istiqomah R
140410100510
Ricky Rinaldi
140410100018
Maulidiyah Utami
140410100041
Hana H
140410100036

Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Populasi dapat didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme-organisme dari spesies yang sama yang menduduki ruang atau waktu tertentu dengan pola tertentu. Kumpulan dari beberapa populasi disebut dengan komunitas.Proses identifikasi suatu komunitas dalam suatu habitat tertentu salah satunya bisa dengan metode pitfalltraps. Metode pitfall traps merupakan metode penangkapan hewan dengan sistem perangkap, khususnya untuk hewan yang hidup dipermukaan tanah contohnya serangga. Jumlah dan jenis spesies di suatu komunitas tergantung pada kondisi suatu daerah misalnya faktor biotik dan abiotik. Kemudian suatu spesies yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan berinteraksi dengan sesamanya akan dapat bertahan di lingkungan tersebut. Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas suatu spesies antara lain adalah : suhu, kelembaban, pH. Metode pitfall traps ini digunakan untuk mendapatkan cerminan komunitas binatang tanah dan indeks diversitas dari data yang diperoleh.
Serangga tanah merupakan fauna yang mempunyai jenis dan jumlah paling besar yang secara berhasil menempati berbagai habitat, serta mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas.
Peranan serangga di alam sangat penting, diantaranya sebagai penghasil bahan pangan dan papan, sebagai penyerbuk tumbuhan, sebagai hama penyakit dan parasit serta tidak kalah penting yaitu sebagai dekomposer atau pengurai. Peranan serangga sebagai decomposer pada tahap-tahap awal yang secara tidak langsung merupakan sarana penting bagi terciptanya keseimbangan ekosistem alam. Serangga memindahkan dan memakan dauntumbuhan serta bagian lain dari tumbuhan yang jatuh ke tanah, sehingga mempercepat proses hancurnya bahan organik tersebut. Hasil hancuran selanjutnya diuraikan kembali oleh mikroflora dan fauna tanah lainnya. Mikroorganisme mempunyai peranan yang besar dalam mineralisasi dan
peredaran kembali elemen-elemen mineral. Melalui proses mineralisasi inilah akan terbentuk garam-garam mineral (hara) yang dapat digunakan oleh tumbuhan
Manusia memperoleh banyak manfaat dari serangga dengan banyak cara. Tanpa mereka manusia tidak dapat ada dalam kehidupan seperti sekarang. Penelitian mengenai serangga telah menolong ahli-ahli pengetahuan memecahkan banyak masalah dalam keturunan.
Morfologi serangga sangat bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, dan warna tubuh atau bagian tubuh lainnya. Umumnya serangga hidup di hampir semua lingkungan, di air, tanah, dimana struktur dan tingkah laku serta siklus hidupnya mengalami modifikasi penyesuaian serta mempunyai daerah penyebaran yang luas. Aspek-aspek itu sangat menarik untuk dipelajari.
Mengingat begitu besar peranan serangga dalam ekosistem, terutama serangga permukaan tanah, maka dilakukan praktikum ekologi hewan dengan materi populasi serangga permukaan tanah yang dikaitkan dengan kajian ekosistemnya.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa keunggulan metode pitfall trap dibanding dengan metode lain
2. Apa jenis serangga permukaan tanah yang mendominasi
3. Bagaimana nilai kelimpahan (diversitas) dari hasil pengamatan
1.3 Maksud dan tujuan
1. Maksud Untuk mengetahui populasi jenis serangga tanah di suatu area
2. Tujuan Untuk melakukan inventarisasi serangga tanah serta menghitung jumlah populasi, kelimpahan, keanekaan dan distribusi jenis-jenis serangga perrmukaan tanah disuatu area.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang hidup didalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan bisa tumbuhan dan hewan lainnya, salah satu contoh dari hewan tanah adalah serangga (Muhamad, 1989).
Serangga ( disebut juga insekta ) adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertunkai 6 ( 3 pasang ), karena itulah mereka disebut pula Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi (Campbell, 2003).
Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia (Kalshoven, 1981).
Tubuh serangga terdiri dari 3 bagian yaitu kepala, thoraks, dan abdomen. Kutikula dibangun oleh lapisan epikutikula, eksokutikula, dan endokutikula. Kepala dibangun oleh cranium dimana terletak mulut, antena, dan mata. Thoraks terdiri dari 3 segmen prothoraks, mesothoraks, metathoraks. Pasangan struktur organ reproduksi terdapat pada bagian abdomen. Serta untuk mendukung proses kehidupannya, serangga memerlukan kesetimbangan dalam makan dan pencernaan, pernapasan, peredaran , ekskresi, syaraf, dan reproduksi. Saluran makan serangga terdiri dari foregut, midgut, dan hindgut. Zat makanan yang diperlukana serangga adalah karbohidrat, asam amino, lemak, vitamin, kolestrol, air dan mineral ( Sugeng, 2010).
Gambar 1. Morfologi Serangga
Sumber : (Hidayat, 2008)
Teknik pengumpulan data untuk menghitung populasi serangga permukaan tanah antara lain :
1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik ini relatif lebih mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area yang ditentukan dengan air. Beberapa saat kemudian, serangga-serangga yang berada di dalam tanah keluar, kemudian dapat di hitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini di gunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah atau dilahan kosong, dimana serangga-serangga tersebut merupakan serangga aktif.
3. Capture re-capture Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang terbang diatas 1-2 meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan insect net.serangga yang tertangkap kemudian ditandai dan dilepaskan kembali, dilakukan dengan pengulangan penangkapan serangga.
4. Light trap Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan menggunakan suatu layar atau suatu wadah yang telah berisi air, sabun dan formalin lalu diamkan dibawah cahaya lampu. Serangga tertarik terhadap cahaya lampu yang kemudian akan terjatuh kedalam wadah tersebut ( Sugeng, 2010).
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pitfall trap. Meetode pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan engan sistem perangkap, khusunya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode pitfall trap adalah untuk menjebak binatang-binatang permukaan tanah agar jatuh kedalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall trap tidak digunakan untuk mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan cerminan komunitas binatang tanah dan indeks diversitasnya ( Joshua, 2012).
Pada suatu tempat atau area tertentu terdapat berbagai macam spesies serangga yang hidup atau yang menempati, untuk mengetahui keanekaragaman serangga yang hidup di area tertentu maka dapat mengunakan perhitungan
menggunakan rumus Indeks Dominansi (D), Indeks Sympson (SID), dan Shanon Wiener (H’)
 Indeks Dominansi (D)
D = Σ (ni/N)2 Keterangan :
ni : Jumlah Individu tiap spesies
N : Jumlah Individu seluruh spesies
 Indeks Sympson (SID)
SID = I-D
 Indeks Shanon Wienet (H’)
H’ = -Σ pi log pi Keterangan : H’ : Indeks Keanekaragaman Shanon Wiener
pi = ni/N = Kelimpahan relative spesies
( Fenti, 2012).
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran, produksi dan hubungan lainnya.
Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasarkan pada pembedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut.
Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitas karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak dalam sifat fisika lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies dan jumlah total individu
dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda (Wolf, 1992).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
1. Alkohol 70%
2. cangkul kecil
3. Detergen
4. Gelas aqua bekas
5. Gula
6. Kardus
7. Tusuk sate
8. Sendok makan
3.2 Prosedur
1. Disediakan alat dan bahan untuk membuat pitfalltrap
2. Terlebih dahulu dibuat penutup pitfalltrap dengan mengunakan tusuk sate dan karton 20x20 untuk menutup lubang agar tidak terkena air hujan secara langsung
3. Dibuat larutan penjerat serangga dengan komposisi alkohol 70%, gula, dan deterjen yang perbandingannya 1:2:1 lalu ambil bahan tersebut dengan sendok dan dimasukan ke dalam aqua gelas
4. Dibuat lubang di 10 plot yang telah di tentukan dengan jarak 3 meter tiap plot dengan menggunakan cangkul kecil
5. Aqua gelas disimpan pada lubang disetiap plot , lalu bagian atas aqua gelas tersebut diberi penutup
6. Amati setiap 12 jam dari mulai menyimpan perangkap dan diamati selama 3 hari tunggu keesokan harinya agar didapatkan serangga yang dapat akan amati dan cara ini terus menerus dilakukan selama 3 hari.
3.3 Analisis Data
Hasil praktikum Ekologi Hewan mengenai pitfall trep dengan menggunakan metode observasi. Data yang diperoleh praktikum tersebut adalah sebagai berikut :

Data yang diperoleh dari lapangan tersebut dapat di analisa dengan memakai rumus sebgai berikut :
1. FM = Σ frekuensi pertemuan spesies i dalam plot
2. FR = FM X 100%
ΣFM
3. KM = Σindividu spesies i
Σplot
4. KR = KM X 100%
ΣKM
5. INP = FR + KR
6. Indeks shanon + whiener (kestabilan)
H’ = -ΣPi ln Pi -> Pi = ni/N
Keterangan : ni = jumlah individu dalam satu spesies
N = jumlah total individu
Range = 0-45/15-35
7. Indeks simpson diversity
SID = 1-D
D = Σ (ni / N)2
Keterangan :
Kestabilan jumlah spesies yang ditemui rendah, jika nilai H’ dibawah 1, sementara biodiversitas juga rendah jika indeks sympson berada di bawah nilai 1.
Grafik Perbandingan Pengamatan Harian
4.2 Pembahasan
Praktikum ekologi hewan tentang pitfall trap dilakukan pada tanggal 17 oktober 2012 pukul 17.30 WIB, dan dilakukan pengamatan berkala selama 3 hari dengan interval 12 jam setelah penempatan pitfall trap di area amatan. Metode pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan dengan sistem jebakan, khususnya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode pitfall trap adalah untuk menjebak hewan-hewan permukaan tanah (serangga) agar jatuh kedalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi/ mengiventarisasi jenis hewan permukaan tanah yang berada pada lingkungan
perangkap, serta menghitung jumlah populasi, kelimpahan, keanekaan dan distribusi jenis-jenis serangga perrmukaan tanah di area amatan.
Hal yang pertama dilakukan untuk melakukan praktikum ini adalah membuat perangkap serangga dengan menggunakan gula, alkohol, dan detergen dengan perbandingan 1:2:1. Gula berfungsi untuk memancing serangga permukaan tanah supaya masuk ke perangkap, alkohol berfungsi untuk mengawetkan serangga yang masuk kedalam perangkap, dan detergen berfungsi sebagai tegangan airnya. Setelah larutannya dibuat, lalu dimasukan kedalam aqua gelas sebanyak ¼ dari aqua gelas tersebut.
Dalam area plot yang panjangnya 30 meter di buat 10 titik plot dengan jarak 3 meter, lalu titik tersebut dilubangi dengan cangkul kecil sampai aqua gelas berada rata dengan permukaan tanah. Kemudian perangkap yang telah dibuat ditutupi dengan karton/kardus 20x20 dengan menggunakan tusuk sate sebagai penumpu karton/kardus, karton/kardus ini diletakan secara miring untuk menghindari jika adanya air yang jatuh supaya tidak langsung jatuh ke perangkap. Selanjutnya pengamatan dilakukan setelah 12 jam perangkap disimpan di area pengamatan dan dilakukan pengulangannya selama 3 hari.
Dari hasil pengamatan serta analisis data yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa spesies yang ditemukan pada hari pertama di antaranya : Formica ruva (semut merah kecil) berjumlah 462, Polyrachis sp. (semut hitam besar) berjumlah 114, Gryllus sp. (jangkrik) berjumlah 4, Camponotus caryae (semut hitam kecil) berjumlah 3, Ordo Blattodea berjumlah 13, dan Ordo Isoptera berjumlah 2.
Pada hari ke-2 terjadi penurunan dan penambahan jenis spesies, yaitu tidak ditemukannya ordo Isoptera namun ditemukan spesies baru dari ordo Collembola. Spesies yang ditemukan pada hari kedua di antaranya adalah Formica ruva (semut merah kecil) berjumlah 270, Polyrachis sp. (semut hitam besar) berjumlah 14, Gryllus sp. (jangkrik) berjumlah 5, Camponotus caryae (semut hitam kecil) berjumlah 10, Ordo Blattodea berjumlah 5, dan Ordo Collembola berjumlah 3.
Pada hari ke-3 terjadi penurunan jenis spesies, yaitu tidak ditemukannya Gryllus sp, Ordo Collembola, dan Ordo Blattodea. Spesies yang ditemukan pada hari ketiga di antaranya adalah Formica ruva (semut merah kecil) berjumlah 137, Polyrachis sp. (semut hitam besar) berjumlah 18, dan Camponotus caryae (semut hitam kecil) berjumlah 5.
Data yang diperoleh sesuai dengan perhitungan dapat dilihat dari jumlah spesies dan keanekaragamannya yang terus menurun. Penurunan jumlah dan jenis spesies ini dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti kesalahan praktikan dalam membuat perbandingan bahan untuk jebakan, lokasi/area plot yang memang sedikit dilalui oleh hewan permukaan tanah mungkin dikarenakan jauh dari habitat hewan-hewan tersebut dan keadaan lingkungan yang tidak sesuai untuk aktivitas hewan-hewan permukaan tanah tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data dan perhitungan terhadap jumlah individu yang ditemukan pada tiap spesies, indeks nilai penting (INP) tiap spesies didapatkan sebagai berikut : Formica ruva pada hari pertama sampai hari ketiga berturut-turut sebesar 116%, 128%, 128%, dan INP rata-rata sebesar 124%. Polyrachis sp. pada hari pertama sampai hari ketiga berturut-turut sebesar 50%, 21%, 49%, dan INP rata-rata sebesar 40%.
Gryllus sp. memiliki INP hari pertama hingga hari ketiga berturut-turut sebesar 8%, 14%, 0%, dan INP rata-rata sebesar 7,3 %. Camponotus caryae memiliki nilai INP hari pertama hingga hari ketiga berturut-turut sebesar 4%, 15%, 17%, dan INP rata-rata sebesar 12%.
Ordo Isoptera memiliki INP hari pertama hingga hari ketiga berturut-turut sebesar 4%, 0%, 5% sehingga INP rata-ratanya sebesar 3%. Ordo Blattodea memiliki INP hari pertama hingga hari ketiga berturut-turut sebesar 14%, 4%, 0% sehingga INP rata-ratanya sebesar 6%.
Indeks Nilai Penting (INP) menggambarkan seberapa penting keberadaan spesies tersebut pada komunitas yang terbangun di daerah amatan. Jika diurutkan,
dari yang terbesar nilai INP yang ada hingga yang terkecil, Formica ruva menempati urutan paling penting (INP rata-rata 124%), kedua Polyrachis sp. (INP rata-rata sebesar 40%), ketiga Camponotus caryae (INP rata-rata sebesar 12%) , keempat Gryllus sp. (INP rata-rata sebesar 7,3 %.), kelima Ordo Blattodea (INP rata-ratanya sebesar 6%), dan terakhir Ordo Isoptera (INP rata-ratanya sebesar 3%).
Hal tersebut menandakan jika Formica ruva hilang dalam komunitas tersebut, akan terjadi ketidakstabilan atau terjadi gangguan yang besar, berbeda halnya dengan Ordo Isoptera yang memiliki nilai terkecil, jika spesies Ordo Isoptera (rayap) ini menghilang, ketidakstabilan hanya mengalami sedikit sekali gangguan.
Jenis hewan permukaan tanah yang paling banyak ditemukan dilihat dari hari pertama sampai hari terakhir adalah Formica ruva (semut merah kecil). Sehingga spesies yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) paling tinggi adalah Formica ruva. Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas atau habitat dari Formica ruva ini yang memang melalui atau berada di area sekitar plot jebakan yang telah dibuat. Selain itu semut ini juga termasuk jenis semut pekerja sehingga jumlahnya banyak dan berkoloni sehingga memungkinkan paling banyak terkena jebakan (pitfall).
Jenis hewan permukaan tanah paling sedikit ditemukan adalah dari ordo Isoptera, ordo Blattodea, dan ordo Collembola. Hal ini mungkin disebabkan karena jenis dari ordo-ordo ini aktivitasnya memang jarang melalui area plot sekitar jebakan tersebut atau mungkin hanya kebetulan berada disekitar area plot tersebut sehingga jatuh kedalam jebakan. Sama halnya dengan Gryllus sp. termasuk dalam kategori yang sedikit ditemukan. Dapat dilihat pada hari pertama hanya ditemukan 4 spesies, hari kedua 5 spesies dan hari ketiga 0 (tidak ditemukan). Ini juga mungkin dikarenakan aktivitasnya yang jarang melalui area sekitar plot jebakan.
Polyrachis sp. (semut hitam besar) dan Camponotus caryae (semut hitam kecil) termasuk dalam kategori sedang. Namun pada Polyrachis sp. terjadi penurunan yang cukup drastis pada hari ke-2 dan ke-3. Hari pertama berjumlah mencapai ratusan yaitu 114 sedangkan hari kedua berjumlah 14 dan hari ketiga berjumlah 18. Hal ini mungkin disebabkan karena pada hari pertama hewan tersebut beraktivitas melewati area plot jebakan sedangkan hari kedua dan ketiga mereka melewati area/jalan yang berbeda sehingga pada hari kedua dan ketiga tidak sebanyak hari pertama ditemukan.
Berbeda dengan Camponotus caryae (semut hitam kecil) yang ditemukan paling sedikit pada hari pertama yaitu 3 spesies, hari kedua 10 spesies, dan hari ketiga 5 spesies. Perubahnnya dapat dikatakan tidak terlalu jauh yang mungkin disebabkan memang jenis dari semut ini habitat atau aktivitasnya dekat atau sering melewati sekitar area plot jebakan yang telah dibuat.
Indeks Sympson (SID) menunjukan biodiversitas suatu komunitas, dari hasil analisa dan perhitungan dari pengamatan yang dilakukan selama tiga hari, nilai SID adalah 0. Nilai 0 untuk SID menggambarkan diversitas daerah yang diamati selama tiga hari ini sangat rendah sekali.
Indeks Shannon Whiener (H’) menunjukan kestabilan suatu komunitas, dari hasil pengamatan didapatkan nilai H’ berturut-turut sebesar 0,67 ; 0,55 ; 0,52 sehingga rata-rata untuk H’ adalah 0,58. Nilai ini berada di bawah 1, sehingga menggambarkan bahwa kestabilan daerah amatan rendah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Keunggulan metode pitfall trap dibanding metode lain adalah murah dalam harga peralatan yang dibutuhkan, mudah dalam pembuatan larutan, dan mudah dalam aplikasi metode di lapangan.
2. Jenis serangga yang mendominasi di permukaan tanah pada daerah amatan adalah Formica ruva.
3. Nilai kelimpahan dari hasil pengamatan adalah 0, hal ini menandakan daerah yang diamati memiliki tingkat diversitas yang rendah.



DAFTAR PUSTAKA
Campbell, et al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Fenti, E. 2012. Praktikum Ekologi :Keanekaragaman Hewan (Serangga). http://httplaporanpraktikumekologi.blogspot.com/2012/04/laporan-praktikum-keanekaragaman.html. Diakses tanggal 30 Oktober 2012.
Hidayat, P. 2008. Mata Kuliah Entomologi Umum Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve : Jakarta.
Sugeng. L.2010. Sensus Populasi Serangga dengan Metode Capture dan Recapture. http://www.scribd.com/doc/52890702/LAPORAN-EKWAN-KELOMPOK-5-SENSUS-POPULASI-SERANGGA. Diakses tanggal 30 Oktober 2012
Muhamad, N .1989.Ekologi Hewan Tanah.Bumi aksara. Jakarta
Joshua, N.2012. Pitfall Trap. http://www.scribd.com/doc/95952190/Acara-4-Pit-Fall-Trap. Diakases tanggal 30 Oktober 2012
Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment